Kementerian
Keuangan (Kemenkeu) mengeluarkan peraturan tentang kebijakan pembayaran pajak
bagi para pelaku e-commerce di Indonesia, termasuk pembuat konten di media
sosial (Selebgram) dan YouTuber. Kebijakan itu tertuang dalam Peraturan Menteri
Keuangan (PMK) Nomor 210/PMK.010/2018 tentang Perlakuan Perpajakan atas
Transaksi Perdagangan melalui Sistem Elektronik.
Dalam
peraturan tersebut, pemerintah tidak menetapkan jenis atau besar pajak yang
akan dikenakan. Namun, pemerintah memberikan penjelasan prosedur pemajakan
untuk mendorong para pelaku usaha untuk taat pajak. Peraturan menteri ini
diterapkan dengan tujuan memberikan perlakuan yang setara antara pelaku usaha
elektronik maupun konvensional.
Beberapa
poin yang perlu dipahami dalam peraturan itu adalah
1.
Pedagang elektronik
Pedagang
yang menjajakan barang atau jasanya di marketplace, diminta untuk
memberitahukan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) kepada penyedia marketplace. Jika
belum memiliki NPWP, maka dapat segera mengurus kepemilikannya atau melaporkan
Nomor Induk Kependudukan (NIK) kepada platform marketplace yang bersangkutan.
2.
Bagi pedagang online lain yang membuka lapaknya di luar marketplace, wajib
mematuhi ketentuan terkait PPN, PPnBM, dan PPh sesuai dengan ketentuan yang
berlaku secara umum.
3.
Bagi pedagang dan penyedia jasa yang berjualan melalui platform marketplace:
a.
Memberitahukan Nomor Pokok Wajib Pajak kepada pihak penyedia platform
marketplace.
b.
Apabila belum memiliki NPWP, dapat memilih untuk (1) mendaftarkan diri untuk
memperoleh NPWP, atau (2) memberitahukan Nomor Induk Kependudukan kepada
penyedia platform marketplace.
c.
Melaksanakan kewajiban terkait PPh sesuai dengan ketentuan yang berlaku,
seperti membayar pajak final dengan tarif 0,5 persen dari omzet untuk UMKM atau
pelaku usaha dengan omzet tidak melebihi Rp 4,8 miliar setahun.
d.
Dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak bila omzet melebihi Rp 4,8 miliar
setahun, dan melaksanakan kewajiban terkait PPN sesuai ketentuan yang berlaku.
e.
Pedagang yang memiliki omzet di bawah Rp 4,8 miliar melaksanakan kewajiban PPh
yang berlaku.
4.
Penyedia platform marketplace
Sama
halnya dengan pedagang, marketplace juga harus memiliki NPWP dan dikukuhkan
sebagai PKP.
5.
Marketplace juga diminta untuk memungut, menyetor, dan melaporkan PPN juga PPh
terkait penyediaan platform kepada pedagang dan penjualan barang dagangan milik
marketplace itu sendiri.
6.
Marketplace juga bertanggung jawab untuk melaporkan rekapitulasi transaksi yang
dilakukan pedagang pengguna platform.
7.
Peraturan ini akan diberlakukan mulai 1 April 2019 mendatang. Di masa
sebelumnya, Kemenkeu akan aktif melakukan sosialisasi kepada pihak-pihak
terkait agar imbauan yang dituangkan dalam Permen ini dapat berjalan lebih
efektif.
8.
Tak ada pengawasan khusus.
Kabiro
Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu, Nufransa Wira Sakti menyatakan tidak
ada pengawasan khusus yang dilakukan saat peraturan ini resmi diberlakukan.
"Tidak ada pengawasan khusus, karena sama saja dalam pengawasan dengan
jenis bisnis yang lain. Yang beda hanya mekanisme transaksinya," kata
Nufransa (Kompas.com, Selasa. 15/1/2019).
Kementerian
Keuangan memastikan, ketentuan pajak perdagangan melalui sistem elektronik atau
e-commerce tidak mewajibkan para pedagang atau penyedia jasa online memiliki
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) saat mendaftarkan diri di platform marketplace.
Hal ini merupakan satu kesepakatan setelah Kementerian Keuangan dalam hal ini
Badan Kebijakan Fiskal, Ditjen Pajak dan Ditjen Bea Cukai bertemu dengan
Asosiasi E-commerce Indonesia (IdEA) pada Senin (14/1/2019).
"Hal
tersebut merupakan interpretasi yang tepat dan komprehensif terhadap
keseluruhan PMK 210/PMK.010/2018 tersebut," ujar Kepala Biro Komunikasi
dan Layanan Informasi Kemenkeu Nufransa Wira Sakti dalam keterangan
tertulisnya. Bagi yang belum memiliki NPWP, pedagang online yang akan mendaftar
ke platform marketplace cukup dengan memberitahukan Nomor Induk Kependudukan
(NIK). Nufransa menjelaskan diberlakukannya peraturan ini akan ada peningkatan
dan pengembangan kapasitas pegawai Ditjen Pajak yang dituntut adaptif,
mengikuti perkembangan terkini dari fenomane e-commerce.
