Analisis ekonomi merupakan salah satu analisis yang
digunakan pada model teknik fundamental.
analisis ini cenderung digunakan untuk mengetahui keadaan-keadaan yang bersifat
makro dari suatu keadaan ekonomi. Unsur-unsur
makroekonomi
yang biasa dianalisis melalui analisis ekonomik ini adalah faktor tingkat
bunga, pendapatan nasional suatu negara, kebijakan
moneter dan kebijakan fiskal yang diterapkan oleh suatu negara. Analisis ini
digunakan untuk mengetahui potensi dari faktor makro yang pastinya menjadi
salah satu faktor yang memengaruhi tingkat pengembalian dari investasi.
Alasan
mengapa kebijakan moneter dapat memengaruhi return
saham yang
diterima dikarenakan oleh besar kecilnya tingkat jumlah uang yang beredar.
Ketika jumlah uang yang beredar semakin tinggi, maka terdapat kecenderungan
meningkatnya kegiatan perekonomian secara keseluruhan. hal ini dikarenakan perusahaan-perusahaan
mendapatkan supply uang yang lebih tinggi dari biasanya. Ketika suply
uang tinggi, maka kegiatan operasional yang bersifat profit oriented juga
akan meningkat dan otomatis akan membuat laba perusahaan meningkat pula. Hal
ini pada gilirannya nanti akan meningkatkan return saham dari perusahaan yang bersangkutan.
Saham adalah
satuan nilai atau pembukuan dalam berbagai instrumen finansial yang mengacu
pada bagian kepemilikan sebuah perusahaan. Perusahaan adalah tempat terjadinya
kegiatan produksi
dan berkumpulnya semua faktor produksi. Dengan menerbitkan saham,
memungkinkan perusahaan-perusahaan yang membutuhkan pendanaan jangka panjang
untuk 'menjual' kepentingan dalam bisnis - saham (efek ekuitas) - dengan
imbalan uang tunai. Ini adalah metode utama untuk meningkatkan modal
bisnis selain menerbitkan obligasi. Saham dijual melalui pasar primer (primary market)
atau pasar sekunder (secondary market).
Pada
saat kondisi perekonomian dunia yang semakin memburuk , sebagai akibat kondisi
buruk yang terjadi sekarang ini di negara-negara Barat, Kepala Badan Pusat
Statistik Rusman Heriawan, di Jakarta, Jumat (5/8/2011),
berkesempatan menyampaikan kondisi fundamental ekonomi Indonesia. Katanya,
Pertumbuhan ekonomi nasional yang diukur berdasarkan produk domestik bruto
(PDB) pada triwulan II 2011 tumbuh sebesar 6,49 persen dibanding periode yang
sama tahun lalu.
"Kelihatannya
ini sama dengan pertumbuhan ekonomi triwulan I yang sama-sama 6,47 persen. PDB
per triwulan II 2011 mencapai Rp 1.811,1 triliun. Sementara itu, PDB
berdasarkan harga konstan 2000 pada triwulan ini sebesar Rp 611,1 triliun. Maka
sebenarnya triwulan II lebih baik dibandingkan triwulan I," ujarnya kepada
Kompas (Jumat 5/8/2011 ).
Menurut
Rusman, dibandikan struktur PDB triwulan yang sama tahun lalu;
sektor
industri pengolahan memberikan kontribusi terbesar dengan 24,3 persen, sektor
pengangkutan dan komunikasi tumbuh paling tinggi dengan 10,7 persen, sektor
perdagangan, hotel dan restoran tumbuh sebesar 9,6 persen, sektor listrik, gas,
dan air bersih dengan 4 persen.
Dibandingkan
semester yang sama tahun lalu, pada semester I tahun ini,
impor
memberikan dukungan terbesar dengan pertumbuhan sebesar 15,8 persen ekspor
tumbuh sebesar 14,9 persen pembentukan modal tetap bruto tumbuh 8,3 persen konsumsi
rumah tangga tumbuh 4,5 persen, konsumsi pemerintah tumbuh 3,7 persen.
Tetapi
katanya, Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada Kuartal II 2011 diperkirakan 6,43
persen, turun dari 6,46 persen pada Kuartal I tahun 2011. Badan Pusat Statistik
(BPS) mengapresiasi pertumbuhan konsumsi pemerintah, yang pada triwulan II
tahun 2011 ini naik 4,5 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya. Berdasarkan
struktur PDB Penggunaan triwulan ini, konsumsi pemerintah berada di tempat
ketiga dengan 8,3 persen. Sementara, komponen pengeluaran rumah tangga
mendominasi dengan 54,3 persen. Jika melihat perkembangan selama semester I
terhadap semester yang sama tahun lalu, konsumsi pemerintah juga tumbuh dengan
persentase sebesar 3,7 persen. Angka pertumbuhan ini beda tipis dengan konsumsi
rumah tangga sebesar 4,5 persen. Perlu dicatat, tahun lalu itu (pertumbuhan)
masih negatifdan di tahun 2010 pertumbuhan year on year-nya semester I itu
masih kontraktif.
Permintaan
dosmetik tetap menjadi pendorong utama pertumbuhan, walaupun ekspor yg tumbuh
juga menjadi pendorong lainnya. Selain itu, komponen modal tetap bruto
merupakan yang terbesar kedua dengan 31,6 persen, dan ekspor bersih sebesar 1,9
persen.
