Ketika
mendengar kata bakso, mungkin kita akan terbayang pada makanan berkuah yang
disajikan dalam mangkuk, dan memakai mi beserta sayur sebagai pelengkap. Namun,
berbeda dengan yang disajikan oleh Sainah (51), warga Padukuhan Miri, Sriharjo,
Imogiri, Bantul. Bakso buatannya tidak memakai kuah, namun hanya ditusuk dalam
sebatang lidi yang telah dihaluskan. Varian yang dikembangkannya pun beraneka
macam, dari mulai bakso tusuk bakar, goreng hingga rebus. Ada juga yang dibalut
tahu, menjadi tahu bakso.
Bisnis
jajanan yang dijual Sainah memang tampak sepele. Namun, siapa sangka, di warung
miliknya yang terletak di jalan Siluk Imogiri, Rt 04, Sriharjo, Bantul, dari
bisnis bakso tusuk itu ia mampu meraup omzet Rp8 juta hingga Rp10 juta setiap
harinya. Dari bisnis jajanan ini pula, perempuan sederhana ini mampu
mempekerjakan 24 karyawan.
Dikutip
dari situs Antara, Sainah merupakan salah satu peserta Program Keluarga Harapan
(PKH) yang telah mandiri. Sainah yang merupakan warga Kabupaten Bantul, DI
Yogyakarta kemudian menceritakan kisah jatuh bangun membesarkan usaha bakso
tusuk hingga sukses seperti sekarang. Semua berawal ketika bergabung menjadi
peserta PKH pada 2009.
Sebelumnya
Sainah menjadi korban bencana gempa bumi yang terjadi di daerah tersebut
sehingga suami yang bekerja sebagai buruh harian kehilangan pekerjaan. Sebagai
ibu rumah tangga, Sainah mulai berpikir untuk membantu perekonomian keluarga
dengan berjualan tempura kecil-kecilan dengan juragan. Ia mulai mencari
informasi dan akhirnya mengajukan diri untuk menjadi peserta PKH. Setelah
menjadi peserta, tidak lama ia mendapatkan bantuan modal usaha melalui program
Kelompok Usaha Bersama (Kube) dari Kementerian Sosial sebesar Rp1 juta. Modal
usaha tersebut ia manfaatkan untuk berinovasi membuat bakso tusuk. "Saya
bikin bakso tusuk yang belum ada sama sekali di daerah saya dan ini ide saya
sendiri," kata ibu tiga anak tersebut.
Saat
ini ia sudah keluar dari kepesertaan PKH secara mandiri. Berkat kesuksesannya,
ia menjadi narasumber kegiatan bimbingan teknis (bimtek) pengembangan usaha yang
diselenggarakan oleh Kementerian Sosial (Kemensos) untuk menginspirasi para
peserta PKH lainnya. Bu Sainah adalah salah satu peserta PKH yang sabar dan
tidak ingin segera menggunakan bantuannya, tapi digunakan untuk pengembangan.
Warung
Sainah memang tidak terlalu besar. Bercat hijau dan ruangannya bersekat dan ada
dapur tempat pengolahan adonan bakso, tempat pengorengan dan pembakaran bakso
dan ada pula ruangan cukup lebar berisi meja kecil tertata yang beralaskan
tikar, tempat para pengunjung.
Sainah
menceritakan, awal mula dirinya terjun dalam dunia usaha yang ia mulai sejak
tahun 2007 silam. Awalnya, ia mengaku hanya berjualan tempura keliling
menggunakan sepeda ontel. Pada tahun 2007 Sainah jualan tempura pakai sepeda,
keliling kampung-kampung, sekolahan. Tempura itu diambil dari orang, setiap
hari sistemnya setoran. Setiap hari kadang dapat Rp. 100 ribu sampai Rp. 150
ribu, itu uangnya buat setoran. Paling sisa bersih Rp 15 ribu sampai Rp 30 ribu.
Hal itu ia lakoni selama hampir dua tahun.
Hingga
suatu ketika, nalurinya untuk bangkit muncul. Ia mulai sharing kepada temannya
sesama penjual keliling. Dari obrolan santai itu, Sainah mengaku mendapat
masukan banyak dari teman-temannya, bahkan ada yang dengan senang hati bersedia
mengajari cara membuat bakso. Padahal waktu itu Sainah belum tahu sama sekali
cara membuat bakso.
