Saham vs Obligasi
Secara umum, saham dan obligasi memiliki tujuan
yang hampir sama yaitu menanamkan modal atau dana untuk meraih pundi-pundi
kekayaan dari perusahaan. Namun perbedaannya adalah, saat perusahaan
menerbitkan saham berarti mereka menjual sebagian kepemilikannya kepada pihak
lain. Nah, bedanya dengan obligasi, saat perusahaan mengeluarkan obligasi, itu
artinya mereka menerbitkan surat utang yang bisa kamu beli. Kamu yang memiliki
obligasi berhak mendapatkan pembayaran dari pokok utang ditambah dengan bunga. Jadi,
saham adalah bentuk kepemilikan suatu perusahaan yang biasanya berbentuk
dokumen. Sang pemilik saham berhak mendapat keuntungan perusahaan atau yang
kerap disebut dengan dividen.
Sedangkan obligasi itu adalah surat utang yang
dikeluarkan oleh perusahaan maupun instansi pemerintah sebagai bentuk
peminjaman uang yang kemudian akan dibayarkan kembali sebesar harga pokok utang
beserta bunga atau istilahnya disebut kupon.
Persamaan saham dan obligasi
Seperti yang sudah dijelaskan di atas kalau saham
dan obligasi itu merupakan instrumen investasi yang sangat menguntungkan dan
bisa menghasilkan banyak keuntungan. Berikut ini tiga persamaannya:
1. Memiliki klaim atas laba dan aktiva
Para pemilik saham dan obligasi memiliki klaim atas
laba dan aktiva. Pasalnya, kedua instrumen investasi ini menjanjikan kepada
para pemiliknya pendapatan yang berupa aset yaitu uang dan aset-aset lainnya. Klaim
itu terjadi pada tanggal transaksi atau saat pembelian saham dan
penandatanganan obligasi yang kemudian dapat dieksekusi saat jatuh tempo. Jadi,
intinya saham dan obligasi itu menjanjikan pendapatan bagi para pemiliknya.
2. Memiliki hak tebus
Para pemilik saham dan obligasi juga memiliki hak
tebus yaitu pilihan untuk menukar saham dan obligasi dengan uang.
3. Surat berharga
Persamaan lain antara saham dan obligasi adalah
sebagai surat berharga. Jadi, keduanya merupakan bentuk perjanjian hitam di
atas putih yang berupa perjanjian dan telah disetujui oleh kedua belah pihak. Surat
berharga tersebut sama-sama dapat diperjualbelikan di bursa efek maupun pasar
modal.
Jenis saham dan obligasi
Jenis saham:
Saham biasa (common stocks) memiliki klaim pada
pendapatan dan aset perusahaan. Namun, kewajibannya pun terbatas yang berarti
saat perusahaan bangkrut, maka kerugian yang ditanggung pemegang saham adalah
sebesar investasinya saja.
Saham preferen (preferred stock) memiliki
karakteristik saham biasa dan obligasi. Jadi, pendapatan yang diperoleh adalah
dividen yang rate-nya bersifat tetap layaknya bunga obligasi. Bahkan para
pemilik saham preferen akan memperoleh hak utama dalam pada dividen saat
perusahaan dilikuidasi.
Jenis obligasi:
Obligasi dengan jaminan (secured bonds), yaitu
jenis obligasi yang dijamin dengan jaminan tertentu. Jenis obligasi ini berupa,
obligasi dengan garansi (guaranteed bonds), obligasi dengan jaminan harta
(mortgage bonds), obligasi dengan jaminan efek (collateral bonds) dan obligasi
dengan jaminan peralatan (equipment bonds).
Obligasi tanpa jaminan (unsecured bonds), yaitu
bentuk obligasi yang diberikan hanya dalam bentuk kepercayaan semata, seperti
debenture bonds yakni obligasi yang diterbitkan pemerintah dan subordinate
bonds.
Apa yang terjadi saat perusahaan bangkrut?
Selain sumber keuntungannya yang berbeda, ada
perbedaan yang paling mencolok antara kedua instrumen investasi saham dan
obligasi yaitu saat perusahaan pailit alias bangkrut. Para investor saham akan
menjadi pihak yang paling terakhir mendapatkan dana balik saat perusahaan
mengalami kebangkrutan. Sedangkan para pemegang obligasi akan menjadi pihak
yang didahulukan untuk mendapatkan hak saat perusahaan pailit.