Dalam
ketentuan umum perpajakan, seseorang yang penghasilannya di bawah penghasilan
tidak kena pajak (PTPK), tidak wajib memiliki NPWP. PTKP yang berlaku saat ini
yakni Rp 4,5 juta sebulan atau Rp 54 juta setahun.
Penerbitan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 210/PMK.010/2018 tentang Perlakuan Perpajakan
atas Transaksi Perdagangan melalui Sistem Elektronik menuai polemik, terutama
dari kalangan pelaku e-commerce. Asosiasi e-commerce Indonesia (idEA) yang menganggap
regulasi tersebut dapat menimbulkan dampak negatif di sektor perdagangan
berbasis elektronik. idEA meminta penerapan aturan pajak untuk perdagangan
melalui sistem elektronik atau e-commerce ditunda. Sejauh ini idEA belum
menghitung dampak lahirnya kebijakan ini terhadap industri e-commerce. Hanya
saja, idEa menyayangkan regulasi ini dikeluarkan pemerintah tanpa
dikomunikasikan dengan pelaku e-commerce.
"Keputusan
aturan baru ini harus ada studi dampaknya apa, risikonya apa. Menurut hemat
kita cukup besar (risiko), makanya lebih baik ditunda dulu," kata Ketua
Umum idEA Ignatius Untung.
Sebelumnya terjadi simpang siur bahwa PMK 210/PMK.010/2018
tentang Perlakuan Perpajakan atas Transaksi Perdagangan melalui Sistem
Elektronik mewajibkan para pedagang online memiliki NPWP. Namun sebenarnya di
dalam aturan itu, ada pilihan bagi para pedagang online. IdEa juga telah
menyurati Kementerian Keuangan terkait keluarnya PMK tersebut. Ia berharap ada
pembahasan dan pembicaraan nantinya bahkan melakukan studi secara kolektif.
Direktur Shopee Indonesia Handika Jahja mengatakan,
pihaknya akan mendukung regulasi apapun yang diterapkan pemerintah sepanjang
tak merugikan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Sebagai pelaku
e-commerce, Shopee ingin regulasi yang berlaku harus sesuai tujuan utama, yakni
pengembangan UMKM. "Dari segi detilnya kita masih omongin seperti apa yang
cocok. Tapi semoga rules yang dibuat nanti tidak memundurkan, tapi pasti
memajukan UKM di e-commerce," ujar Handika. Namun, Handika enggan menjawab
saat ditanya apakah aturan tersebut memberatkan UMKM karena ditarik pajak. Yang
pasti, kata dia, aturan tersebut belum tepat diberlakukan saat ini.
Diketahui,
dalam salah satu poin di PMK disebutkan bahwa pedagang dan penyedia jasa harus
memberitahukan NPWP kepada penyedia platform marketplace dan membayar pajak
sesuai ketentuan. Bila UMKM atau omzet di bawah Rp 4,8 miliar setahun, maka
tarif PPh-nya hanya 0,5 persen dari omzet. Sedangkan untuk yang beromzet di
atas Rp 4,8 miliar dalam setahun, maka harus membayar PPh sesuai ketentuan yang
ada. Sementara penyedia platform marketplace wajib memiliki NPWP dan dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). Pengusaha juga wajib memungut, menyetor,
dan melaporkan PPN dan PPh terkait penyediaan layanan platform marketplace
kepada pedagang dan penyedia jasa.
Selama
ini, beberapa kali dilakukan audiensi antara Kemenkeu dengan pelaku e-commerce
membahas soal pajak dan pengembangan UMKM. Namun, Handika mengakui bahwa
peraturan yang keluar dalam PMK tersebut belum sesuai dengan yang apa dibahas
selama ini. Jangan sampai regulasi tersebut membuat UMKM justru meninggalkan
e-commerce dan kembali berjualan di media sosial. Karena hal itu menjadi
langkah mundur dari segi keekonomian. Sebab, penjualan melalui media sosial tak
terjamin keamanannya, baik dari sisi penjual maupun pembeli. Oleh karena itu,
Handika berharap masih ada pembahasan lebih lanjut mengenai regulasi untuk
mengatur e-commerce dan UMKM mitra. "Kita kan semua pelaku e-commerce mau
bareng-bareng juga, kita diskusi supaya ada win-win solution buat semuanya.
Utamanya buat UMKM itu sendiri," kata Handika.
Tak
mau gaduh Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menjanjikan, pihaknya tidak
akan memungut pajak secara sembarangan, termasuk pajak Transaksi Perdagangan
melalui Sistem Elektronik atau e-commerce.
"Tentu
saya sebagai Menteri Keuangan harus terus menjaga iklim investasi sehingga
ketakutan tidak perlu terjadi," kata Sri Mulyani.
Sri
Mulyani mengatakan, ia ingin membangun dan menata sistem perpajakan di
Indonesia namun bukan dengan cara sembarangan bahkan merusak pondasi yang ada.
