Kisah sukses
pedagang “pengampas” menjadi minimarket dengan omzet belasan juta sehari
Diawali Modal Rp 125.000, Menggenjot Becak Sebagai pedagang “pengampas”
H. Azwari Siregar
(45), Lulusan sebuah universitas di Mesir, yang juga sempat menjadi dosen
sukses menjalankan usaha toko berkonsep minimarket. Bagaimana kisahnya?
Azwari yang biasa
disapa Jojo tersebut, pada tahun 1998, kembali ke kampung halamannya di Medan,
Sumatera Utara, setelah menyelesaikan studi tafsir hadits di Mesir. Sepulang
menimba ilmu di negeri orang, Jojo mengabdi sebagai dosen honorer di dua
universitas swasta di Medan. Saat itu, Jojo merasa tak mendapatkan hasil yang
layak.
Sekitar 1,5 tahun
menjadi dosen, ia memutuskan untuk “banting setir” dengan mulai merintis usaha sebagai
pedagang, mengikuti jejak ayahnya. Ia bertekad ingin berdikari, tak meminta
modal dan bantuan keluarga. Pada tahun 2000, ia mulai membuka toko
kecil-kecilan di kawasan Medan Johor dan menjadi “pengampas” yang mengantarkan sendiri
barang dari satu toko ke toko lainnya menggunakan becak.
“Karena saya
pikir, kalau saya hanya diam di toko, omzet saya enggak akan bertambah,” kata
Jojo.
Tak sedikit yang
mencibir dan memandang Jojo sebelah mata. Ada saja yang nyeletuk, ‘Kuliah
jauh-jauh cuma jadi pedagang, narik becak. Mending kuliah di sini saja’. Tapi ia
tidak peduli cemoohan seperti itu.
Sekitar dua tahun
mengelola toko dan menjadi pengampas, Jojo mulai berpikir untuk membesarkan
tokonya. Pada 2002, dengan modal Rp 125.000, ia ingin mengisi tokonya dengan
barang dagangan yang lebih banyak. Saat itu, tantangannya adalah mencari
pedagang grosir yang mau memberikan kepercayaan memasok barang ke tokonya. Ketika
melakukan upaya ini, Jojo berbekal nama bapaknya yang sudah dikenal untuk
mendapatkan kepercayaan tersebut. Akan tetapi, hal ini ternyata tak membantu.
Setelah lebih dari 10 orang didatangi, hanya ada satu orang yang memercayai Jojo,
meski sebelumnya mereka belum saling mengenal.
“Dari 10 orang
yang saya jumpai, ada 1 yang percaya sama saya, dia marga Purba. Dia percaya
sama saya, dia antar barang dua becak. Saya sampai enggak bisa tidur dua malam,
memikirkan bagaimana saya melunasi barang-barang yang saya ambil ini,” kata
Jojo.
Barang yang
dikirimkan ke toko Jojo total senilai Rp 2,5 juta. “Saya cuma kasih uang Rp
125.000 karena saat itu saya punyanya cuma segitu,” ujar dia.
Jojo tak patah
semangat. Berapa pun penghasilan yang didapatkannya setiap hari ia setorkan
kepada pedagang grosir itu untuk mencicil utangnya. Cara ini dilakukannya untuk
menjaga kepercayaan dan menunjukkan kesungguhan dalam berbisnis. “Saya terus
memutar otak, bagaimana agar kepercayaan semakin besar. Saya belajar dari
teman-teman. Ambil barang paling mahal. Saat itu saya ambil gula. Jadi, misal
gula 1 goni modal Rp 425 ribu, saya jual Rp 420.000. Saya rugi Rp 5.000. Tapi,
saya kemudian jualan minuman jeruk yang kalau dihitung-hitung, saya bisa dapat
untung Rp 100.000. Rugi Rp 5.000, dapat untung dari yang lain Rp 100.000. Jadi
saya bisa saving Rp 95.000” papar Jojo.
Ternyata, caranya
itu berhasil. Jojo mendapatkan kepercayaan yang lebih besar, bahkan bisa
mendapatkan pasokan barang bernilai hingga ratusan juta rupiah.