Pertama
kali Sainah mulai mencoba membuat bakso sendiri, dimulai pada tahun 2009. Waktu
itu kebetulan ia bertemu dengan seorang teman yang menyarankan untuk masuk
dalam anggota Program Keluarga Harapan (PKH). Dari program ini Sainah mendapat
bantuan modal Rp1 juta. Uang Rp1 juta itu, bukan untuk belanja namun digunakan
untuk kredit freezer sebesar Rp 500 ribu dan sisa Rp 500 ribu ia simpan. Dari
uang simpanan Rp500 ribu itu, Sainah ambil untuk membeli tepung dan daging
sebagai bahan pembuatan bakso sebesar Rp 40 Ribu. Belanja dengan uang Rp 40
Ribu, Sainah mampu memproduksi bakso sebanyak satu kilo. Bakso satu kilo itu dijajakan
keliling dan baru habis selama 3 hari. Uangnya dapat Rp 80 ribu.
Sainah
tampak haru ketika harus mengenang pedihnya pertama mulai merintis usaha. Kendati
perputarannya sangat lamban, sampai tiga hari, ia mengaku tetap bersyukur
lantaran bakso miliknya masih bisa laku terjual. Uang hasil penjualan itu dibelanjakan
semuanya, biar muter makin besar makin besar. Lambat laun, perputaran hasil
penjual bakso itu makin cepat dan terus membesar.
Meski
bisnisnya kian hari terus membesar, bukan berarti ia tak memiliki rintangan. Sainah
mengaku sering dicemooh banyak orang karena bakso yang ia jual dianggap aneh karena
ditusuk dan tak berkuah. Kata orang orang, “masa bakso kok ditusuk, dicocol
sambal?" Namun, cemooh yang ia
dapatkan selalu ia balas dengan senyuman.
“Kalau
mau nyicip bakso tusuk saya boleh, nggak usah bayar nggak apa-apa," tutur
Sainah waktu itu kepada orang-orang yang mencemoohnya.
Strategi
ini ternyata membuahkan hasil. Usai mencoba bakso tusuk miliknya, orang-orang
yang sempat mencemooh semakin ketagihan untuk membeli. Hasil dari kerja keras
dan kegigihan yang dilakukan, bakso tusuk Sainah kini laku pesat. Bahkan ia
sudah membuka cabang di beberapa tempat. Cabangnya ada di kampus institut Seni
Indonesia (ISI), di Ganjuran, di Sewon, di Mrican SMK 2 Depok, dan depan kampus
UII Kaliurang.
Untuk
menjalankan usahanya, Sainah dibantu oleh 24 karyawan untuk membantu proses
pembuatan dan penjualan bakso tusuk. Tingginya permintaan pasar, setiap hari
Sainah mengaku mampu menghabiskan tepung sebanyak 80 kilogram, daging ayam 80
kilogram, dan daging sapi 12 kilogram. Omzetnya kalau hari biasa Senin sampai
Kamis Rp 7 juta sampai Rp 8 juta. Kalau hari Jumat, Sabtu dan Minggu bisa Rp 10
Juta setiap harinya.
Usaha
Bakso Tusuk Yang Menguntungkan
Ali
pengusaha Bakso Tusuk memulai usaha pada tahun 2000 dengan modal awal Rp 90
ribu. “Alhamdulillah usaha ini saya jalani dengan tekun dan makin hari jualan
bakso tusuk saya bertambah maju dengan tambahan armada gerobak hingga kini
sekarang sudah ada 11 gerobak ,”ujar Ali.
Awal
mula usaha Kamaludin sebelum membuka Wirausaha Bakso Tusuk dari Bekasi, Jawa
Barat adalah dengan berjualan roti keliling. Ia kemudian beralih ke Bakso Tusuk
karena usaha rotinya sepi. Ali, panggilan Kamaludin memulai usaha bakso tusuk
berkat pemberian saudaranya untuk melanjutkan usaha bakso. Usaha itu dinamai
Bakso Tusuk Kuah karena sesuai dengan bentuk dan kemasannya yaitu bakso yang
ditusuk lalu diberi kuah dan ditambahkan bumbu lainnya seperti kecap dan sambal
sesuai selera. Usaha Bakso Tusuk Ali dipasarkan pagi hari disekolah-sekolah
lalu setelah menjelang siang keliling
hingga malam atau sampai dagangan habis.