Oleh karena itu, ia mengatakan bahwa Kementerian Keuangan akan menggunakan
instrumen fiskal keuangan negara, yang mayoritas dari pengumpulan pajak, secara
aktif. "Ini sesuatu yang tidak mudah, saat ini isu mengenai perpajakan
e-commerce menjadi salah satu isu yang sedang dibahas secara internasional
juga," kata perempuan yang kerap disapa Ani itu.
Menyusul
reaksi para pelaku usaha online yang khawatir dengan aturan tersebut, bahkan
Asosiasi e-Commerce Indonesia (idEA) sempat meminta aturan itu ditunda.
"Beberapa saat lalu kami keluarkan PMK 210 dan menimbulkan reaksi. Kami
undang idEA. Aspirasinya selalu kami dengar dan konsultasikan, kami memahami
model bisnis mereka," ujar Sri Mulyani di Jakarta, Rabu (16/1/2019).
Pertama,
Sri Mulyani menegaskan bahwa aturan pajak e-commerce yang ia keluarkan bukanlah
untuk memungut pajak online. Tetapi, kata dia, hanya terkait dengan tata
caranya saja. Salah satunya yakni terkait ketentuan Nomor Pokok Wajib Pajak
(NPWP). Sri mengatakan, tidak ada keharusan para pedagang online memiliki NPWP
saat mendaftar ke platform marketplace. "Kenapa itu penting? Karena banyak
pelaku baru yang disampaikan idEA itu ibu tumah tangga, mahasiswa, murid yang
ingin mulai bisnis jadi tidak boleh ada kekhawatiran," kata dia.
Kedua,
Sri Mulyani mengatakan bahwa aturan yang ia keluarkan bukan bertujuan untuk memungut
pajak. Namun lebih untuk mendukung kegiatan ekonomi, bahkan juga memberi
insentif ke pelaku e-commerce. Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu
mengatakan, ada kekhawatiran pelaku e-commerce yang sudah ada di platform
marketplace pindah ke media sosial karena aturan ini.
Ketiga,
aturan terkait pajak e-commerce itu akan memberika kemudahan bagi
perusahan-perusahaan pengelola platform marketplace. Selama ini kata dia, para
pengelola platform marketplace terbebani dengan penyampaiaan informasi kepada berbagai
instansi terkait data e-commerce.
Pasca
adaya aturan itu, Kementerian Keuangan akan bekerjasama dengan berbagai
instansi agar tidak memberikan beban pendataan kepada para platform
marketplace. "Jadi bisa dikombinasikan koordinasinya. Bahkan, bentuk
penyampaian info akan kami upayakan sesimpel mungkin, jadi tidak perlu ada
effort khusus," kata Sri.
KABAR BAIK!!!
ReplyDeleteNama saya Lady Mia, saya ingin menggunakan media ini untuk mengingatkan semua pencari pinjaman agar sangat berhati-hati, karena ada penipuan di mana-mana, mereka akan mengirim dokumen perjanjian palsu kepada Anda dan mereka akan mengatakan tidak ada pembayaran di muka, tetapi mereka adalah penipu , karena mereka kemudian akan meminta pembayaran biaya lisensi dan biaya transfer, jadi berhati-hatilah terhadap Perusahaan Pinjaman yang curang itu.
Perusahaan pinjaman yang nyata dan sah, tidak akan menuntut pembayaran konstan dan mereka tidak akan menunda pemrosesan transfer pinjaman, jadi harap bijak.
Beberapa bulan yang lalu saya tegang secara finansial dan putus asa, saya telah ditipu oleh beberapa pemberi pinjaman online, saya hampir kehilangan harapan sampai Tuhan menggunakan teman saya yang merujuk saya ke pemberi pinjaman yang sangat andal bernama Ms. Cynthia, yang meminjamkan saya pinjaman tanpa jaminan sebesar Rp800,000,000 (800 juta) dalam waktu kurang dari 24 jam tanpa konstan pembayaran atau tekanan dan tingkat bunga hanya 2%.
Saya sangat terkejut ketika saya memeriksa saldo rekening bank saya dan menemukan bahwa jumlah yang saya terapkan dikirim langsung ke rekening bank saya tanpa penundaan.
Karena saya berjanji bahwa saya akan membagikan kabar baik jika dia membantu saya dengan pinjaman, sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman dengan mudah tanpa stres atau penipuan
Jadi, jika Anda memerlukan pinjaman apa pun, silakan hubungi dia melalui email nyata: cynthiajohnsonloancompany@gmail.com dan atas karunia Allah, ia tidak akan pernah mengecewakan Anda dalam mendapatkan pinjaman jika Anda mematuhi perintahnya.
Anda juga dapat menghubungi saya di email saya: ladymia383@gmail.com dan Sety yang memperkenalkan dan memberi tahu saya tentang Ibu Cynthia, ini emailnya: arissetymin@gmail.com
Yang akan saya lakukan adalah mencoba untuk memenuhi pembayaran cicilan pinjaman saya yang akan saya kirim langsung ke rekening perusahaan setiap bulan.
Sepatah kata cukup untuk orang bijak.