Baru
beberapa hari tahun 2019 berjalan, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang
dinakhodai Menteri Keuangan Sri Mulyani sudah menjadi pembicaraan publik. Sorotan
pertama terkait disebutnya nama Sri Mulyani sebagai salah satu kandidat yang
cocok menjabat Presiden Bank Dunia yang kosong setelah ditinggal Jim Yong Kim.
Rasanya, walaupun hanya wacana, kabar itu masih ramai dibicarakan hingga
tulisan ini dibuat pada pekan ketiga Januari 2019. Sedangkan sorotan kedua
berkaitan dengan kebijakan perpajakan otoritas fiskal.
Pada
31 Desember 2018, Menteri Keuangan Sri Mulyani telah menandatangani Peraturan
Menteri Keuangan (PMK) Nomor 210/PMK.010/2018 tentang Perlakuan Perpajakan Atas
Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (E-Commerce). Adapun latar
belakang penerbitan PMK adalah pemerintah memandang perlu lebih memudahkan
pemenuhan kewajiban perpajakan bagi pelaku usaha perdagangan melalui sistem
elektronik (e-commerce) sehingga para pelaku usaha dapat menjalankan hak dan
kewajiban perpajakan dengan mudah sesuai model transaksi yang digunakan
(www.setkab.go.id). Namun, tanpa diduga, kebijakan yang direncanakan berlaku
pada 1 April 2019 mendatang itu menuai pertanyaan dari Asosiasi E-Commerce
Indonesia (idEA). Banyak alasan disampaikan idEA, yang salah satunya adalah PMK
Nomor 210 tersebut dianggap menghambat keberlangsungan market place Indonesia,
ketidakadilan karena penjualan via media sosial tak dikenakan pajak, hingga
tidak adanya uji publik dan sosialisasi.
Merespons
keluhan idEA, pertemuan pun digagas oleh Kementerian Keuangan dan melahirkan
lima kesepakatan. Pertama, pedagang atau penyedia jasa tidak wajib memiliki
nomor pokok wajib pajak (NPWP). Kesepakatan kedua, PMK Nomor 210/PMK.010/2018
dibuat bukan untuk memenuhi target penerimaan pajak. Ketiga, pelaku usaha tidak
akan berpindah ke platform media sosial. Adapun yang keempat adalah untuk
mewujudkan kemudahan data pelaporan dan mempermudah proses impor pengiriman
barang e-commerce. Sri Mulyani bahkan secara mendadak mengadakan keterangan
pers saat hendak mengikuti rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Gedung
DPR/MPR/DPD, Rabu (16/1/2019.
Inti
dari penjelasan Sri Mulyani bersama Ketua Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA)
Ignasius Untung ternyata tak jauh berbeda dari kesepakatan yang dicapai dua
hari sebelumnya. Terselesaikan sementara Terlepas dari diskusi yang ada,
bagaimana seharunya kita memaknai pajak e-commerce tersebut? Kita tahu, bahwa
potensi besar Indonesia merupakan salah satu kekuatan utama perekonomian di
Asia Tenggara. Dengan jumlah kelas menengah yang terus tumbuh, Indonesia
menjadi pasar potensial bagi aktivitas perdagangan dan tidak terkecuali untuk
perdagangan e-commerce.
Berdasarkan
laporan McKinsey Mckinsey bertajuk "The Digital Archipelago: How Online
Commerce is Driving Indonesia's Economic Development" yang dirilis pada
Agustus 2018, pasar e-commerce Indonesia pada 2022 akan tumbuh menjadi 55
miliar dollar AS hingga 65 miliar dollar AS. Nilai capaian itu meningkat
sekitar delapan kali lipat ketimbang 2017 yang tercatat 8 miliar dollar AS.
Pemerintah Indonesia, di bawah kendali Presiden Joko Widodo, bukannya tidak
menyadari potensi itu. Kantor presiden didukung lintas kementerian lembaga
kemudian menyiapkan sebuah dasar hukum penting dalam merespons pertumbuhan
e-commerce.