Jadi, saat pemilik obligasi sudah mendapatkan hak
mereka, barulah sisa uangnya dibagikan kepada para pemegang saham. Bahkan dalam
kondisi terburuk, para pemilik saham bisa tidak mendapatkan apapun saat
perusahaan bangkrut.
Lebih baik mana, investasi saham atau obligasi?
Meski sama-sama dapat memberikan cuan banyak, jelas
kedua instrumen itu memiliki perbedaan yang cukup mencolok.
Jenis investasi mana yang sebaiknya dipilih, saham
atau obligasi? Jawabannya sudah pasti balik ke profil risiko yang dapat
diterima. Artinya, investor perlu mengetahui seberapa besar risiko yang berani ditanggung.
Tiap investasi pasti memiliki keuntungan dan
risiko. Begitu pun dengan investasi saham. Menurut Parto Kawito, Direktur PT
Infovesta Utama, berikut ini keuntungan dan risiko dalam berinvestasi saham:
Keuntungan investasi saham:
1. Dividen (pembagian laba). Dividen adalah
pembagian laba yang diberikan perusahaan kepada pemegang saham. Dividen itu
sendiri berasal dari keuntungan yang dihasilkan perusahaan.
Ada dua jenis dividen, yaitu dividen tunai dan dividen
saham: Dividen tunai artinya perusahaan memberikan uang tunai untuk setiap
lembar saham kepada pemegang saham. Dividen saham artinya dividen yang
diberikan perusahaan berupa saham, jadi jumlah saham yang dimiliki investor
akan bertambah.
2. Capital gain (kenaikan harga saham). Capital
gain adalah keuntungan yang didapatkan dari kenaikan harga saham, yakni harga
jual lebih tinggi dibanding harga beli. Misalnya, kamu membeli saham A dengan
harga per lembar Rp 2.000. Kemudian kamu menjualnya di angka Rp 2.500 per
lembar. Berarti, kamu mendapatkan capital gain sebesar Rp 500 untuk setiap
lembar saham.
Risiko investasi saham:
1. Capital loss. Capital loss adalah kebalikan dari
capital gain, di mana investor menjual sahamnya lebih rendah dibanding harga beli.
Misalnya, kamu membeli saham B seharga Rp 2.000 per lembar. Tapi kamu
menjualnya di harga Rp 1.700 per lembar. Dengan demikian, kamu akan mengalami
kerugian sebesar Rp 300 per lembar.
2. Suspend. Risiko lain dari investasi saham adalah
saham terkena suspend atau diberhentikan perdagangannya oleh Bursa Efek
Indonesia (BEI). Kondisi tersebut membuat investor tidak dapat menjual atau
membeli saham saham tersebut sampai suspensi dicabut.
Jika Investor termasuk dalam kategori yang siap
menanggung risiko tinggi alias investor agresif, maka investasi saham bisa
menjadi pilihan terbaik. Pasalnya, saham itu termasuk jenis investasi jangka
panjang. Jadi, investor bisa menikmati imbal hasil yang maksimal di atas waktu
10 tahun.
Kalau investor termasuk ke dalam investor yang
konservatif alias tidak bisa menanggung risiko tinggi, maka berinvestasilah di
obligasi. Selain aman, obligasi juga menjadi pilihan yang tepat buat investor
yang mulai memasuki masa pensiun.
Panduan Investasi Saham
Investasi saham memang dikenal dengan return-nya
yang tinggi. Hal itulah yang kemudian membuat banyak orang tergiur untuk terjun
ke dalamnya. Tapi ingat bahwa Investasi saham juga memiliki risiko yang tinggi.
Makanya untuk orang awam atau pemula yang gak ngerti investasi, banyak juga
yang ragu-ragu buat mulai investasi ini.
Berikut ini ada tips dan trik dari Parto Kawito,
Direktur PT Infovesta Utama buat para investor saham pemula.
