KULIAH PUBLIK: Krisis Ekonomi Dunia ? 'Nggak Kuat....'

SOSIAL MEDIA

PIKIRKAN YANG BAIK ~ o ~ LAKUKAN YANG TERBAIK ~ o ~ Ini Kuliah MetodeCHAT ~ o ~ Cepat_Hemat_Akrab_Terpadu ~ o ~ Silahkan Membaca dan Berkomentar

Ketahui Bagaimana Kondisi Ekonomi dan Bisnis Anda Terkini

  Baru-baru ini, pemerintah telah mulai melonggarkan mobilitas seiring menurunnya kasus covid-19. Sementara pada Juli hingga awal Agustus ek...

Friday, August 07, 2015

Krisis Ekonomi Dunia ? 'Nggak Kuat....'

Analisis ekonomi merupakan salah satu analisis yang digunakan pada model  teknik fundamental. analisis ini cenderung digunakan untuk mengetahui keadaan-keadaan yang bersifat makro dari suatu keadaan ekonomi. Unsur-unsur makroekonomi yang biasa dianalisis melalui analisis ekonomik ini adalah faktor tingkat bunga, pendapatan nasional suatu negara, kebijakan moneter  dan kebijakan fiskal yang diterapkan oleh suatu negara. Analisis ini digunakan untuk mengetahui potensi dari faktor makro yang pastinya menjadi salah satu faktor yang memengaruhi tingkat pengembalian dari investasi.

Alasan mengapa kebijakan moneter dapat memengaruhi return saham yang diterima dikarenakan oleh besar kecilnya tingkat jumlah uang yang beredar. Ketika jumlah uang yang beredar semakin tinggi, maka terdapat kecenderungan meningkatnya kegiatan perekonomian secara keseluruhan. hal ini dikarenakan perusahaan-perusahaan mendapatkan supply uang yang lebih tinggi dari biasanya. Ketika suply uang tinggi, maka kegiatan operasional yang bersifat profit oriented juga akan meningkat dan otomatis akan membuat laba perusahaan meningkat pula. Hal ini pada gilirannya nanti akan meningkatkan return saham dari perusahaan yang bersangkutan.



Saham adalah satuan nilai atau pembukuan dalam berbagai instrumen finansial yang mengacu pada bagian kepemilikan sebuah perusahaan. Perusahaan adalah tempat terjadinya kegiatan produksi dan berkumpulnya semua faktor produksi. Dengan menerbitkan saham, memungkinkan perusahaan-perusahaan yang membutuhkan pendanaan jangka panjang untuk 'menjual' kepentingan dalam bisnis - saham (efek ekuitas) - dengan imbalan uang tunai. Ini adalah metode utama untuk meningkatkan modal bisnis selain menerbitkan obligasi. Saham dijual melalui pasar primer (primary market) atau pasar sekunder (secondary market).

Pada saat kondisi perekonomian dunia yang semakin memburuk , sebagai akibat kondisi buruk yang terjadi sekarang ini di negara-negara Barat, Kepala Badan Pusat Statistik Rusman Heriawan, di Jakarta, Jumat (5/8/2011), berkesempatan menyampaikan kondisi fundamental ekonomi Indonesia. Katanya, Pertumbuhan ekonomi nasional yang diukur berdasarkan produk domestik bruto (PDB) pada triwulan II 2011 tumbuh sebesar 6,49 persen dibanding periode yang sama tahun lalu.

"Kelihatannya ini sama dengan pertumbuhan ekonomi triwulan I yang sama-sama 6,47 persen. PDB per triwulan II 2011 mencapai Rp 1.811,1 triliun. Sementara itu, PDB berdasarkan harga konstan 2000 pada triwulan ini sebesar Rp 611,1 triliun. Maka sebenarnya triwulan II lebih baik dibandingkan triwulan I," ujarnya kepada Kompas (Jumat  5/8/2011 ).

Menurut Rusman, dibandikan struktur PDB triwulan yang sama tahun lalu;
sektor industri pengolahan memberikan kontribusi terbesar dengan 24,3 persen, sektor pengangkutan dan komunikasi tumbuh paling tinggi dengan 10,7 persen, sektor perdagangan, hotel dan restoran tumbuh sebesar 9,6 persen, sektor listrik, gas, dan air bersih dengan 4 persen.

Dibandingkan semester yang sama tahun lalu, pada semester I tahun ini,
impor memberikan dukungan terbesar dengan pertumbuhan sebesar 15,8 persen ekspor tumbuh sebesar 14,9 persen pembentukan modal tetap bruto tumbuh 8,3 persen konsumsi rumah tangga tumbuh 4,5 persen, konsumsi pemerintah tumbuh 3,7 persen.

Tetapi katanya, Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada Kuartal II 2011 diperkirakan 6,43 persen, turun dari 6,46 persen pada Kuartal I tahun 2011. Badan Pusat Statistik (BPS) mengapresiasi pertumbuhan konsumsi pemerintah, yang pada triwulan II tahun 2011 ini naik 4,5 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya. Berdasarkan struktur PDB Penggunaan triwulan ini, konsumsi pemerintah berada di tempat ketiga dengan 8,3 persen. Sementara, komponen pengeluaran rumah tangga mendominasi dengan 54,3 persen. Jika melihat perkembangan selama semester I terhadap semester yang sama tahun lalu, konsumsi pemerintah juga tumbuh dengan persentase sebesar 3,7 persen. Angka pertumbuhan ini beda tipis dengan konsumsi rumah tangga sebesar 4,5 persen. Perlu dicatat, tahun lalu itu (pertumbuhan) masih negatifdan di tahun 2010 pertumbuhan year on year-nya semester I itu masih kontraktif.