Untuk
pengolahan dan peracikan bumbu, Ali hanya dibantu Istrinya, Dian Rahmawati dan saudaranya,
sedangkan untuk pemasaran dibantu oleh karyawan sebanyak sebelas orang. Dalam
sehari Bakso Tusuk produksi Ali bisa menghasilkan puluhan bakso yang bahan
dasarnya dari bahan asli tanpa pengawet seperti Ikan Tuna dan bahan lainnya.
Rata-rata setiap hari Ali sanggup membuat bakso enam ember dengan masing-masing
ember berisi bakso kira-kira 1000- 2000 butir. Bahan ikan tuna untuk baksonya
dipilih karena harganya yang lebih miring sehingga terjangkau dan ia bisa
mendapatkan untung lebih. Sementara jika menggunakan bahan selain ikan Tuna, ia
mengaku tidak sanggup karena mahal dan harga produksinya melambung. Namun yang
terpenting, bakso tusuk Ali tidak menggunakan bahan pengawet sehingga sangat
sehat. Ali pun meyakini usaha Bakso Tusuk produksinya lebih unggul dan enak
dibandingkan usaha makanan lainnya terbukti konsumennya setiap hari bertambah
dan orderan untuk pesanan bertambah.
Harga
Bakso Tusuk Ali dibandrol Rp 2000 per porsi dengan isi enam butir bakso. Persaingan
usaha oleh sesama pengusaha bakso tusuk diakui oleh Ali tidak ada, sebab ia
mengakui karena masing-masing sudah memiliki pasarnya. ”Karena secara tidak
langsung pedagang Bakso Tusuk sudah memilik lahan atau tempat masing untuk memasarkan
dagangannya dan kami menyadari itu semua tanpa harus ada peraturan atau
perjanjian macam itulah dengan kata lain kita sudah saling kompromi antar
pedagang. Soal kendala menjalankan usaha Bakso Tusuk diakui Ali memang ada,
dalam usaha kadang sepi pembeli kadang ramai.
Untuk
menunjang dan meningkatkan produksinya Ali membeli sebuah Mesin Cetak Bakso
tipe FM R280 dari Toko Mesin Maksindo Pulo Gadung Jakarta. Sebelumnya dalam
memproduksi Bakso ia lakukan secara manual dengan mengandalkan tenaga tangan. Sebelum
ada mesin, produksi Bakso butuh waktu yang lama dan terlalu menguras tenaga,
hasilnya pun tidak memuaskan dan banyak pesanan dibatalkan. Tapi setelah adanya
mesin itu sangat membantu produksi dengan hasil yang sangat signifikan,
waktunya cepat, tidak menguras tenaga serta hasilnya pun lebih baik dan cetakan
baksonya bagus dan sama. Dengan mesin itu semua pesanan yang datang dapat teratasi dengan baik dan tidak lagi
menolak rezeki yang datang keuntungannya pun berlipat ganda.
Untuk
Usaha Bakso Tusuk Ali bisa meraup keuntungan mencapai puluhan juta dalam
sebulan. Keuntungan kotornya bisa mencapai Rp 10 juta sedangkan sehari bisa
dapat Rp 400 ribu -Rp 500 ribu dari sebelas gerobak yang dimiliki kalau semua
jalan atau jualan.
Berdasarkan
data terakhir Badan Pusat Statistik (BPS) per Maret 2018, tingkat kemiskinan di
Tanah Air turun dan menjadi satu digit, yakni 9,82 persen dari populasi. Angka
kemiskinan ini terendah dalam sejarah sejak krisis 1998. Menurut BPS, salah
satu faktor yang berperan dalam penurunan angka kemiskinan tersebut adalah
program Bantuan Sosial (Bansos) dari Kementerian Sosial (Kemensos) yang
disalurkan dengan tepat waktu dan tepat sasaran.
SUMBER
:
ReplyDeleteThanks for posting wonderful post. Your post is very informative and contains new things to read. Web Design Companies in Bangalore | Website Development Companies in Bangalore