G20
(atau Kelompok Dua Puluh) adalah forum internasional untuk pemerintah dan
gubernur bank sentral dari 19 negara dan Uni Eropa. Didirikan pada tahun 1999
dengan tujuan untuk membahas kebijakan yang berkaitan dengan promosi stabilitas
keuangan internasional, telah memperluas agendanya sejak 2008 dan kepala
pemerintahan atau kepala negara, serta menteri keuangan dan menteri luar
negeri, telah secara berkala memberikan di puncak sejak itu. Ia berupaya
mengatasi masalah yang melampaui tanggung jawab organisasi manapun.
G20
sejatinya sudah menugaskan Organisation for Economic Co-operation and
Development [OECD] untuk melihat kembali kepatuhan pajak dari perusahaan internet
yang mengambil untung besar di negara-negara dengan hukum pajak yang cukup
longgar, seperti di Irlandia. Sebab, perusahaan tersebut diduga tidak membayar
pajak sama sekali, meski mendapatkan keuntungan yang besar.
Kepala
OECD Angel Gurria mengatakan hasil penugasan dari G20 sejatinya sudah
menghasilkan peta jalan terkait solusi pengejaran pajak perusahaan internet
dalam jangka panjang mulai 2020. Peta jalan itu telah disepakati oleh 129
negara. Namun, proses pengenaan pajak belum juga diimplementasikan.
Sebelumnya,
para menteri keuangan yang menjadi perwakilan masing-masing negara memang telah
membicarakan topik pengenaan pajak bagi Google, Facebook, dan perusahaan
internet lainnya di dunia.
Pelbagai
negara anggota forum G20 kembali membahas cara untuk memajaki perusahaan
internet raksasa, seperti Google dan Facebook. Topik tersebut dibahas di
pertemuan rutin yang bertajuk G20 Ministerial Symposium on International
Taxation digelar di Fukuoka, Jepang pada Sabtu (8/6/2019) waktu setempat. Dari
pertemuan itu, mayoritas menteri keuangan yang mewakili negaranya masing-masing
turut mempertimbangkan untuk mengejar pajak perusahaan internet dari tiap
perusahaan yang tersebar di seluruh dunia.
Dalam
pertemuan tersebut, turut menjadi panelis, yaitu Sekretaris Jenderal OECD Angel
Gurria, Menteri Keuangan Jepang Taro Aso, dan Menteri Keuangan China Liu Kun. Kemudian
juga hadir, Menteri Keuangan Perancis Bruno Le Maire, Menteri Keuangan Inggris
Phillip Hammond, dan Menteri Keuangan Amerika Serikat Steven Mnuchin.
Menteri
Keuangan Perancis Bruno Le Maire meminta para negara anggota G20 segera
menindaklanjuti peta jalan tersebut dengan lebih serius.
"Kita
harus bergegas. Jadwal yang tepat adalah menemukan hasil kompromi pada akhir
tahun ini," ungkapnya dalam diskusi dengan para pejabat G20.
Pandangan
Le Maire juga diamini oleh Menteri Keuangan Inggris Philip Hammond. Ia ingin
pungutan pajak terhadap perusahaan internet segera dilakukan sebagai bentuk
keadilan bagi perusahaan-perusahaan di sektor lain yang sudah menaati ketentuan
perpajakan. Artinya, pengenaan pajak tidak hanya menyasar pada bisnis di kantor
pusat perusahaan internet saja.
Menteri
Keuangan Amerika Serikat Steven Mnuchin berpandangan keinginan Perancis dan
Inggris untuk segera memungut pajak Google dan Facebook sejatinya masih
terhambat dari kesiapan konsensus yang bisa merumuskan hukum untuk jenis pajak
tersebut. Sebab, para pejabat harus pula memikirkan dampak pengenaan pajak bagi
perusahaan internet terhadap perusahaan di sektor lain. Meski begitu, ia
mengaku cukup menghargai isu yang digawangi oleh kedua negara.
"Kami
tidak mencari cara untuk menulis ulang seluruh kode pajak, tetapi kami perlu
melihat keseimbangan antara apa yang mungkin menjadi masalah dalam digital dan
bagaimana lingkungan baru ini akan mempengaruhi perusahaan non digital,"
ungkapnya.
Menteri
Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Instagram pribadinya, @smindrawati usai
menghadiri pertemuan negara-negara anggota forum G20, mengungkap cara untuk
menagih pungutan pajak dari perusahaan internet raksasa, seperti Google,
Facebook, dan lainnya. Caranya, dengan mematangkan definisi perusahaan internet
sebagai Bentuk Usaha Tetap (BUT) hingga formula dan dasar perhitungan pungutan
pajak.
Cara
utama untuk mengenakan kewajiban pajak bagi perusahaan internet adalah dengan
meredefinisikan status Bentuk Usaha Tetap (BUT) bagi perusahaan tersebut.
Sebab, status itu membuat pemerintah bisa mengenakan pajak atas operasional
bisnis perusahaan di negara lain. Sekalipun, kantor pusatnya tidak di negara
tersebut. Misalnya, Google berkantor pusat di Amerika Serikat, namun melakukan
operasional bisnis di Indonesia, maka otoritas pajak di Tanah Air bisa memajaki
Google karena sudah berstatus BUT.
"Salah
satu aspek perpajakan adalah tidak hanya berdasarkan kehadiran secara fisik
dari para pengusaha yang melakukan kegiatan di Indonesia. Oleh karena itu, saat
ini prioritas tertinggi adalah melakukan redefinisi dari BUT," tulis Sri
Mulyani.
Cara
lain, adalah dengan membentuk formulasi kebijakan bersama yang disepakati oleh
antar negara-negara G20. Formulasi kebijakan itu berisi soal perhitungan
kualitatif mengenai persentase pasti dari tarif pajak bagi perusahaan internet.
Kemudian,
katanya, perlu juga untuk mendefinisikan ketentuan hukum terkait kebijakan
pengenaan pajak rendah atau bahkan tanpa pajak sama sekali. Sebab, kebijakan
ini diterapkan oleh negara tertentu dan menjadi penghambat langkah untuk
pengenaan pajak bagi perusaahan internet secara serempak.
"Tantangan
lain adalah bagaimana mendefinisikan low
or no tax jurisdictions dan juga bagaimana mengalokasikan hak pemajakan,
terutama formula dan dasar perhitungannya," terangnya.
Sri
Mulyani juga menekankan pentingnya kemajuan dalam hal pengenaan pajak bagi
perusahaan internet. Pasalnya, pengguna internet di seluruh dunia terus
meningkat dari waktu ke waktu. Begitu pula di Indonesia.
Akan
sukses kah? Kita simak fakta selanjutnya
Sumber : www.cnnindonesia.com