Permintaan dosmetik tetap menjadi pendorong utama pertumbuhan, walaupun ekspor yg tumbuh juga menjadi pendorong lainnya. Selain itu, komponen modal tetap bruto merupakan yang terbesar kedua dengan 31,6 persen, dan ekspor bersih sebesar 1,9 persen.

Apakah ekonomi Indonesia masih cukup kuat menghadapi kondisi buruk perekonomian dunia selama empat tahun ke depan? Pakar manapun, pihak manapun, termasuk Kompas.com seharusnya lebih selektif menyampaikan fakta dan pemikiran. Selama ini, pengamat sering menjawab pertanyaan prinsip dengan menggunakan data formal yang kurang valid. Bahkan sering, pengamat menggunakan dasar (fundamental) yang tidak relevan menjawab fakta yang riil. Oleh karena itu, setiap informasi perlu ditelaah dan disikapi lebih bijak.

Terlepas dari data yang membingungkan diatas, maka kondisi Fundamental Ekonomi Indonesia dapat dijelaskan sebagai berikut :

Dalam stuktur ekonomi nilai produksi bertumbuh antara 4 sampai dengan 24 persen. Perdagangan luar negeri defisit sekitar 0,9 persen (Ekspor-Impor). Pertumbuhan modal dalam negeri sebagian besar bersifat konsumtif (konsumsi rumah tangga 4.5 persen dan konsumsi pemerintah 3,7 persen).

Idealnya, analisa ekonomi secara sederhana dapat digunakan memahami kondisi ekonomi saat ini. Perekonomian Nasional (Makro) tidaklah sebatas ‘aksi jual atau beli saham’ dan perekonomian global tidak sebatas ekspor atau impor. Apalagi aksi ‘spekulasi’ (ambil untung) tidak akan mudah mempengaruhi kondisi ekonomi selama empat tahun ke depan.

Maka, dengan Merujuk Analisa Fundamental ekonomi diatas maka data yang disampaikan BPS dapat menunjukkan kondisi ekonomi Indonesia sebagai berikut :

Peningkatan PDB, setidaknya senilai total riil Rp 611,1 triliun (harga konstan) harus diakui sebagai pertumbuhan nyata. Tetapi harus disadari bahwa perbedaan nilai PDB riil dan nominal merupakan gambaran inflasi riil atau ‘deflator PDB’ atau yang barangkali sekarang ini diistilahkan ‘pembicara ekonomi’ sebagai bubble (semu). Perbandingan angka Rp 611,1 triliun dengan Rp 1.811,1 triliun menunjukkan ada peningkatan ‘harga-harga umum’ (inflasi) sebesar 296,37 persen selama tahun 2010-2011.  Angka Inflasi yang sangat menyakitkan bagi masyarakat konsumen.  Pertumbuhan di berbagai sector industri antara 4 – 24 persen dapat diprediksi sebagai penyumbang utama kepada peningkatan PDB sebesar 6,43 persen, yang terutama didukung oleh peningkatan ‘usaha pengolahan, komunikasi dan pengangkutan’.

Seandainya peningkatan ini bersumber dari sektor-sektor unggulan dalam negeri atau pebisnis dalam negeri, baranbgkalai peningkatan ini akan sangat bermanfaat bagi peningkatan kesejahteraan rakyat Indonesia.

Defisit Ekspor Netto semakin mempertegas bahwa industri domestik belum mampu memasuki pasar luar negeri atau bahkan memenuhi selera pasar domestic. Pertumbuhan modal dalam negeri yang lebih cenderung bersifat konsumtif, dalam jangka panjang dapat menyebabkan perilaku produktif masyarakat luntur.

Bagaimana menyikapi kondisi buruk perekonomian dunia?

Peningkatan pagu hutang Amerika kebanyakan disikapi berlebihan oleh para ‘pembicara ekonomi’ sebagai mengalirnya investasi ke dalam negeri. Apa ya? Ekonomi global memang seakan lagi tanpa batas, namun Amerika maupun Eropa tidaklah sedekat perkiraan kita dengan Indonesia. Fundamental ekonomi mengukur kedekatan itu dalam hal transaksi internasional (ekspor dan impor) dan perjanjian dagang lainnya. Kalau transaksi internasional Indonesia sebagian besar dilakukan ke kedua Negara itu, kekawatiran bias saja dimaklumi. Selanjutnya, investasi tidak terlepas dari return (sukubunga dan kepercayaan). Selama sukubunga di dalam negeri tidak menjanjikan, jangan harap investasi akan mudah digapai.

Data BPS menunjukkan bahwa modal dalam negeri bertumbuh lebih kecil dibandingkan impor. Ini menunjukkan bahwa pertumbuhan PDB yang terjadi diprediksi berasal dari modal domestic bukan dari luar negeri, padahal sukubunga di Indonesia tergolong lebih besar dibandingkan di Amerika dan Eropa. Oleh karena itu, Indonesia belum tentu menjadi tujuan Investasi bagi Amerika. Sebaliknya, seandainya pejabat dan pebisnis Indonesia mampu menggaet Investasi, maka, basis industri domestik harus diperkuat yaitu industri yang produknya dibutuhkan selera konsumen Indonesia dan mampu diproduksi oleh pebisnis domestic. Oleh karena itu, yang paling penting dilakukan oleh pemerintah dan pebisnis Indonesia adalah survey ‘perilaku konsumen Indonesia’. Sedangkan membangun infrastruktur dan yang lainnya tergantung kepada kebutuhan.

No comments:

Post a Comment

Saran-Kritik-Komentar Anda sangat bermanfaat.
Terima Kasih Telah Bergabung.