Kembangkan Konsep
Toko hingga Beromzet Belasan Juta Sehari
Pada 2008, toko
Jojo sempat bergabung dengan Sampoerna Retail Community (SRC) yang saat itu
masih bernama Medan Retail Community. SRC adalah wadah bagi para pelaku UKM
Indonesia yang dibina secara konsisten oleh PT HM Sampoerna Tbk. (Sampoerna)
agar semakin berkembang. Setelah diluncurkan 11 tahun silam, kini lebih dari
105.000 toko kelontong berada di bawah binaan SRC. Akan tetapi, Jojo sempat
vakum hingga akhirnya bergabung kembali pada 2013.
Ia mengakui,
inilah titik balik kemajuan usahanya. Jojo menyadari bahwa kerapian dan fisik
toko yang layak akan menentukan kenyamanan konsumen dalam berbelanja. Efek
jangka panjangnya, mendapatkan kepercayaan pelanggan dan omzet pun meningkat
tajam. Dari pendampingan SRC, Jojo tidak hanya memeroleh edukasi dalam menata
toko, tetapi juga strategi pemasaran, pengembangan SDM, hingga manajemen
keuangan.
“Dari toko saya
yang biasa-biasa saja, saya belajar bahwa dengan perubahan yang drastis dari
tampilan toko, akan berpengaruh ke banyak hal. Kunjungan konsumen sampai
omzet,” kisah dia.
Jika sebelumnya
omzet toko di kisaran Rp 2 juta hingga Rp 3 juta sehari, dengan berbagai
perubahan yang dilakukan, “SRC Fatih” milik Jojo kini memiliki omzet hingga
belasan juta per hari. Bahkan, kini toko Jojo dikontrak eksklusif oleh sebuah
produsen minuman ringan untuk digandeng sebagai mitra supplier.
“Awalnya ya
karena mereka senang dengan tampilan toko saya, sampai saya dikontrak eksklusif
oleh supplier minuman itu,” cerita Jojo dengan berseri-seri.
Ia mengungkapkan,
pembenahan yang dilakukannya tak hanya dari sisi tampilan dan kerapian toko,
tetapi juga sistem pengelolaan toko yang lebih modern. Sekarang, Jojo mengklaim
ia mampu bersaing dengan toko waralaba yang saat itu menjamur di berbagai
penjuru.
“Dengan
didampingi SRC, saya sudah pakai digital semua sejak 2016. Sudah pakai mesin
barcode, sudah pakai karyawan sendiri. Saya punya 3 karyawan. Dan saya dapat
kesempatan itu berbagai pelatihan, semuanya untuk kemajuan toko,” kata Jojo.
Tak Mau Berada di
Zona Nyaman
Meski sudah mapan
dengan omzet belasan juta rupiah sehari, Jojo tak cepat puas. Bagi dia, tak
boleh merasa aman di zona nyaman. Jojo pun memetik banyak manfaat untuk saling
membesarkan usaha dari komunitas SRC.
Selain tetap
mengikuti berbagai pelatihan, bersama para anggota SRC lainnya yang tergabung
dalam paguyuban, ia mengembangkan sejumlah inovasi. Misalnya, ada anggota SRC
yang memproduksi es krim, maka produk ini dipasarkan melalui jaringan SRC. Lama
kelamaan, produksi dan penjualan semakin meningkat.
Inovasi lainnya
adalah aplikasi “AYO SRC” yang baru saja diluncurkan awal Mei lalu untuk
memudahkan akses para toko kelontong berbagi ilmu bisnis, mendapat informasi
mengenai pembinaan UKM Sampoerna, dan memudahkan proses pengelolaan toko.
Peluncuran aplikasi ini juga turut mendukung proses literasi dan infrastruktur
berbasis digital pada pengembangan bisnis dan penciptaan peluang.
“Ini kan namanya
saling menguntungkan, kita besar sama-sama. Saya juga mulai merambah jadi
trader. Ambil barang di grosir, kalau ada lelang saya ambil, kemudian saya drop
ke komunitas SRC. Intinya saling support,” kata dia.
Tak hanya toko,
Jojo juga selalu mengingat prinsip yang ditekankan SRC untuk mengembangkan
bisnis. Kini, ia menekuni bisnis suplemen nutrisi.
“Jangan
pernah merasa aman di posisi nyaman. Di mana pun kita buka keran. Kalau hanya
berkembang di satu titik, siap-siap tergilas,” ujar Jojo.sumber : kumparan.com