KULIAH PUBLIK: Ekonomi Modern

SOSIAL MEDIA

PIKIRKAN YANG BAIK ~ o ~ LAKUKAN YANG TERBAIK ~ o ~ Ini Kuliah MetodeCHAT ~ o ~ Cepat_Hemat_Akrab_Terpadu ~ o ~ Silahkan Membaca dan Berkomentar

Ketahui Bagaimana Kondisi Ekonomi dan Bisnis Anda Terkini

  Baru-baru ini, pemerintah telah mulai melonggarkan mobilitas seiring menurunnya kasus covid-19. Sementara pada Juli hingga awal Agustus ek...

Showing posts with label Ekonomi Modern. Show all posts
Showing posts with label Ekonomi Modern. Show all posts

Thursday, November 11, 2021

Ketahui Bagaimana Kondisi Ekonomi dan Bisnis Anda Terkini


 

Baru-baru ini, pemerintah telah mulai melonggarkan mobilitas seiring menurunnya kasus covid-19. Sementara pada Juli hingga awal Agustus ekonomi diakui alami pelemahan cukup signifikan.

Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers usai Rapat Dewan Gubernur (RDG), Selasa (21/9/2021), mengatakan bahwa Ekonomi Indonesia diperkirakan terus berlanjut sejalan dengan vaksiansi, ekspor yang kuat, pembukaan sektor-sektor semakin kuat dan dari fiskal dan moneter. Pertumbuhan ekonomi pada 2021 diperkirakan tetap kisaran proyeksi BI 3,5% sampai 4,3%. Di dalam negeri, perekonomian domestik membaik bertahap dipengaruhi mobilitas masyarakat dengan pelonggaran PPKM sebagai respons penanganan covid yang semakin baik Agustus hingga September 2021 aktivitas domestik baik.

Bank Indonesia (BI) memandang pemulihan ekonomi nasional terus berlanjut. Diperkirakan hingga akhir tahun 2021, pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 3,5-4,3%. Perbaikan pada sisi eksternal, yang ditandai dengan neraca pembayaran indonesia (NPI) didorong oleh surplus neraca perdagangan. Neraca perdagangan US$ 4,7 miliar surplus, tertinggi sejak Desember 2006, dipengaruhi peningkatan ekspor komoditas utama, cpo, biji logam. Inflasi juga terjaga rendah karena belum kuatnya permintaan domestik. "BI komitmen menjaga stabilitas harga melalui pusat dan daerah TPI dan TPID, guna menjaga inflasi ihk pada kisaran target 3,5% plus minus 1% pada 2021 dan 2022.

Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut optimisme pelaku bisnis pada triwulan I 2019 akan lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya. Kendati demikian, kondisi bisnis masih terus tumbuh, meski tak kencang di tengah pelemahan ekonomi global. Nilai indeks tendensi bisnis Indonesia pada triwulan I 2019 menurut survei pada sekitar 5.000 pelaku usaha adalah 103,54. Angka itu lebih rendah ketimbang pada triwulan IV yang mencapai 104,71. Indeks tendensi bisnis 103,54 persen terutama karena order dari luar negeri. Pengusaha sudah membaca prediksi dari berbagai lembaga keuangan bahwa ekonomi Indonesia tahun ini tak mudah dilalui, masih ada perang dagang dan pengaruhnya pada harga komoditas.

Menurut komponen pembentuk, tercatat hanya order dari luar negeri yang nilainya kurang dari 100 yakni hanya 99,04, sedangkan order dari dalam negeri 108,49, harga jual produk 105,89, dan order barang input 100,74. Sementara, peningkatan kondisi bisnis diperkirakan terjadi pada 14 kategori lapangan usaha. Yang paling tinggi terjadi pada jasa kesehatan dan kegiatan sosial mencapai 118,09, real estate 116,28, dan jasa keuangan dan asuransi 115,23. Sedangkan terendah pada jasa lainnya administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib, 96,01 pada pertambangan dan penggalian, lalu 96,64 jasa lainnya. Angka yang masih di atas 100, menunjukkan kondisi bisnis Indonesia masih bagus. “Kondisi bisnis masih terus tumbuh, namun tingkat optimisme pelaku bisnis diperkirakan lebih rendah.

Setelah dilakukan survei ke 34 provinsi menurut prediksi BPS terjadi penurunan keyakinan, juga terjadi pada sisi indeks tendensi konsumen. Indeks pada triwulan I 2019 diperkirakan sebesar 104,03 yang menunjukkan kondisi ekonomi konsumen akan meningkat, namun dengan optimisme yang lebih rendah jika dibandingkan triwulan IV 2018 yang sebesar 110,54.

Survei Indikator Politik Indonesia menemukan sebagian besar masyarakat menganggap kondisi ekonomi nasional buruk, terutama saat pandemi Covid-19 saat ini. Sebanyak 44,1% responden menilai kondisi ekonomi masih buruk, sementara yang berpendapat baik hanya 16,1%. Survei yang dilakukan Indikator tersebut berlangsung pada September 2021 dengan melibatkan 1.200 responden dari seluruh provinsi di Indonesia.  Sejak September, ada 30,6% yang mengatakan buruk, 7,4% mengatakan sangat buruk terhadap isu ekonomi nasional. Kalau ditotal 44% mengatakan ekonomi nasional dalam keadaan buruk. Sisanya, sekitar 33,3% responden menilai kondisi ekonomi nasional sedang saja, 0,7% menjawab ekonomi sangat baik, dan sisanya 5,7% responden tidak menjawab. Responden yang mengatakan ekonomi nasional lebih buruk saat pandemi Covid-19 mempunyai latar belakang pekerjaan di sektor informal. Umumnya mereka yang tidak memiliki fix income (pendapatan tetap), sektor informal.

Berdasarkan laporan Indikator, sebanyak 1.200 responden dipilih secara acak dari kumpulan sampel acak survei tatap muka langsung yang dilakukan pada Maret 2018 - Juni 2021. Sebanyak 296.982 responden yang terdistribusi secara acak di seluruh nusantara pernah diwawancarai secara tatap muka langsung dalam rentang 3 tahun terakhir. Secara rata-rata, sekitar 71% di antaranya memiliki nomor telepon. Jumlah sampel yang dipilih secara acak untuk ditelepon sebanyak 7.250 data, dan yang berhasil diwawancarai dalam durasi survei yakni, sebanyak 1.200 responden. Dengan asumsi metode simple random sampling, ukuran sampel 1.200 responden memiliki toleransi kesalahan sekitar 2,9% pada tingkat kepercayaan 95%.

Menteri Investasi Bahlil Lahadalia menanggapi hasil survei ini, dan menyampaikan bahwa temuan Indikator terkait ketidakpuasan masyarakat terhadap kondisi ekonomi nasional itu tidak terlalu menggembirakan bagi pemerintah. Meski demikian, pemerintah terus berupaya memulihkan ekonomi nasional. Hasilnya, kondisi ekonomi Indonesia sudah lebih baik dibanding negara-negara lain di Asia Tenggara. Kuartal keempat pertumbuhan ekonomi kita pada 2020 hampir minus 3, tapi kuartal I 2021 tumbuh sampai 0,75. Pertumbuhan ekonomi pada kuartal II 2021 menunjukkan kenaikan siginifikan sebesar 7,07%. Perekonomian Indonesia akan berangsur membaik. Pemerintah bersama jajarannya menjalankan sejumlah strategi agar kondisi ekonomi nasional terus membaik dan berbanding lurus dengan kepuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintah. Strategi ke depan agar kepercayaan publik tetap terjadi, dalam ekonomi penciptaan lapangan kerja yang berkualitas tetap dijaga. Kemudian mendorong kawasan-kawasan pertumbuhan ekonomi baru. Dihimbau seluruh pemangku kepentingan untuk menjalankan kolaborasi ekonomi demi memperbaiki kondisi saat ini. Selain itu, investor diminta untuk berinvestasi di sejumlah daerah agar dapat berkolaborasi dan mendorong perkembangan usaha, menengah, kecil, dan mikro (UMKM). Pada akhirnya, hal itu dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional secara masif.

Ini Tanda tanda Bisnis Anda Punya Kondisi Keuangan yang Sehat

1. Tingkat Pengeluaran Tidak Melebihi Pemasukan.

Keuntungan hanya bisa terjadi apabila jumlah pemasukan melebihi pengeluaran. Masalahnya, jika bisnis Anda mengalami pemasukan tinggi, kemungkinan besar pengeluaran akan ikut meningkat. Oleh karena itu, Anda harus mengatur strategi agar peningkatan pengeluaran tersebut sejalan dengan peningkatan keuntungan. Misalnya, apabila keuntungan Anda meningkat sebanyak 5% selama periode waktu tertentu, pastikan pengeluaran bisnis Anda juga tidak lebih dari 5% selama periode waktu yang sama.