1. Ketahui profil risiko. Pasalnya, jumlah saham di
bursa efek itu ada banyak. Nah, biar tepat dalam memilih, kamu harus tahu dulu
karaktermu seperti apa. Kalau kamu termasuk orang yang nekat, kamu bisa memilih
berinvestasi di saham-saham yang
memiliki kapitalisasi pasar menengah atau kecil. Sebaliknya, kalau kamu tipe
yang hati-hati, kamu bisa memilih investasi saham BUMN dan saham-saham blue
chip. Kenapa? Karena saham-saham ini pergerakannya lebih stabil dan likuid,
sehingga risikonya pun lebih kecil.
2. Tentukan tujuan investasi. Setelah kamu
mengetahui profil risikomu, kemudian pikirkan juga apa tujuanmu berinvestasi
saham. Apakah untuk jangka panjang, menengah, atau pendek. Sebaiknya investasi
saham dilakukan setidaknya untuk jangka menengah. Soalnya kalau jangka pendek,
kamu bakal rugi lantaran mesti bayar fee broker juga. Alhasil, untung gak
seberapa, modal malah kepotong biaya broker.
Jangka pendek yang dimaksud di sini adalah trading
harian. Lagipula, kamu gak mungkin kan mantengin pergerakan saham setiap saat?
Emang gak kerja apa?
3. Ketahui waktu yang tepat untuk beli dan jual. Menurut
hasil analisa yang dilakukan oleh tim Parto selama kurun waktu 10 tahun
terakhir, waktu yang tepat untuk menjual saham adalah di bulan Mei dan beli di
bulan September atau Oktober. Mengapa? Pasalnya, pada bulan Mei banyak orang
yang menjual saham karena musim liburan. Hal itu membuat harga saham turun.
Nah, karena kamu tahu siklusnya, kamu bisa menjual
sahammu sebelum harga saham turun alias “nyolong start” sebelum yang lain
menjual sahamnya. Sedangkan di bulan September atau Oktober, harga saham
umumnya naik. Jadi kamu bisa membeli saham sebelum waktu itu atau saat harga
saham masih rendah. Dengan begitu, kamu jadi tahu kan kapan waktu yang tepat
membeli saham?
4. Jumlah investasi. Setelah mengetahui waktu yang
tepat untuk investasi, jangan keburu nafsu dulu membeli saham dengan jumlah
besar. Apalagi kalau kamu adalah investor pemula yang masih meraba-raba. Kamu
tentu gak mau kan gigit jari karena bangkrut?
Parto menyarankan agar kamu menginvestasikan 5
persen saja dari kekayaanmu. Setelah kamu mengerti cara bermain saham, baru deh
dinaikkan jumlah investasinya secara berkala. “Kini kamu sudah bisa bermain
saham dengan modal hanya Rp 2 juta. Bahkan, ada sekuritas kecil yang menawarkan
investasi saham untuk mahasiswa dengan modal Rp 500 ribu saja,” ucap Parto.
Berikut ini bagaimana cara memilih saham yang tepat :
1. Fundamental perusahaan. Meskipun jumlah uang yang kamu investasikan kecil,
tapi kamu tentu mau mendapatkan keuntungan kan. Karena itu, kamu gak bisa
sembarangan memilih saham. Hal pertama yang harus kamu lihat adalah laporan
keuangan atau fundamental dari perusahaan yang sahamnya akan kamu beli itu. Kalau
kamu lihat perusahaannya gak ada peningkatan omzet, profit turun terus, dan
banyak utang, mending langsung banting setir deh. Pilih saham lain yang lebih
prospektif dan kinerjanya lebih baik.
2. Analisa teknikal saham. Bukan hanya laporan
keuangannya saja yang harus kamu lihat. Kamu juga perlu mengetahui bagaimana
analisa grafik saham dari perusahaan tersebut. Kalau pergerakan naik turun
sahamnya gak terlalu ekstrim, kamu bisa membeli saham di perusahaan itu.
Tandanya, saham tersebut stabil dan gak rawan akan spekulasi pasar.
3. Nasihat broker atau pialang. Buat kamu para
pemula yang belum tahu betul mengenai investasi saham, penting banget untuk
meminta nasihat dari broker atau pialang untuk mengetahui apakah saham tersebut
memiliki prospek yang bagus atau tidak. Umumnya, broker juga akan menjelaskan
mengenai fundamental dan analisa teknikal dari perusahaan yang sahamnya ingin
kamu beli. Dari situ broker akan memberikan masukan, sebaiknya kamu membeli
saham tersebut atau tidak. Untuk daftar brokernya, bisa kamu lihat di Bareksa.