Apakah
ekonomi Indonesia masih cukup kuat menghadapi kondisi buruk perekonomian dunia
selama empat tahun ke depan? Pakar manapun, pihak manapun, termasuk Kompas.com seharusnya
lebih selektif menyampaikan fakta dan pemikiran. Selama ini, pengamat sering
menjawab pertanyaan prinsip dengan menggunakan data formal yang kurang valid.
Bahkan sering, pengamat menggunakan dasar (fundamental) yang tidak relevan
menjawab fakta yang riil. Oleh karena itu, setiap informasi perlu ditelaah dan
disikapi lebih bijak.
Terlepas
dari data yang membingungkan diatas, maka kondisi Fundamental Ekonomi Indonesia
dapat dijelaskan sebagai berikut :
Dalam
stuktur ekonomi nilai produksi bertumbuh antara 4 sampai dengan 24 persen. Perdagangan
luar negeri defisit sekitar 0,9 persen (Ekspor-Impor). Pertumbuhan modal dalam
negeri sebagian besar bersifat konsumtif (konsumsi rumah tangga 4.5 persen dan
konsumsi pemerintah 3,7 persen).
Idealnya,
analisa ekonomi secara sederhana dapat digunakan memahami kondisi ekonomi saat
ini. Perekonomian Nasional (Makro) tidaklah sebatas ‘aksi jual atau beli saham’
dan perekonomian global tidak sebatas ekspor atau impor. Apalagi aksi
‘spekulasi’ (ambil untung) tidak akan mudah mempengaruhi kondisi ekonomi selama
empat tahun ke depan.
Maka,
dengan Merujuk Analisa Fundamental ekonomi diatas maka data yang disampaikan
BPS dapat menunjukkan kondisi ekonomi Indonesia sebagai berikut :
Peningkatan
PDB, setidaknya senilai total riil Rp 611,1 triliun (harga konstan) harus
diakui sebagai pertumbuhan nyata. Tetapi harus disadari bahwa perbedaan nilai
PDB riil dan nominal merupakan gambaran inflasi riil atau ‘deflator PDB’ atau
yang barangkali sekarang ini diistilahkan ‘pembicara ekonomi’ sebagai bubble (semu).
Perbandingan angka Rp 611,1 triliun dengan Rp 1.811,1 triliun menunjukkan ada
peningkatan ‘harga-harga umum’ (inflasi) sebesar 296,37 persen selama tahun
2010-2011. Angka Inflasi yang sangat
menyakitkan bagi masyarakat konsumen. Pertumbuhan
di berbagai sector industri antara 4 – 24 persen dapat diprediksi sebagai
penyumbang utama kepada peningkatan PDB sebesar 6,43 persen, yang terutama
didukung oleh peningkatan ‘usaha pengolahan, komunikasi dan pengangkutan’.
Seandainya
peningkatan ini bersumber dari sektor-sektor unggulan dalam negeri atau
pebisnis dalam negeri, baranbgkalai peningkatan ini akan sangat bermanfaat bagi
peningkatan kesejahteraan rakyat Indonesia.
Defisit
Ekspor Netto semakin mempertegas bahwa industri domestik belum mampu memasuki
pasar luar negeri atau bahkan memenuhi selera pasar domestic. Pertumbuhan modal
dalam negeri yang lebih cenderung bersifat konsumtif, dalam jangka panjang
dapat menyebabkan perilaku produktif masyarakat luntur.
Bagaimana
menyikapi kondisi buruk perekonomian dunia?
Peningkatan
pagu hutang Amerika kebanyakan disikapi berlebihan oleh para ‘pembicara
ekonomi’ sebagai mengalirnya investasi ke dalam negeri. Apa ya? Ekonomi global
memang seakan lagi tanpa batas, namun Amerika maupun Eropa tidaklah sedekat
perkiraan kita dengan Indonesia. Fundamental ekonomi mengukur kedekatan itu
dalam hal transaksi internasional (ekspor dan impor) dan perjanjian dagang
lainnya. Kalau transaksi internasional Indonesia sebagian besar dilakukan ke
kedua Negara itu, kekawatiran bias saja dimaklumi. Selanjutnya, investasi tidak
terlepas dari return (sukubunga dan kepercayaan). Selama sukubunga di dalam
negeri tidak menjanjikan, jangan harap investasi akan mudah digapai.
Data BPS menunjukkan
bahwa modal dalam negeri bertumbuh lebih kecil dibandingkan impor. Ini
menunjukkan bahwa pertumbuhan PDB yang terjadi diprediksi berasal dari modal
domestic bukan dari luar negeri, padahal sukubunga di Indonesia tergolong lebih
besar dibandingkan di Amerika dan Eropa. Oleh karena itu, Indonesia belum tentu
menjadi tujuan Investasi bagi Amerika. Sebaliknya, seandainya pejabat dan
pebisnis Indonesia mampu menggaet Investasi, maka, basis industri domestik
harus diperkuat yaitu industri yang produknya dibutuhkan selera konsumen
Indonesia dan mampu diproduksi oleh pebisnis domestic. Oleh karena itu, yang
paling penting dilakukan oleh pemerintah dan pebisnis Indonesia adalah survey
‘perilaku konsumen Indonesia’. Sedangkan membangun infrastruktur dan yang
lainnya tergantung kepada kebutuhan.
No comments:
Post a Comment
Saran-Kritik-Komentar Anda sangat bermanfaat.
Terima Kasih Telah Bergabung.