2 Mempunyai Dana Cadangan

Tidak ada yang benar-benar tahu kondisi bisnis Anda di masa depan. Misalnya, salah satu klien besar tiba-tiba membatalkan kontrak sehingga Anda kehilangan sebagian besar pemasukan. Hal tersebut pasti akan mengubah kondisi bisnis Anda, membuat Anda harus melakukan adaptasi seperti pemotongan anggaran keuangan pada sektor-sektor tertentu. Oleh sebab itu, bisnis Anda baru bisa dikatakan sehat apabila Anda memiliki dana cadangan. Dana cadangan akan membantu bisnis Anda untuk tetap beroperasi jika terjadi hal-hal di luar rencana.

3 Pertumbuhan Positif Saldo Uang Tunai Anda.

Sebagian besar pebisnis biasanya akan langsung menginvestasikan kembali kkentungannya ke bisnis mereka agar terus berkembang. Namun, ingatlah bahwa hal tersebut bisa membuat saldo uang tunai Anda berkurang meskipun aset berlimpah. Ketika Anda mendadak membutuhkan uang tunai, Anda pun terpaksa berutang untuk menutupi kekurangan uang tunai tersebut. Padahal, utang biasanya tidak terlepas dari bunga, yang tentu akan membuat Anda mengeluarkan lebih banyak uang untuk melunasinya. Jadi lebih baik Anda membagi keuntungan perusahaan untuk diinvestasikan sedikit ke dalam bisnis dan sisanya digunakan untuk mengisi dana cadangan.

4 Tingkat Rasio Utang Cenderung Rendah

Ada dua jenis rasio utang yang perlu Anda perhatikan, yaitu rasio utang dengan aset (debt-to-assets ratio) dan rasio utang dengan ekuitas (debt-to-equity ratio). Debt-to-assets ratio digunakan untuk mengukur seberapa besar jumlah aktiva perusahaan yang dibiayai dengan total uang. Sedangkan, debt-to-equity ratio adalah rasio yang digunakan para analisis dan investor untuk melihat seberapa besar utang perusahaan jika dibandingkan ekuitas perusahaan atau para pemegang saham.

Idealnya, bisnis yang sehat memiliki tingkat rasio utang rendah. Namun, khusus debt-to-asset, Anda harus menjaga agar rasio utang dan aset berada pada kondisi maksimal 1:2.

Apabila kondisi keuangan bisnis Anda menunjukkan keempat tanda di atas, Anda tidak perlu khawatir karena artinya bisnis Anda memiliki kondisi keuangan yang sehat.

Salah satu cara yang bisa Anda lakukan untuk menjaga kondisi keuangan bisnis yang sehat adalah dengan rutin membuat laporan keuangan. Dengan begitu, Anda bisa selalu mengetahui kondisi terkini keuangan bisnis Anda dan memastikannya selalu target.


Baca juga :

www.jurnal.id

www.cnbcindonesia.com

https://katadata.co.id

Sunday, June 09, 2019

Fintech, Pemain Asing Dalam Sistem Finansial

Operasi Abu-abu

Kehadiran lembaga pinjaman berbasis online lewat teknologi finansial (tekfin) saat ini semakin menambah urgensi pentingnya perlindungan terhadap data pribadi. Kehadiran tekfin yang seharusnya bisa menjadi alternatif masyarakat dalam mengakses kebutuhan finansial justru tercemar karena adanya kasus-kasus yang mengatasnamakan/ mengakui perusahaannya sebagai perusaahaan tekfin, padahal basis usaha mereka sangat erat kaitannya dengan praktik pinjaman yang menarik bunga tinggi. Kebanyakan pinjaman berbasis online ini bergerak di jasa peer-to-peer lending (P2P Lending), beroperasi secara ilegal dan tidak terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Idealnya, kelahiran fintech bisa mendisrupsi peran agen. Skema penyaluran pinjaman bisa langsung antara kreditur (P2P lending) dengan debitur, tidak melibatkan offline channel. Namun, pada segmen pasar seperti UMKM masih belum sepenuhnya bisa beradaptasi dengan skema seperti itu. Selain agen, disebutkan bahwa hampir semua fintech memiliki perantara seperti lending partner, contohnya koperasi. Melalui skema inilah online lender atau investor mendistribusikan dana melalui rekanannya, seperti agen, baik berbentuk koperasi atau badan usaha lainnya

Wakil Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Nurhaida menyebutkan peran agen dalam menggarap UMKM masih penting. UMKM masih belum mengenal teknologi dengan baik, oleh karena itu pencarian informasi belum menggunakan situs atau media sosial. Nah, pada gap inilah bisa diisi oleh peran agen. Perusahaan financial technology (fintech) tetap membutuhkan agen atau offline channel dalam menggarap pasar usaha mikro kecil menengah (UMKM) untuk saat ini. Bisa jadi ini pula yang membuat banyak perusahaan fintech, seperti peer to peer (P2P) lending lebih memilih pasar pinjaman darurat yang cenderung pinjaman konsumer, bukan pinjaman produktif.

Bagaimanapun juga, UMKM adalah pasar yang gemuk untuk lembaga jasa keuangan. Pasar ini sangat layak digarap. Nurhaida memaparkan, sebanyak 70% UMKM masih belum memiliki akses pembiayaan di Indonesia. Hanya 30% dari jumlah UMKM di Indonesia yang sudah bisa akses keuangan, baik melalui bank dan nonbank. Pembiayaan menjadi salah satu faktor penting bagi UMKM karena bagian dari darah pengembangan bisnis atau naik kelas ke level yang lebih tinggi.

Bank atau nonbank tidak bisa membiayai karena beberapa hal. Letak UMKM yang di pelosok Tanah Air tidak memungkinkan dijangkau oleh bank dan nonbank. Bila pun akan digarap akan memakan biaya yang sangat besar. Problem UMKM yang tidak memiliki administrasi pendirian usaha, laporan keuangan, dan lain-lain menjadi faktor pengganjal untuk melenggangkantongi pinjaman. Dan satu lagi, faktor agunan menjadi paling banyak dihadapi oleh UMKM. Banyak UMKM yang tidak memiliki agunan sebagaimana yang lazim diprasyaratkan bank dalam pengajuan pinjaman.

Bank versus Fintech

Belakangan ini memang kehadiran fintech dianggap sebagai disruptor bagi pelaku institusi keuangan yang ada. Di sisi lain, kehadiran fintech yang masih memiliki keterbatasan akses langsung pada instrumen pasar modal, membuka peluang bagi institusi keuangan untuk berkolaborasi dan membawa dampak positif bagi kedua belah pihak.

"Sudah waktunya bagi institusi keuangan, khususnya broker untuk membuka diri dengan bermitra dan berinovasi bersama fintech. Tidak dapat dihindari, kolaborasi adalah kata kunci bagi fintech dan institusi keuangan. Hadirnya open API menjadi jembatan bagi perusahaan fintech untuk memberikan layanan investasi terintegrasi. Kini nasabah dapat menikmati investment journey yang cukup dari aplikasi yang disediakan perusahaan fintech. Melalui hal tersebut, perusahaan fintech tidak harus memikirkan investasi khusus dalam membangun ekosistem pasar modal yang menjadikan aplikasinya sebagai one stop solution bagi nasabahnya. Nasabah pun tidak perlu repot lagi mencari aplikasi broker untuk memenuhi kebutuhan investasinya," ungkap Idah Tjung dalam acara Fintech and Financial Institutions: Collaboration through Open API yang digagas Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) di Jakarta, Jumat (24/5/2019).

Aspek Penting Bagi Para Pelaku Fintech

Dalam paparan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang dibawakan oleh Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK, Nurhaida belum lama ini, terpapar analisis mengenai aspek perlindungan konsumen pada layanan financial technology (fintech). Aspek-aspek ini harus menjadi pertimbangan dasar saat akan menggunakan jasa atau produk fintech. Baik peer to peer (P2P) lending ataupun fintech lainnya. Bila tidak ada aspek-aspek tersebut pada fintech, masyarakat lebih baik menjaga jarak alias menjauh saja dari perusahaan fintech tersebut. Ada empat aspek yang harus menjadi perhatian para pelaku fintech di Indonesia. Ini pun harus dipahami dan dijadikan pertimbangan oleh masyarakat saat ingin menggunakan fintech.