Main Saham Online
Investasi zaman now beda banget sama zaman dulu.
Kalau dulu beli saham lewat pialang atau broker, kini ada yang namanya saham
online. Kamu cuma perlu ponsel atau laptop dan koneksi Internet aja. Keuntungan
lain, kamu gak perlu lagi menyimpan surat tercetak yang menyatakan kamu sebagai
pemilik saham. Sebab bukti kepemilikan saham kamu sekarang ini bentuknya udah
digital. Jelas lebih praktis dari sebelumnya.
Ada yang bilang investasi saham online itu
susah-susah gampang. Malah katanya lebih banyak susahnya. Sebenarnya, investasi
saham gak susah kok asal kamu mengetahui trik-triknya. Berikut ini trik-trik
investasi saham online yang wajib kamu tahu.
1. Blue Chip, Second Liner, dan Junk
Stocks dalam saham online
Ada beberapa istilah penting dalam bursa saham yang
mesti kamu tahu. Beberapa yang perlu kamu tahu adalah Blue Chip, Second Liner,
dan Junk Stocks. Ketiga istilah tersebut dimaksudkan buat mengelompokkan
jenis-jenis saham berdasarkan kapitalisasi pasarnya.
Kapitalisasi pasar sendiri adalah jumlah saham yang
beredar dikali dengan harga saham. Dari sini kamu bakal mudah mengenali saham
ini Blue Chip, Second Liner, atau Junk Stocks.
Saham Blue Chip itu nama lain dari saham lapis satu
yang kapitalisasi pasarnya di atas Rp 40 triliun. Sementara Second liner sama
dengan saham lapis dua dengan kapitalisasi pasar Rp 500 miliar-Rp 10 triliun.
Dan Junk Stocks atau lapis tiga dengan kapitalisasi
pasar di bawah Rp 500 miliar.
2. Beli saham online yang cenderung likuid
Istilah likuid di sini berarti saham tersebut mudah
diperdagangkan. Untungnya memiliki saham likuid, kamu gak bakal mengalami
kesulitan dalam menjualnya atau menunggu waktu yang lama buat menjualnya. Buat
kamu yang emang fokusnya menjadi trader, saham likuid dan gak likuid gak boleh
luput dari perhatian. Sementara buat kamu yang pengin punya saham online
sebagai investasi jangka panjang, gak masalah kalau gak punya saham likuid.
Setidaknya, dengan jadi investor dari saham yang gak likuid, kamu menerima
dividen (untung perusahaan) dari saham setiap tahunnya. Cuma kamu benar-benar
mesti selektif pilih saham yang bakal dibeli biar di masa mendatang gak merugi.
3. Pilihnya pakai analisis: analisis fundamental
dan teknikal
Sering kali investasi saham online disamakan dengan
judi. Padahal, beli saham online perlu analisis. Bukan asal nebak pakai feeling
lalu untung seperti judi.
Sebelum memutuskan saham mana yang pengin dibeli,
kamu perlu analisis dulu, baik analisis fundamental maupun teknikal. Analisis
fundamental adalah analisis buat mengetahui sehat gaknya perusahaan yang
dilihat dari kinerja dan laporan keuangannya. Sedangkan analisis teknikal
adalah analisis yang dilakukan dengan melihat histori pergerakan harga saham.
Biasanya analisis teknikal ini mengandalkan grafik atau chart. Dari grafik
tersebut, harga saham dapat diprediksi dengan membaca candlestick hijau dan
merah.
4. Beli saat merah, jual saat hijau
Prinsip investasi saham yang dari dulu sampai
sekarang masih diyakini adalah jual saat harga naik, beli saat harga turun. Kalau
kamu perhatikan grafik atau indeks harga, warna merah menandai turunnya harga
saham. Sebaliknya, warna hijau menandai naiknya harga saham.Buat kamu yang
masih pemula, gunakan prinsip ini ketika hendak membeli saham online. Dan
jangan lupa baca psikologis pasar atau berita-berita yang beredar agar bisa
menentukan kapan waktu yang tepat.