Pada
21 Juli 2017, Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Presiden
Nomor: 74 Tahun 2017 tentang Peta Jalan Sistem Perdagangan Nasional Berbasis
Elektronik (Road Map E-Commerce). Salah satu aspek krusial dalam perpres
tersebut adalah aspek perpajakan. Setelah menunggu lama, pada awal Januari ini,
PMK Nomor 210/PMK.010/2018 pun terbit. Walau sempat menghadirkan dinamika
antara kalangan pelaku usaha dengan pemerintah, dalam hal ini Kementerian
Keuangan, penerbitan peraturan itu patut direspons positif.
Kenapa
demikian? Sebab, isu keadilan dan level of playing field yang selama ini
menjadi isu antara perdagangan offline dengan e-commerce terselesaikan
sementara. Keberadaan PMK Nomor 210/PMK.010/2018 diharapkan dapat menjadi
momentum kesetaraan perpajakan di Tanah Air. Namun, patut juga dicatat bahwa
masih ada sejumlah catatan penting sebelum peraturan tersebut diberlakukan pada
1 April 2019. Pertama dan paling utama adalah sosialisasi. Jangankan para
pelaku usaha e-commerce di tingkat bawah yang notabene mayoritas usaha mikro
kecil dan menengah (UMKM), para petinggi perusahaan e-commerce pun belum
memahami benar peraturan itu. Oleh karena itu, Ditjen Pajak Kemenkeu perlu
menggelar sosialisasi demi sosialisasi agar pemahaman terhadap PMK Nomor
210/PMK.010/2018 merata.
Ragam
sosialisasi yang efektif tentu dapat dibicarakan secara bersama-sama.
Sosialisasi juga penting agar pelaku usaha yang selama ini berjualan via media
sosial bersedia masuk ke dalam e-commerce. Sejalan dengan itu, peraturan teknis
tingkat Direktorat Jenderal Pajak juga harus segera disiapkan. Dengan begitu,
saat peraturan berlaku, tak ada lagi keraguan dari kedua belah pihak, yaitu
fiskus pajak dan pelaku usaha e-commerce. Jalan keluar PMK Nomor 210/PMK.
010/2018 menjadi momentum demi tercapainya keadilan perpajakan. Namun,
keberadaan peraturan ini juga menjadi awal dalam pengembangan e-commerce di
Tanah Air.
Potensi
yang besar dari sisi nilai transaksi selama ini belum diikuti kebijakan yang
tepat. Pemicunya adalah data perihal e-commerce yang belum menyatu, walaupun
Badan Pusat Statistik (BPS) sudah memulai pendataan. Padahal, data yang tepat
merupakan awal dari kebijakan yang pas pula. Dalam hal ini, peran serta dan
sikap proaktif petinggi perusahaan e-commerce menjadi mutlak. Hal itu agar
seluruh data e-commerce dapat dikoleksi dan diolah oleh otoritas terbaik dalam
melahirkan kebijakan secara tepat.
Tentu,
kita masih teringat pesan Presiden Joko Widodo saat menghadiri ulang tahun
salah satu perusahaan e-commerce Indonesia. Kepala Negara mendorong agar pelaku
UMKM masuk ke dalam ekosistem e-commerce, apalagi jumlah UMKM di Tanah Air
begitu besar hingga mencapai 56 juta. Jadi, jangan sampai keberadaan PMK Nomor
210/PMK.010/2018 justru menciutkan nyali pelaku UMKM untuk bergabung ke
perusahaan e-commerce. Di titik inilah perlu kehati-hatian menjalankan
kebijakan yang tertuang peraturan tersebut. Tentum semua demi kemajuan
e-commerce Indonesia!
Penulis : William Henley Pendiri Indosterling Capital
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Memaknai Pajak E-Commerce "
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Memaknai Pajak E-Commerce "
No comments:
Post a Comment
Saran-Kritik-Komentar Anda sangat bermanfaat.
Terima Kasih Telah Bergabung.