Pertama, kelengkapan informasi dan transparansi produk atau layanan. Kelengkapan tersebut antara lain meliputi penyediaan informasi secara lengkap terkait produk yang ditawarkan. Termasuk saat ada pembaruan pada produk, harus diinformasikan secara gamblang kepada masyarakat. Penting juga menjadi perhatian bagi perusahaan fintech menyediakan kanal informasi yang mudah diakses oleh masyarakat. Aspek informasi yang harus disampaikan, antara lain biaya, kewajiban konsumen, syarat dan ketentuan, serta penggunaan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami. Tak terkecuali saat berkomunikasi melalui iklan atau pemasaran produk atau jasa dengan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami.
Kedua, penanganan pengaduan dan penyelesaian sengketa konsumen. Dalam masalah pengaduan dan sengketa, sudah semestinya fintech menyediakan jalur atau kanal kontak penerimaan pengaduan. Perusahaan fintech harusnya menyediakan unit atau fungsi serta prosedur standar penanganan pengaduan konsumen.
Ketiga. Tak kalah penting menyediakan informasi mekanisme alternatif penyelesaian sengketa. Masyarakat perlu berpikir seribu kali apabila perusahaan fintech tidak memiliki hal-hal tersebut. Selain kedua aspek tersebut, aspek ketiga yang harus menjadi pertimbangan masyarakat adalah keandalan sistem layanan. Dalam aspek ini, perusahaan fintech harus memiliki sistem keamanan dan aplikasi yang aman dan tersertifikasi.
Keempat. Tak hanya berhenti sampai di situ, penyedia jasa keuangan berbasis teknologi harus selalu melakukan pemeriksaan dan penyempurnaan sistem secara berkesinambungan. Memang aspek ini tidak mudah "diraba" oleh konsumen. Namun, hal ini bisa ditanyakan ke perusahaan fintech, dan yang paling mudah dirasakan adalah perubahan atau penambahan fitur-fitur yang disediakan. Ini juga jadi isu yang sangat penting dan belakangan menjadi sorotan, yakni data pribadi konsumen. Oleh karena itu, aspek perlindungan terhadap data pribadi (cyber security) harus bisa digaransi oleh perusahaan fintech. Konsumen memiliki hak untuk meminta penjelasan soal penggunaan informasi dan data yang diberikan. Di sisi penyedia fintech, mereka wajib melakukan enkripsi data yang berkaitan dengan konsumen. Data pribadi nasabah bisa dijamin keamanannya, termasuk manajemen akses data yang bisa memitigasi kebocoran data.

Fintech Berpotensi Mengganggu System Keuangan

Seperti dikutip dari laman Reuters, menurut Managing Director International Monetary Fund (IMF) Christine Lagarde, kemunculan raksasa teknologi menggunakan big data dan artificial intelligence akan menyebabkan disrupsi signifikan bagi sistem finansial dunia. Lagarde punya pandangan yang pro status quo. Alih-alih melihat financial technology (fintech) sebagai alat pemerataan, sebagaimana banyak dilihat oleh para ahli IT, Lagarde justru takut fintech akan mengganggu stabilitas sistem finansial, yang dikuasai oleh para pemain besar Barat.
"Disrupsi yang signifikan bagi lanskap finansial akan datang dari perusahaan big tech raksasa," kata Lagarde.
Perusahaan-perusahaan ini, menurut Lagarde, yang akan menggunakan big data konsumen untuk menawarkan produk-produk keuangan sesuai kebutuhan. Bukan hanya big data, perusahaan-perusahaan ini juga akan menggunakan artificial intelligence. Hal ini dikatakan Lagarde pada acara simposium pada teknologi finansial yang diadakan di sela-sela acara pertemuan menkeu G20 di Fukuoka, Jepang.
Menurut Lagarde, titik pentingnya adalah walaupun di satu sisi inovasi ini akan memodernisasi pasar finansial, tapi hal ini juga bisa membuat pasar keuangan menjadi tidak stabil.
"Karena pasar keuangan akan menjadi di bawah pengendalian sedikit raksasa teknologi. Contoh China. Sekitar lima tahun China pertumbuhan teknologi finansial luar biasa, jutaan bisa masuk ke produk finansial dan tercipta lapangan kerja baru. Tapi hal ini menyebabkan hanya dua perusahaan yang mengontrol 90% dari mobile payment," tegasnya. 

Karena itu Lagarde mengajak para regulator di negara G20 untuk sama-sama memperhatikan hal ini, dan memberikan regulasi secara tepat. Agar, di satu sisi tidak menganggu stabilitas sistem finansial. Di sisi lain, tetap membiarkan inovasi berkembang.

Konsumen Indonesia Belum Terlindungi Hukum

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Galuh Octania menyebut pemerintah perlu mendorong dan mengefektifkan perlindungan atas data pribadi. Di saat yang bersamaan, pemerintah juga terus menggalakan transaksi keuangan digital dan mendorong terwujudnya cashless society di mana peredaran uang secara fisik dibatasi. Namun minimnya penegakan hukum atas kasus penyalahgunaan data pribadi juga menjadi hambatan. RUU Perlindungan Data Pribadi harus segera difinalisasikan. Urgensi perlindungan data pribadi di era globalisasi seperti sekarang ini merupakan hal yang sangat penting mengingat informasi dapat dengan mudah diakses, disimpan dan disebarkan oleh siapapun.
“Namun pengesahan RUU ini juga tidak akan efektif kalau tidak diikuti oleh adanya penegakan hukum yang konkret untuk menimbulkan efek jera dan juga menjaga ekosistem bisnis supaya kondusif. Pengesahan RUU ini juga idealnya harus melihat semua aspek yang berkaitan dengan proteksi data pribadi masyarakat,” terang Galuh.

Galuh mengungkapkan, praktek pinjaman-pinjaman berbasis online tersebut sangat rawan terhadap praktik jual beli data pribadi. Selain karena mudahnya peminjam memberikan data pribadinya supaya mendapatkan pinjaman,  masyarakat juga belum mendapatkan edukasi yang memadai mengenai pentingnya perlindungan atas data pribadi.
“Kondisi ini diperparah dengan munculnya cara-cara penagihan hutang yang memungkinkan perusahaan mengakses data pribadi si peminjam untuk menagih hutang lewat kerabat, teman, maupun kolega yang terdapat dalam kontak-kontak tersebut. Buntutnya, hal ini dapat berakhir pada ancaman dan kekerasan kepada si peminjam,” jelasnya.

Walaupun OJK sudah melarang penyelenggara pinjaman untuk mengakses kontak dan informasi pribadi peminjam, namun peraturan tersebut terbatas hanya untuk mengatur para perusahaan yang sudah terdaftar secara legal. Faktanya, kebanyakan penyalahgunaan data justru dilakukan oleh perusahan-perusahaan yang tidak terdaftar sehingga OJK tidak mempunyai kewenangan untuk menindaklanjuti. Kurangnya penegakan hukum yang jelas salah satunya di kebocoran data pinjaman berbasis online ilegal inilah yang dapat dipertimbangkan dalam RUU Perlindungan Data Pribadi. Solusi terhadap permasalahan perlindungan data pinjaman online baik legal maupun ilegal dapat dijabarkan dengan ketentuan yang jelas. Di satu sisi, edukasi terhadap masyarakat untuk lebih berhati-hati dalam memberikan data pribadi juga penting untuk dilakukan.

Bank Indonesia (BI) akan mendorong digital open banking melalui standardisasi teknologi API (Application Programming Interface) terbuka (open API). Langkah itu jadi bagian perwujudan visi Sistem Pembayaran Indonesia (SPI) hingga 2025. Saat ini, teknologi API sudah banyak digunakan oleh pemain di sektor keuangan, baik itu perbankan maupun teknologi finansial (teknologi finansial). Namun, belum ada standardisasi terkait hal tersebut.
"Setelah ini kami akan inisiasi standardisasi open API sehingga kolaborasi akan terjadi dengan cepat. Sebenarnya kolaborasi itu sudah terjadi antara perbankan dan fintech. Contohnya pengisian ulang uang digital bisa dilakukan lewat layanan perbankan. Open API semacam colokan listrik, tapi harus distandardisasi," ujar Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI, Erwin Haryono di Gedung BI, Thamrin, Jakarta, Senin (27/5/2019).