5. Jangan panik
Ada kalanya indeks harga saham turun dalam waktu
yang cukup lama. Gak sedikit investor atau trader saham yang panik dengan
situasi seperti ini. Lagi pula siapa juga yang pengin rugi karena kehilangan
uang investasi? Seandainya kamu mengalami situasi ini cuma satu hal yang perlu
dilakukan: jangan panik.
Warren Buffet, masternya pasar modal mengatakan,
“jangan terlalu dekat melihat pasar.” Malah saat turun inilah, beli saham-saham
yang diincar mumpung harganya murah (buy). Kemudian tunggu sampai harga naik
kembali (hold).
6. Hindari ikut-ikutan beli saham yang harganya
cepat naik
Selama kamu mengikuti perkembangan harga saham
online, ada satu momen dimana terdapat satu saham yang harganya cepat banget
naik. Melihat harganya yang naik melulu bikin kamu tertarik membelinya. Boleh-boleh
aja kamu membelinya. Cuma sebaiknya kamu hindari ikut-ikutan beli saham
tersebut. Kenapa? Umumnya saham yang seperti itu lagi “digoreng”. Saham
“goreng” ini merujuk pada aksi menaikkan harga saham yang biasanya adalah saham
lapis tiga atau Junk Stocks.
Jelas aja naiknya harga saham yang selama ini gak
diperhitungkan bikin gempar. Tidak sedikit pula yang terpancing buat membeli
saham ini. Begitu sudah banyak yang membeli, ”si penggoreng” tinggal menunggu
waktu yang tepat kemudian menjual saham yang “digorengnya” itu. Saat itu
terjadi, banyak yang rugi karena ketinggalan momen menjual saham tersebut. Inilah
alasannya kenapa kamu mesti hati-hati dan sebisa mungkin menahan diri dengan
gak ikut-ikutan beli saham tersebut.
Memang buat benar-benar mengerti semua
hal yang berkaitan dengan saham itu butuh waktu. Setidaknya, dengan menerapkan trik-trik di
atas, kamu udah berada di jalur yang tepat buat meraih untung. Satu hal lagi
yang perlu kamu pahami dalam investasi saham, termasuk saham online, adalah
jangan pernah berhenti belajar dan mencari tahu.
Apa itu obligasi?
Ada yang bilang, obligasi mirip-mirip dengan utang
piutang. Lebih tepatnya, obligasi adalah surat utang berjangka yang diterbitkan
Negara ataupun perusahaan. Jangka waktunya dari 1–10 tahun. Kenyataannya,
obligasi dimunculkan dalam bentuk surat perjanjian. Surat ini merinci besaran
pinjaman, kupon, hingga tanggal jatuh tempo. Bahkan, nama pembeli alias pemilik
juga tercantum di dalamnya. Dengan kamu memiliki obligasi negara atau
perusahaan, itu berarti negara atau perusahaan berutang padamu sebesar yang
dijanjikan. Negara atau perusahaan juga bersedia mengembalikannya pada waktu
yang disepakati, dan membayarkan kuponnya setiap bulan.
Sama seperti saham, penerbitan obligasi adalah cara
buat menghimpun dana dari masyarakat. Negara yang butuh dana buat pembangunan
infrastruktur atau perusahaan yang perlu dana buat ekspansi bisnis menjadikan
obligasi sebagai solusi sumber pendanaan. Kebanyakan obligasi bisa dimiliki
siapa aja. Bahkan, investor asing diizinkan membelinya. Namun, ada juga yang penjualannya
dikhususkan buat Warga Negara Indonesia (WNI), semisal yang diterbitkan negara.
Untuk membeli obligasi, kamu bisa mendapatkannya di
pasar perdana dan pasar sekunder. Di pasar perdana, obligasi yang Initial
Public Offering atau IPO ditawarkan ke investor individu atau institusi yang
dianggap penjamin emisi atau underwriter berpotensi membeli. Sementara pasar
sekunder yang dimaksud adalah, dapat diperoleh di bursa efek atau mitra-mitra
distribusi yang ditunjuk. Misalnya, obligasi negara yang dijual mitra-mitra
distribusi semisal bank.