Jika standardisasi itu telah dilakukan, maka akan tercipta inovasi model bisnis yang beragam di sektor keuangan digital. Hal serupa telah diterapkan di negara tetangga, Singapura.
"Di Singapura ada banyak inovasi model bisnis (berkat standardisasi), itu inovasi sektor finansial yang kami inginkan. Kami sangan encourage untuk terciptanya kolaborasi itu," papar Erwin kepada pers.

BI mengatakan, pihaknya akan berdiskusi lebih dulu dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan pelaku industri. Setelahnya, alurnya akan ditentukan bersama. Belum diketahui waktu pasti dari wacana standardisasi open API tersebut, sebab langkah untuk mewujudkan visi dalam cetak biru (blue-print) BI akan dilakukan secara bertahap sampai 2025.

Meningkatnya teknologi memang telah membawa kita pada kemajuan hidup, tetapi sebagai konsumen tetaplah bijak dalam bertransaksi.
Semoga bermanfaat

Simber : www.wartaekonomi.co.id

Thursday, June 06, 2019

"Jangan pernah merasa aman di posisi nyaman"

Kisah sukses pedagang “pengampas” menjadi minimarket dengan omzet belasan juta sehari


Diawali Modal Rp 125.000, Menggenjot Becak Sebagai pedagang “pengampas”

H. Azwari Siregar (45), Lulusan sebuah universitas di Mesir, yang juga sempat menjadi dosen sukses menjalankan usaha toko berkonsep minimarket. Bagaimana kisahnya?
Azwari yang biasa disapa Jojo tersebut, pada tahun 1998, kembali ke kampung halamannya di Medan, Sumatera Utara, setelah menyelesaikan studi tafsir hadits di Mesir. Sepulang menimba ilmu di negeri orang, Jojo mengabdi sebagai dosen honorer di dua universitas swasta di Medan. Saat itu, Jojo merasa tak mendapatkan hasil yang layak.

Sekitar 1,5 tahun menjadi dosen, ia memutuskan untuk “banting setir” dengan mulai merintis usaha sebagai pedagang, mengikuti jejak ayahnya. Ia bertekad ingin berdikari, tak meminta modal dan bantuan keluarga. Pada tahun 2000, ia mulai membuka toko kecil-kecilan di kawasan Medan Johor dan menjadi “pengampas” yang mengantarkan sendiri barang dari satu toko ke toko lainnya menggunakan becak.
“Karena saya pikir, kalau saya hanya diam di toko, omzet saya enggak akan bertambah,” kata Jojo.
Tak sedikit yang mencibir dan memandang Jojo sebelah mata. Ada saja yang nyeletuk, ‘Kuliah jauh-jauh cuma jadi pedagang, narik becak. Mending kuliah di sini saja’. Tapi ia tidak peduli cemoohan seperti itu.

Sekitar dua tahun mengelola toko dan menjadi pengampas, Jojo mulai berpikir untuk membesarkan tokonya. Pada 2002, dengan modal Rp 125.000, ia ingin mengisi tokonya dengan barang dagangan yang lebih banyak. Saat itu, tantangannya adalah mencari pedagang grosir yang mau memberikan kepercayaan memasok barang ke tokonya. Ketika melakukan upaya ini, Jojo berbekal nama bapaknya yang sudah dikenal untuk mendapatkan kepercayaan tersebut. Akan tetapi, hal ini ternyata tak membantu. Setelah lebih dari 10 orang didatangi, hanya ada satu orang yang memercayai Jojo, meski sebelumnya mereka belum saling mengenal.
“Dari 10 orang yang saya jumpai, ada 1 yang percaya sama saya, dia marga Purba. Dia percaya sama saya, dia antar barang dua becak. Saya sampai enggak bisa tidur dua malam, memikirkan bagaimana saya melunasi barang-barang yang saya ambil ini,” kata Jojo.
Barang yang dikirimkan ke toko Jojo total senilai Rp 2,5 juta. “Saya cuma kasih uang Rp 125.000 karena saat itu saya punyanya cuma segitu,” ujar dia.
Jojo tak patah semangat. Berapa pun penghasilan yang didapatkannya setiap hari ia setorkan kepada pedagang grosir itu untuk mencicil utangnya. Cara ini dilakukannya untuk menjaga kepercayaan dan menunjukkan kesungguhan dalam berbisnis. “Saya terus memutar otak, bagaimana agar kepercayaan semakin besar. Saya belajar dari teman-teman. Ambil barang paling mahal. Saat itu saya ambil gula. Jadi, misal gula 1 goni modal Rp 425 ribu, saya jual Rp 420.000. Saya rugi Rp 5.000. Tapi, saya kemudian jualan minuman jeruk yang kalau dihitung-hitung, saya bisa dapat untung Rp 100.000. Rugi Rp 5.000, dapat untung dari yang lain Rp 100.000. Jadi saya bisa saving Rp 95.000” papar Jojo.
Ternyata, caranya itu berhasil. Jojo mendapatkan kepercayaan yang lebih besar, bahkan bisa mendapatkan pasokan barang bernilai hingga ratusan juta rupiah.

Kembangkan Konsep Toko hingga Beromzet Belasan Juta Sehari
Pada 2008, toko Jojo sempat bergabung dengan Sampoerna Retail Community (SRC) yang saat itu masih bernama Medan Retail Community. SRC adalah wadah bagi para pelaku UKM Indonesia yang dibina secara konsisten oleh PT HM Sampoerna Tbk. (Sampoerna) agar semakin berkembang. Setelah diluncurkan 11 tahun silam, kini lebih dari 105.000 toko kelontong berada di bawah binaan SRC. Akan tetapi, Jojo sempat vakum hingga akhirnya bergabung kembali pada 2013.
Ia mengakui, inilah titik balik kemajuan usahanya. Jojo menyadari bahwa kerapian dan fisik toko yang layak akan menentukan kenyamanan konsumen dalam berbelanja. Efek jangka panjangnya, mendapatkan kepercayaan pelanggan dan omzet pun meningkat tajam. Dari pendampingan SRC, Jojo tidak hanya memeroleh edukasi dalam menata toko, tetapi juga strategi pemasaran, pengembangan SDM, hingga manajemen keuangan.
“Dari toko saya yang biasa-biasa saja, saya belajar bahwa dengan perubahan yang drastis dari tampilan toko, akan berpengaruh ke banyak hal. Kunjungan konsumen sampai omzet,” kisah dia.
Jika sebelumnya omzet toko di kisaran Rp 2 juta hingga Rp 3 juta sehari, dengan berbagai perubahan yang dilakukan, “SRC Fatih” milik Jojo kini memiliki omzet hingga belasan juta per hari. Bahkan, kini toko Jojo dikontrak eksklusif oleh sebuah produsen minuman ringan untuk digandeng sebagai mitra supplier.
“Awalnya ya karena mereka senang dengan tampilan toko saya, sampai saya dikontrak eksklusif oleh supplier minuman itu,” cerita Jojo dengan berseri-seri.
Ia mengungkapkan, pembenahan yang dilakukannya tak hanya dari sisi tampilan dan kerapian toko, tetapi juga sistem pengelolaan toko yang lebih modern. Sekarang, Jojo mengklaim ia mampu bersaing dengan toko waralaba yang saat itu menjamur di berbagai penjuru.
“Dengan didampingi SRC, saya sudah pakai digital semua sejak 2016. Sudah pakai mesin barcode, sudah pakai karyawan sendiri. Saya punya 3 karyawan. Dan saya dapat kesempatan itu berbagai pelatihan, semuanya untuk kemajuan toko,” kata Jojo.

Tak Mau Berada di Zona Nyaman
Meski sudah mapan dengan omzet belasan juta rupiah sehari, Jojo tak cepat puas. Bagi dia, tak boleh merasa aman di zona nyaman. Jojo pun memetik banyak manfaat untuk saling membesarkan usaha dari komunitas SRC.
Selain tetap mengikuti berbagai pelatihan, bersama para anggota SRC lainnya yang tergabung dalam paguyuban, ia mengembangkan sejumlah inovasi. Misalnya, ada anggota SRC yang memproduksi es krim, maka produk ini dipasarkan melalui jaringan SRC. Lama kelamaan, produksi dan penjualan semakin meningkat.
Inovasi lainnya adalah aplikasi “AYO SRC” yang baru saja diluncurkan awal Mei lalu untuk memudahkan akses para toko kelontong berbagi ilmu bisnis, mendapat informasi mengenai pembinaan UKM Sampoerna, dan memudahkan proses pengelolaan toko. Peluncuran aplikasi ini juga turut mendukung proses literasi dan infrastruktur berbasis digital pada pengembangan bisnis dan penciptaan peluang.
“Ini kan namanya saling menguntungkan, kita besar sama-sama. Saya juga mulai merambah jadi trader. Ambil barang di grosir, kalau ada lelang saya ambil, kemudian saya drop ke komunitas SRC. Intinya saling support,” kata dia.
Tak hanya toko, Jojo juga selalu mengingat prinsip yang ditekankan SRC untuk mengembangkan bisnis. Kini, ia menekuni bisnis suplemen nutrisi.
“Jangan pernah merasa aman di posisi nyaman. Di mana pun kita buka keran. Kalau hanya berkembang di satu titik, siap-siap tergilas,” ujar Jojo.


sumber : kumparan.com

Thursday, February 21, 2019

Perlakuan Perpajakan Atas Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (E-Commerce)

Baru beberapa hari tahun 2019 berjalan, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang dinakhodai Menteri Keuangan Sri Mulyani sudah menjadi pembicaraan publik. Sorotan pertama terkait disebutnya nama Sri Mulyani sebagai salah satu kandidat yang cocok menjabat Presiden Bank Dunia yang kosong setelah ditinggal Jim Yong Kim. Rasanya, walaupun hanya wacana, kabar itu masih ramai dibicarakan hingga tulisan ini dibuat pada pekan ketiga Januari 2019. Sedangkan sorotan kedua berkaitan dengan kebijakan perpajakan otoritas fiskal.
Pada 31 Desember 2018, Menteri Keuangan Sri Mulyani telah menandatangani Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 210/PMK.010/2018 tentang Perlakuan Perpajakan Atas Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (E-Commerce). Adapun latar belakang penerbitan PMK adalah pemerintah memandang perlu lebih memudahkan pemenuhan kewajiban perpajakan bagi pelaku usaha perdagangan melalui sistem elektronik (e-commerce) sehingga para pelaku usaha dapat menjalankan hak dan kewajiban perpajakan dengan mudah sesuai model transaksi yang digunakan (www.setkab.go.id). Namun, tanpa diduga, kebijakan yang direncanakan berlaku pada 1 April 2019 mendatang itu menuai pertanyaan dari Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA). Banyak alasan disampaikan idEA, yang salah satunya adalah PMK Nomor 210 tersebut dianggap menghambat keberlangsungan market place Indonesia, ketidakadilan karena penjualan via media sosial tak dikenakan pajak, hingga tidak adanya uji publik dan sosialisasi.
Merespons keluhan idEA, pertemuan pun digagas oleh Kementerian Keuangan dan melahirkan lima kesepakatan. Pertama, pedagang atau penyedia jasa tidak wajib memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP). Kesepakatan kedua, PMK Nomor 210/PMK.010/2018 dibuat bukan untuk memenuhi target penerimaan pajak. Ketiga, pelaku usaha tidak akan berpindah ke platform media sosial. Adapun yang keempat adalah untuk mewujudkan kemudahan data pelaporan dan mempermudah proses impor pengiriman barang e-commerce. Sri Mulyani bahkan secara mendadak mengadakan keterangan pers saat hendak mengikuti rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Gedung DPR/MPR/DPD, Rabu (16/1/2019.
Inti dari penjelasan Sri Mulyani bersama Ketua Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) Ignasius Untung ternyata tak jauh berbeda dari kesepakatan yang dicapai dua hari sebelumnya. Terselesaikan sementara Terlepas dari diskusi yang ada, bagaimana seharunya kita memaknai pajak e-commerce tersebut? Kita tahu, bahwa potensi besar Indonesia merupakan salah satu kekuatan utama perekonomian di Asia Tenggara. Dengan jumlah kelas menengah yang terus tumbuh, Indonesia menjadi pasar potensial bagi aktivitas perdagangan dan tidak terkecuali untuk perdagangan e-commerce.
Berdasarkan laporan McKinsey Mckinsey bertajuk "The Digital Archipelago: How Online Commerce is Driving Indonesia's Economic Development" yang dirilis pada Agustus 2018, pasar e-commerce Indonesia pada 2022 akan tumbuh menjadi 55 miliar dollar AS hingga 65 miliar dollar AS. Nilai capaian itu meningkat sekitar delapan kali lipat ketimbang 2017 yang tercatat 8 miliar dollar AS. Pemerintah Indonesia, di bawah kendali Presiden Joko Widodo, bukannya tidak menyadari potensi itu. Kantor presiden didukung lintas kementerian lembaga kemudian menyiapkan sebuah dasar hukum penting dalam merespons pertumbuhan e-commerce.
Pada 21 Juli 2017, Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Presiden Nomor: 74 Tahun 2017 tentang Peta Jalan Sistem Perdagangan Nasional Berbasis Elektronik (Road Map E-Commerce). Salah satu aspek krusial dalam perpres tersebut adalah aspek perpajakan. Setelah menunggu lama, pada awal Januari ini, PMK Nomor 210/PMK.010/2018 pun terbit. Walau sempat menghadirkan dinamika antara kalangan pelaku usaha dengan pemerintah, dalam hal ini Kementerian Keuangan, penerbitan peraturan itu patut direspons positif.
Kenapa demikian? Sebab, isu keadilan dan level of playing field yang selama ini menjadi isu antara perdagangan offline dengan e-commerce terselesaikan sementara. Keberadaan PMK Nomor 210/PMK.010/2018 diharapkan dapat menjadi momentum kesetaraan perpajakan di Tanah Air. Namun, patut juga dicatat bahwa masih ada sejumlah catatan penting sebelum peraturan tersebut diberlakukan pada 1 April 2019. Pertama dan paling utama adalah sosialisasi. Jangankan para pelaku usaha e-commerce di tingkat bawah yang notabene mayoritas usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), para petinggi perusahaan e-commerce pun belum memahami benar peraturan itu. Oleh karena itu, Ditjen Pajak Kemenkeu perlu menggelar sosialisasi demi sosialisasi agar pemahaman terhadap PMK Nomor 210/PMK.010/2018 merata.
Ragam sosialisasi yang efektif tentu dapat dibicarakan secara bersama-sama. Sosialisasi juga penting agar pelaku usaha yang selama ini berjualan via media sosial bersedia masuk ke dalam e-commerce. Sejalan dengan itu, peraturan teknis tingkat Direktorat Jenderal Pajak juga harus segera disiapkan. Dengan begitu, saat peraturan berlaku, tak ada lagi keraguan dari kedua belah pihak, yaitu fiskus pajak dan pelaku usaha e-commerce. Jalan keluar PMK Nomor 210/PMK. 010/2018 menjadi momentum demi tercapainya keadilan perpajakan. Namun, keberadaan peraturan ini juga menjadi awal dalam pengembangan e-commerce di Tanah Air.
Potensi yang besar dari sisi nilai transaksi selama ini belum diikuti kebijakan yang tepat. Pemicunya adalah data perihal e-commerce yang belum menyatu, walaupun Badan Pusat Statistik (BPS) sudah memulai pendataan. Padahal, data yang tepat merupakan awal dari kebijakan yang pas pula. Dalam hal ini, peran serta dan sikap proaktif petinggi perusahaan e-commerce menjadi mutlak. Hal itu agar seluruh data e-commerce dapat dikoleksi dan diolah oleh otoritas terbaik dalam melahirkan kebijakan secara tepat.
Tentu, kita masih teringat pesan Presiden Joko Widodo saat menghadiri ulang tahun salah satu perusahaan e-commerce Indonesia. Kepala Negara mendorong agar pelaku UMKM masuk ke dalam ekosistem e-commerce, apalagi jumlah UMKM di Tanah Air begitu besar hingga mencapai 56 juta. Jadi, jangan sampai keberadaan PMK Nomor 210/PMK.010/2018 justru menciutkan nyali pelaku UMKM untuk bergabung ke perusahaan e-commerce. Di titik inilah perlu kehati-hatian menjalankan kebijakan yang tertuang peraturan tersebut. Tentum semua demi kemajuan e-commerce Indonesia!

Penulis : William Henley Pendiri Indosterling Capital
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Memaknai Pajak E-Commerce "

Thursday, September 20, 2018

Gejolak Kurs Dollar Yang Liar Diberbagai Negara


Faktor-faktor Penentu Kurs

Sejumlah besar faktor memengaruhi nilai mata uang. Apakah dolar AS terdepresiasi dalam kaitannya dengan mata uang lain tergantung pada kebijakan moneter kedua negara, neraca perdagangan, tingkat inflasi, kepercayaan investor, stabilitas politik, dan status mata uang cadangan. Ekonom, pengamat pasar, politisi, dan pemimpin bisnis secara hati-hati memantau campuran faktor ekonomi yang selalu berubah dalam upaya untuk menentukan bagaimana dolar bereaksi.