Apa saja jenis-jenis Obligasi
Satu hal yang perlu kamu pertimbangkan sebelum
pilih instrumen ini adalah jangka waktu investasi ini. Obligasi adalah
investasi yang punya jangka waktu tahunan. Selama jangka waktu tersebut, tidak
bisa sembarangan ditarik. Minimal setengahnya bisa ditarik, dan itu pun di
waktu tertentu.
Ada beberapa jenis investasi yang satu ini. Umumnya
jenis-jenis obligasi yang beredar tergantung dari penerbitnya.
- Obligasi perusahaan atau corporate bonds, salah
satu jenis yang diterbitkan perusahaan negara atau BUMN ataupun perusahaan
swasta. Misalnya aja PT Tiphone Mobile Indonesia Tbk yang menerbitkan senilai
Rp 500 miliar.
- Obligasi negara atau government bonds, jenis
obligasi ini diterbitkan negara. Contohnya, Oligasi Negara Ritel atau ORI.
- Obligasi daerah atau municipal bonds, jenis yang
diterbitkan Pemerintah Daerah.
Keuntungan Investasi Obligasi Lebih Besar dari
Bunga Deposito!
Popularitas obligasi sebagai investasi sejauh ini
emang masih di bawah deposito maupun saham. Namun, bukan berarti obligasi
adalah investasi yang sepi peminat. Terbukti, Obligasi Ritel Indonesia alias
ORI selalu habis jadi buruan mereka yang pengin berinvestasi. Sampai saat ini,
pemerintah lewat Kementerian Keuangan udah menerbitkan ORI sebanyak 15 kali.
ORI015 menjadi obligasi negara yang terakhir dijual tahun 2018. Bisa dibilang
ORI015 berhasil menarik minat banyak orang. Gimana gak menarik? Kupon alias return
yang ditawarkan sebesar 8,25 persen per tahun. Makanya penjualannya bisa tembus
Rp 17,6 triliun, melebihi angka yang ditargetkan Rp 10 triliun.Instrumen investasi Obligasi bukan cuma ORI, melainkan banyak jenis lainnya yang mungkin kurang begitu
gencar pemberitaannya.
Sebagai salah satu instrumen investasi,
tentu saja ada keuntungan-keuntungan yang diperoleh dengan menempatkan uang di instrumen
ini.
·Peroleh kupon secara berkala sebagai return
investasi. Kupon diberikan tiap satu bulan, tiga bulan, ataupun enam bulan
sekali. Kupon terbagi menjadi kupon tetap (fixed coupon) dan kupon mengambang
(floating/variable coupon).
·Dapat capital gain karena menjual obligasi.
Misalnya, harga pari atau awal itu 100 persen. Satu tahun berjalan ternyata
harganya naik menjadi 120 persen. Kalau kamu menjualnya di harga 120 persen,
selisihnya yang 20 persen itulah capital gain.
·Pasti dibayarkan berikut return yang diperoleh
khusus obligasi negara karena dijamin UU No. 24 Tahun 2002 atau UU No. 19 Tahun
2008.
·Untung dari kupon lebih tinggi dari untung bunga
deposito.
·Dapat dijadikan sebagai agunan.
Kekurangan menjadikan Obligasi sebagai pilihan
investasi
Ada beberapa kekurangan investasi Obligasi yang
perlu kamu tahu.
· Risiko gagal bayar yang berakibat hilangnya uang
yang jadi dana obligasi. Gak cuma uang, sisa kupon yang belum dibayarkan juga
ikut hilang. Risiko ini terjadi pada obligasi yang diterbitkan perusahaan.
Sementara buat ORI, hal ini gak berlaku.
· Besaran kupon yang diberi tergantung suku bunga
acuan Bank Indonesia. Biasanya ini terjadi buat obligasi kupon mengambang.
· Harga obligasi juga tergantung besarnya suku
bunga. Kalau suku bunga naik, harga turun. Sebaliknya, seandainya suku bunga
turun, harga jadi naik.
· Menjual saat yang tidak tepat bisa menimbulkan
kerugian atau capital loss. Karena itu, kamu harus pastikan dana yang dipakai
buat beli obligasi adalah bukanlah dana darurat. Pasalnya, bisa repot nanti
kalau sewaktu-waktu perlu dana tersebut.
Semoga informasi ini bermanfaat. Yuk mulai investasi
dari sekarang.
Selamat mencoba!
Sumber :
www.moneysmart.id