Kebijakan moneter
Berbagai faktor ekonomi dapat berkontribusi terhadap depresiasi dolar AS. Ini termasuk kebijakan moneter, inflasi, permintaan mata uang, pertumbuhan ekonomi, dan harga ekspor. Di Amerika Serikat, Federal Reserve (bank sentral negara itu, biasanya hanya disebut The Fed), menerapkan kebijakan moneter untuk memperkuat atau melemahkan dolar AS. Pada tingkat yang paling dasar, penerapan apa yang dikenal sebagai kebijakan moneter "mudah" memperlemah dolar, yang dapat menyebabkan depresiasi. Jadi, misalnya, jika Fed menurunkan suku bunga atau menerapkan langkah-langkah pelonggaran kuantitatif seperti pembelian obligasi, dikatakan sebagai "pelonggaran." Pelonggaran terjadi ketika bank sentral mengurangi suku bunga, mendorong investor untuk meminjam uang.
Karena dolar AS adalah mata uang fiat, yang berarti bahwa itu tidak didukung oleh komoditas berwujud (emas atau perak), itu dapat dibuat dari udara tipis. Ketika lebih banyak uang diciptakan, hukum penawaran dan permintaan masuk, membuat uang yang ada kurang berharga.

Inflasi
Ada hubungan terbalik antara tingkat inflasi AS versus mitra dagangnya dan depresiasi mata uang atau apresiasi. Secara relatif, inflasi yang lebih tinggi terdepresiasi mata uang karena inflasi berarti bahwa biaya barang dan jasa meningkat. Barang-barang itu kemudian harganya lebih mahal untuk dibeli oleh negara lain. Meningkatnya harga menurunkan permintaan. Sebaliknya, barang-barang impor menjadi lebih menarik bagi konsumen di negara dengan inflasi yang lebih tinggi untuk membeli.

Permintaan untuk Mata Uang
Ketika mata uang suatu negara diminati, mata uangnya tetap kuat. Salah satu cara mata uang tetap diminati adalah jika negara mengekspor produk yang ingin dibeli oleh negara lain dan menuntut pembayaran dalam mata uangnya sendiri. Meskipun AS tidak mengekspor lebih banyak dari impor, tetapi telah menemukan cara lain untuk menciptakan permintaan global yang sangat tinggi untuk dolar AS.
Dolar AS adalah apa yang dikenal sebagai mata uang cadangan. Mata uang cadangan digunakan oleh negara-negara di seluruh dunia untuk membeli komoditas yang diinginkan, seperti minyak dan emas. Ketika penjual komoditas ini menuntut pembayaran dalam mata uang cadangan, permintaan buatan untuk mata uang itu dibuat, menjaganya agar tetap lebih kuat daripada yang seharusnya.
Di Amerika Serikat, ada kekhawatiran bahwa minat China yang meningkat untuk memperoleh status mata uang cadangan untuk yuan (juga dikenal sebagai renmimbi) akan mengurangi permintaan untuk dolar AS. Kekhawatiran serupa mengepung gagasan bahwa negara-negara produsen minyak tidak akan lagi menuntut pembayaran dalam dolar AS. Pengurangan permintaan buatan untuk dolar AS kemungkinan akan terdepresiasi dolar.

Perlambatan Pertumbuhan
Ekonomi yang kuat cenderung memiliki mata uang yang kuat. Ekonomi yang lemah cenderung memiliki mata uang yang lemah. Menurunnya pertumbuhan dan keuntungan perusahaan dapat menyebabkan investor mengambil uang mereka di tempat lain. Minat investor yang berkurang di negara tertentu dapat melemahkan mata uangnya. Saat spekulan mata uang melihat atau mengantisipasi pelemahan, mereka dapat bertaruh melawan mata uang, menyebabkannya melemah lebih jauh.

Turun Harga Ekspor
Ketika harga untuk produk ekspor utama jatuh, mata uang dapat terdepresiasi. Sebagai contoh, dolar Kanada (dikenal sebagai loonie) melemah ketika harga minyak turun karena minyak adalah produk ekspor utama untuk Kanada.

Bagaimana dengan Neraca Perdagangan?
Negara seperti manusia. Beberapa dari mereka membelanjakan lebih dari yang mereka hasilkan. Ini, seperti diketahui oleh setiap investor yang baik, adalah ide yang buruk karena menghasilkan utang. Dalam kasus Amerika Serikat, negara mengimpor lebih banyak dari pada ekspor, dan telah melakukannya selama beberapa dekade.
Salah satu cara Amerika Serikat mendanai jalannya yang boros adalah dengan menerbitkan utang. China dan Jepang, dua negara yang mengekspor sejumlah besar barang ke Amerika Serikat, membantu membiayai pembelanjaan defisit AS dengan meminjamkan uang dalam jumlah besar. Sebagai imbalan atas pinjaman, Amerika Serikat menerbitkan surat berharga AS Treasury (pada dasarnya IOUs) dan membayar bunga kepada negara-negara yang memegang sekuritas tersebut. Suatu hari, hutang itu akan jatuh tempo dan para kreditur akan menginginkan uang mereka kembali. Jika kreditur percaya bahwa tingkat utang tidak berkelanjutan, para ahli teori percaya bahwa dolar akan melemah. Neraca perdagangan juga dipengaruhi oleh harga ekspor, inflasi, dan variabel lainnya. Neraca perdagangan berubah sebagai akibat dari faktor ekonomi lainnya, itu tidak menyebabkan faktor-faktor tersebut. Untuk wawasan lebih lanjut tentang masalah ini, baca Analisis Ekonomi Global - Penghargaan Mata Uang dan Penyusutan.

Persamaan Kompleks
Sejumlah faktor lain yang dapat berkontribusi terhadap depresiasi dolar termasuk ketidakstabilan politik (baik dalam negara tertentu atau kadang-kadang di negara tetangganya), perilaku investor (penghindaran risiko), dan melemahnya fundamental ekonomi makro. Ada hubungan yang rumit antara semua faktor ini, sehingga sulit untuk mengutip satu faktor yang akan mendorong depresiasi mata uang dalam isolasi. Sebagai contoh, kebijakan bank sentral dianggap sebagai pendorong signifikan depresiasi mata uang. Jika Federal Reserve AS menerapkan suku bunga rendah dan program pelonggaran kuantitatif yang unik, orang akan mengharapkan nilai dolar melemah secara signifikan. Namun, jika negara-negara lain menerapkan langkah-langkah pelonggaran yang lebih signifikan dan / atau investor mengharapkan langkah-langkah pelonggaran AS untuk menghentikan dan upaya bank sentral asing untuk meningkatkan, kekuatan dolar sebenarnya dapat naik. Dengan demikian, berbagai faktor yang dapat mendorong depresiasi mata uang harus dipertimbangkan relatif terhadap semua faktor lainnya. Tantangan-tantangan ini menghadirkan hambatan besar bagi investor yang berspekulasi di pasar mata uang, seperti yang terlihat ketika nilai franc Swiss tiba-tiba runtuh pada 2015 sebagai akibat dari bank sentral negara itu membuat langkah mengejutkan untuk melemahkan mata uang. Untuk wawasan tambahan tentang depresiasi mata uang, lihat Penyusutan Mata Uang.

Penyusutan: Baik atau Buruk?
Pertanyaan apakah depresiasi mata uang baik atau buruk sangat tergantung pada perspektif. Jika Anda adalah chief executive officer dari perusahaan yang mengekspor produknya, depresiasi mata uang baik untuk Anda. Ketika mata uang negara Anda lemah relatif terhadap mata uang di pasar ekspor Anda, permintaan untuk produk Anda akan naik karena harga untuk mereka jatuh untuk konsumen di pasar sasaran Anda. Di sisi lain, jika perusahaan Anda mengimpor bahan baku untuk menghasilkan selesai Anda produk, depresiasi mata uang adalah berita buruk. Mata uang yang lebih lemah berarti akan lebih mahal bagi Anda untuk mendapatkan bahan mentah, yang akan memaksa Anda untuk meningkatkan biaya produk jadi Anda (berpotensi menyebabkan berkurangnya permintaan untuk mereka) atau menurunkan margin keuntungan Anda. Dinamika serupa adalah tempat untuk konsumen. Dolar yang lemah membuatnya lebih mahal untuk mengambil liburan Eropa atau membeli mobil baru yang diimpor. Ini juga dapat menyebabkan pengangguran jika bisnis majikan Anda menderita karena meningkatnya biaya bahan baku impor yang merugikan bisnis dan memaksa PHK. Di sisi lain, jika bisnis majikan Anda melonjak karena meningkatnya permintaan dari pembeli asing, itu dapat berarti upah yang lebih tinggi dan keamanan kerja yang lebih baik.

Gejolak Dollar Tiga Tahun Terakhir

Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo, di Gedung BI, (Kamis, 7/5/2015) mengatakan menguatnya mata uang dolar memang terjadi tidak hanya pada nilai tukar rupiah saja tetapi terjadi hampir seluruh mata uang negara di dunia. Bank Indonesia (BI) memprediksi mata uang dolar Amerika Serikat akan terus menguat sejalan dengan ekonomi Amerika yang terus membaik. Nilai tukar rupiah ini merupakan urutan ketiga. Enggak hanya mata uang Indonesia yang lemah terhadap dolar, negara-negara lain seperti Brazil dan Turki juga terdepresiasi.

Sepanjang 2014, nilai tukar rupiah terhadap mata uang dolar mengalami depresiasi sebesar 1,8%. Sejak akhir Desember hingga Mei, nilai tukar rupiah sudah mengalami depresiasi sebesar 5,7%. Hal itulah yang menjadi penyebab nilai tukar rupiah menembus sekitar Rp. 13.000. Brazil pada 2014 terdepresiasi 12% dan sepanjang 2015 ini melemah 15%, artinya mata uangnya goyang. 4-5 tahun Amerika berupaya memulihkan ekonominya. Untuk memulihkan ekonominya sampe menurunkan tingkat bunga dan menggelontorkan uang murah ke seluruh dunia. Ekonomi Amerika tahun 2014-2015 mulai pulih kembali dan akan berdampak pada kenaikan tingkat suku bunga Fed Fund Rate. BI memperkirakan akan ada kenakan Fed Fund Rate dari 0,25% menjadi 7%. Suku bunga Amerika ini sudah 4 tahun tidak naik. Ekonomi Amerika yang mulai membaik ini akan membuat mereka menaikkan tingkat suku bunga fed fund rate pelan-pelan. Hal itulah yang membuat kondisi secara global, yakni mata uang dolar akan menjadi perkasa atau menguat secara teratur karena ada proses pemulihan ekonomi Amerika.

Perang dagang antara Amerika Serkat (AS) dengan China yang kian memanas berdampak pada pelemahan sejumlah mata uang dunia, termasuk Rupiah. Indonesia tercatat menjadi negara ASEAN dengan pelemahan mata uang terdalam terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Rupiah tercatat telah terdepresiasi hingga 12,9% sepanjang tahun ini dengan pergerakan Rp 13.281 hingga Rp 14.999 (year to date/ytd). Nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus terdepresiasi, hingga pada perdagangan spot exchange, Jumat (29/6/2018) Rupiah dibuka melemah 18 poin atau 0,13% menjadi Rp14.403 per USD.

Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsi (Okezone, Jumat, 29/6/2018) menyatakan, Rupiah memang mengalami imbas dari gejolak ekonomi global, kendati demikian kondisi Mata Uang Garuda ini jauh lebih baik ketimbang negara emerging market lainnya. Isu perang dagang itu benar-benar menjadi perhatian sektor global, semua pasar bahkan terkoreksi. Kita bukan yang terburuk. Depresiasi terdalam dialami oleh negara Argentina dan Turki. Paling buruk Argentina dan Turki, di mana sejak Januari hingga saat ini (year to date) mata uang Argentina terdepresiasi 32%, disusul Turki sebesar 18%. Sementara, mata uang Brasil terdepresiasi 14%, Rusia sebesar 9%, India sebesar 7,7%, Filipina sebesar 6,7%, serta Indonesia sebesar 5,7%. Mata uang Singapura juga turut terdepresiasi 2,4%, Thailand sebesar 1,6%, juga Hong Kong sebesar 0,4%. Hong Kong itu jarang sekali depresiasi. Biasanya dolar AS menguat, dolar Hong Kong menguat, tapi ini melemah. 0,4% itu artinya pelemahan yang besar buat mata uangnya.

Berdasarkan data RTI (Kamis, 6/9/2018), rupiah sudah terdepresiasi hingga 0,27%. Sedangkan mata uang negara ASEAN lainnya yang tertekan dolar AS adalah ringgit Malaysia sebesar 0,13%. Sementara itu mata uang negara Singapura dan Filipina berhasil menguat terhadap dolar AS. Masing-masing 0,15% dan 0,27%. Meski terlemah di antara negara ASEAN lainnya, kondisi ekonomi Indonesia saat ini diyakini masih jauh lebih baik ketimbang saat krisis 1998. Saat krisis 1998, hampir seluruh indikator ekonomi Indonesia menunjukkan kondisi yang tidak baik. Contohnya, pertumbuhan ekonomi yang minus dan inflasi yang melambung tinggi. Namun, pelemahan rupiah tidak terlalu besar karena kondisi ekonomi makro cukup stabil. Bahkan BI sebelumnya telah melakukan aksi antisipasi dengan menaikkan suku bunga acuan selama beberapa kali.

Pemerintahan Presiden Jokowi telah melakukan langkah-langkah yang konkret dan terus-menerus untuk mengatasi masalah ini termasuk melakukan langkah koordinasi dengan Bank Indonesia selaku otoritas yang bertanggung jawab soal stabilitas nilai tukar dan OJK (Otoritas Jasa Keuangan, red) selaku pengawas industri jasa keuangan.

Kurs USD saat Jokowi dilantik pada 20 Oktober 2014 adalah sekitar Rp 12.030, dimana USD pernah berada di kisaran Rp 14.800 pada 24 September 2015. Namun, kini USD di kisaran Rp 14.400.

Berikut adalah perbandingan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang empat negara di ASEAN dan negara Asia lainnya:

Tiga tahun lalu, Dolar AS setara dengan peso Argentina (ARS) 9,1. Tapi dua tahun silam, ARS terdepresiasi. Nilai tukar Dolar AS kemudian menjadi ARS 14,8. Setahun kemudian ARS kembali terdepresiasi. Dolar menguat menjadi setara ARS 16,8. Sedangkan enam bulan lalu, Dolar menguat menjadi setara ARS 18,6. Bahkan sebulan silam ARS makin terdepresiasi, hingga saat ini Dolar setara ARS 27,1. Memang size ekonomi Indonesia dengan Argentina memang berbeda, tapi depresiasi ARS ini sudah mencapai 300 persen dalam tiga tahun terakhir.

Demikian pula dengan rupee India (INR). Sekitar sepuluh tahun lalu nilai tukar Dolar terhadap mata uang ini setara dengan INR 42,1. Lima tahun lalu Dolar menjadi setara INR 59,3. Adapun setahun lalu, Dolar sudah menjadi INR 64,3. Sebulan silam kurs INR terhadap Dolar kian anjlok. Dolar menjadi setara INR 67,1. Berdasar catatan terkini, Dolar sudah menjadi setara 68,5.

Demikian juga, depresiasi lira Turki (TRY). Tiga tahun lalu, Dolar setara TRY 2,63. Namun pada dua tahun lalu, Dolar terkerek menjadi TRY 2,88. Setahun lalu kurs Dolar menguat kembali menjadi TRY 5,3. Sementara pada enam bulan lalu, Dolar menjadi TRY 4,65. Kini, Dolar di posisi TRY 4,84. Dalam jangka waktu tiga tahun TRY mengalami depresiasi, dari setiap Dolar AS setara TRY 2,63 menjadi TRY 4,84. Size ekonomi Turki hampir mendekati Indonesia sebagai emerging market country walaupun secara spesifik mempunyai banyak juga perbedaan dalam hal sumber daya alam, sistem ekonomi, struktur pasar dan beberapa para meter.

Depresiasi yang terjadi pada ARS, INR maupun TRY menjadi bukti bahwa ada permasalahan di banyak negara emerging market. Artinya, menguatnya Dolar  bukan persoalan Indonesia saja. Ini persoalan global.

Mengutip Bloomberg, (Senin, 16/7/2018), rupiah dibuka di angka 14.393 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 14.378 per dolar AS. Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 14.387 per dolar AS hingga 14.416 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah melemah 6,07 persen.

Analis senior CSA Research Institute Reza Priyambada (Antara) mengatakan, berdasarkan Kurs Referensi Jakartaa Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok di angka 14.396 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan patokan pada Jumat lalu yang ada di angka 14.358 per dolar AS. Pelemahan di awal seiring imbas masih terapresiasinya laju dolar AS dan masih melemahnya Euro. Rupiah memang sempat melemah di awal karena melemahnya Euro dan juga kenaikan inflasi yang memicu anggapan kenaikan suku bunga Bank Sentral AS atau the Federal Reserve (the Fed).

Di sisi lain, meski Bank Indonesia meminta perbankan untuk menahan kenaikan bunga kreditnya, namun Bank Indonesia juga memproyeksikan adanya surplus neraca perdagangan di bulan Juni sehingga cukup direspons positif. Pergerakan rupiah yang mulai terapresiasi diharapkan dapat kembali terjadi seiring masih adanya sentimen positif dari dalam negeri dan dapat mengimbangi sentimen global. Namun demikian, masih terdepresiasinya sejumlah mata uang lainnya terhadap dolar AS patut diwaspadai imbasnya terhadap Rupiah.

Gubernur BI Agus Martowardojo di Gedung BI, Jakarta, (Kamis, 15/2/2018) menjelaskan, nilai tukar rupiah tercatat Rp 13.620/US$ year to date, terdepresiasi 0,46%.  Sebelumnya awal tahun, Januari ada penguatan kemudian terjadi pelemahan dan itu terjadi lebih karena perkembangan di Amerika berdampak ke seluruh mata uang di dunia termasuk negara berkembang termasuk di Indonesia. Perbaikan ekonomi Amerika ditandai dengan kemajuan investasi, konsumsi dan lapangan kerjanya telah membawa tren ekonomi Amerika yang membaik. Hal ini berdampak kepada Indonesia diikuti sejauh ini diperkirakan bunga akan dinaikkan Maret, Juni dan Desember.

Deputi Gubernur BI Mirza Adityaswara menambahkan pelemahan rupiah terjadi setelah data tenaga kerja Amerika Serikat, dimana hal itu juga yang menyebabkan mata uang di seluruh dunia melemah terhadap dolar AS. Per 9 Februari 2017 secara month to date nilai tukar rupiah melemah 1,76%. Selain Indonesia, negara lain juga mengalami depresiasi seperti Rusia melemah 3,68%, Turki 1,8%, Brazil 3,4%, Singapura 3,5%.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo (Katadata.co.id, Selasa, 24/4/2018) menyatakan pelemahan terjadi imbas penguatan tajam dolar AS yang dipicu oleh meningkatnya imbal hasil (yield) surat berharga AS dan meningkatnya ekspektasi kenaikan suku bunga di Negeri Paman Sam tersebut. Selain itu, ada juga tiga faktor di dalam negeri yang menjadi penyebab pelemahan rupiah. Ppenguatan dolar AS di hari Senin (23/4/2018) masih dipicu oleh meningkatnya yield US treasury bills mendekati level psikologis 3% dan munculnya kembali ekspektasi kenaikan suku bunga Fed Fund Rate (FFR) sebanyak lebih dari tiga kali selama 2018. Kenaikan yield dan suku bunga di AS dipicu oleh meningkatnya optimisme investor terhadap prospek ekonomi AS seiring berbagai data ekonomi AS yang terus membaik. Selain itu, meningkatnya tensi perang dagang antara AS dan Tiongkok.

Pada Senin (23/4/2018), dolar AS tercatat menguat terhadap semua mata uang negara maju. Yen Jepang terdepresiasi 0,25%, yuan Tiongkok 0,27%, dolar Singapura 0,35%, dan euro 0,31%. Mayoritas mata uang negara berkembang, termasuk Indonesia, juga melemah. Untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah (IDR) sesuai fundamentalnya, Bank Indonesia telah melakukan intervensi baik di pasar valas maupun pasar SBN dalam jumlah cukup besar. Dengan upaya tersebut, rupiah yang pada hari Jumat (20/4/2018) sempat terdepresiasi sebesar 0,70%, hanya mengalami pelemahan 0,12% pada Senin (23/4/2018), lebih rendah dari depresiasi yang dialami mata uang negara berkembang lainnya. Secara rinci, peso Filipina melemah 0,32%, rupee India 0,56%, baht Thailand 0,57%, peso Meksiko 0,89%, dan rand Afrika Selatan 1,06%.

Kondisi serupa juga tampak jika dilihat dalam rentang waktu yang lebih panjang. Sejak awal April (month to date), rupiah melemah 0,91%, lebih kecil daripada pelemahan mata uang beberapa negara berkembang seperti baht Thailand 1,04%, rupee India 1,96%, peso Meksiko 2,76%, rand Afsel 3,30%. Sementara itu, jika dilihat sejak awal tahun 2018 (year to date), rupiah melemah 2,35%, lebih ringan dibandingkan pelemahan mata uang beberapa negara berkembang lain seperti real Brasil 3,06%, rupee India 3,92%, peso Filipina 4,46%, dan lira Turki 7,17%.

BI akan terus memonitor dan mewaspadai risiko berlanjutnya tren pelemahan nilai tukar rupiah yang dipicu oleh gejolak global maupun kondisi domestik. Gejolak global yang dimaksud yaitu dampak kenaikan suku bunga AS, perang dagang AS-Tiongkok, kenaikan harga minyak, dan eskalasi tensi geopolitik terhadap berlanjutnya arus keluar asing dari pasar SBN dan saham Indonesia. Sementara itu, kondisi domestik berupa kenaikan permintaan valas oleh korporasi domestik untuk kebutuhan pembayaran impor, utang luar negeri, dan dividen yang cenderung meningkat pada triwulan II. Bank Indonesia akan tetap berada di pasar untuk menjaga stabilitas rupiah sesuai fundamentalnya.

Pada perdagangan di pasar spot, Selasa (24/4/2018), nilai tukar rupiah dibuka menguat 0,39% terhadap dolar AS ke posisi 13.921. Pada pukul 10.50 WIB, rupiah tercatat menguat 0,64% ke level Rp 13.886 per dolar AS. Penguatan tersebut yang terbesar di antara negara-negara Asia lainnya.

Selama 2017, dolar turun sekitar 10% terhadap mata uang mitra dagangnya. Dengan kebijakan perdagangan presiden Trump yang cenderung mengarah pada perdagangan bebas yang lebih sedikit dan tarif yang lebih terang, serta retorika dari pejabat kunci yang menunjukkan keinginan dolar yang lebih lemah, akankah AS melihat harga yang lebih tinggi untuk barang-barang konsumsi yang diimpor dan, oleh karena itu, inflasi yang lebih tinggi?

Kabar baiknya adalah bahwa pengaruh nilai tukar yang lebih lemah terhadap inflasi tidak terlalu besar di AS, hanya karena lebih banyak kontrak perdagangan dieksekusi dalam dolar AS daripada mata uang lainnya. Sebuah studi 2015 (pdf) mencatat bahwa 93% dari impor AS dihargai dalam dolar. Studi ini memperkirakan bahwa "depresiasi 10% dari dolar relatif terhadap mitra dagangnya akan meningkatkan inflasi IHK kumulatif dua tahun oleh 0,4-0,7 poin persentase." Studi ini menyimpulkan bahwa jika dolar terdepresiasi, ekspor AS menjadi lebih murah sedangkan jika mata uang negara lain terdepresiasi, hasilnya adalah mark up, laba, dan inflasi konsumen yang lebih besar.

Jumlah inflasi ini akan setara dengan sekitar $ 165 per tahun untuk pekerja rata-rata di California atau New York, sekitar 12% dari biaya transportasi tahunan mereka atau 13% dari biaya utilitas. Ini adalah jumlah yang material tetapi masih, tidak sepenting dampak dari mata uang yang menurun di negara-negara di mana inflasi lebih sensitif terhadap harga impor. Salah satu contoh baru-baru ini adalah Inggris di mana sesuatu yang serupa telah terjadi sejak Juni 2016. Sehingga, dominasi dolar US dalam perdagangan tetap menjadi keuntungan besar bagi konsumen AS.

Oleh karena itu, BUMN dan perusahaan swasta yang memiliki utang valas dihimbau agar dapat melakukan transaksi lindung nilai untuk memitigasi risiko dari penguatan dolar AS dan juga untuk tetap menjaga stabilitas sistem keuangan. Selama masih defisit neraca transaksi berjalan, kita perlu hati-hati, karena ini buat ketersediaan dolar kita terbatas. Selama ini defisit kita dibiayai oleh aliran dana asing yang masuk. Maka menggenjot ekspor dan menekan impor menjadi sangat penting bagi kesehatan neraca pembayaran Indonesia.

Mari berkarya, kerja kerja menghasilkan produksi domestic.


SUMBER :
qz.com
katadata.co.id
bisnis.tempo.co