KULIAH PUBLIK: Krisis Ekonomi AS : ‘Besar Pasak dari Tiang’

SOSIAL MEDIA

PIKIRKAN YANG BAIK ~ o ~ LAKUKAN YANG TERBAIK ~ o ~ Ini Kuliah MetodeCHAT ~ o ~ Cepat_Hemat_Akrab_Terpadu ~ o ~ Silahkan Membaca dan Berkomentar

Ketahui Bagaimana Kondisi Ekonomi dan Bisnis Anda Terkini

  Baru-baru ini, pemerintah telah mulai melonggarkan mobilitas seiring menurunnya kasus covid-19. Sementara pada Juli hingga awal Agustus ek...

Saturday, August 13, 2011

Krisis Ekonomi AS : ‘Besar Pasak dari Tiang’

Ketika Kongres Amerika Serikat menyepakati kenaikan pagu utang sebesar 2,1 triliun dollar AS dan penurunan pengeluaran pemerintah 2,4 triliun dollar AS pada Senin (1/8/2011) lalu, muncul sedikit perasaan lega. Hal ini dianggap memberi ruang bagi Pemerintahan AS untuk menaikkan lagi utang di atas 14,3 triliun dollar AS guna membayar utang jatuh tempo, walaupun itu dilakukan dengan penambahan utang juga.

"Kesepakatan ini seyogianya bisa memulihkan keyakinan sebagian individu dan bisnis, dengan memupus kekhawatiran bahwa utang pemerintah tidak akan mengalami default (gagal bayar) untuk pertama kali," kata Troy Davig, ekonom di Barclays Capital, sebagaimana dikutip kantor berita Associated Press, Selasa pekan lalu.

Sebelumnya, Gubernur Bank Sentral AS Ben Bernanke sudah mengingatkan tentang risiko jika Kongres AS tidak memberi persetujuan soal kenaikan pagu utang. Namun, tidak sedikit yang khawatir setelah kesepakatan itu diloloskan. Christina Romer, mantan Ketua Dewan Penasihat Ekonomi Presiden Barack Obama, termasuk yang tidak optimistis. "Kita jelas tidak bisa mempertahankan defisit selama 25 tahun ke depan sebagaimana diperkirakan Kantor Anggaran Kongres. Kita juga tidak bisa berharap akan tetap mempertahankan kedigdayaan ekonomi," kata Romer sebagaimana dikutip kantor berita Reuters.



Utang AS dimulai sejak perjuangan kemerdekaan dan Januari 1791 tercatat 75,5 juta dollar, tapi tahun 1796-1811 tercatat 14 APBN surplus dan hanya dua defisit. Perang 1812 menambah utang, tapi 18 dari 20 tahun berikutnya masih surplus dan melunasi 99,97 persen utangnya. Pembengkakan utang kedua adalah akibat perang saudara dari 65 juta dollar AS (1860), melampaui 1 miliar dollar pada 1863 dan 2,7 miliar dollar di akhir perang saudara. Pada 47 tahun berikutnya AS mengalami 36 surplus dan 11 defisit sambil melunasi 55 persen utang. Inilah era yang oleh Anatole Kaletsky disebut sebagai capitalism 1.0 yang berakhir dengan depresi global 1929.


Kegagalan pasar yang tak terkendali oleh sistem capitalism 1.0 berbasis Adam Smith murni melahirkan revisi berupa Keynesianisme yang diteorikan ekonom Inggris, John Maynard Keynes, dan dipraktikkan Presiden AS Franklin Delano Roosevelt. Negara tetap harus mengintervensi karena kegagalan pasar absolut. Inilah era capitalism 2.0 dengan konsekuensi utang AS berlipat 16 kali dari 15 miliar dollar (1930) jadi 260 miliar dollar (1950). Ketika Roosevelt terpilih, 1930, rasio utang AS 20 miliar dollar adalah 20 persen dari PDB dengan defisit 2-3 persen PDB. Pada akhir term I-1936 utang mencapai 33,7 miliar dollar atau 40 persen PDB.

Setelah Perang Dunia II, utang terus naik sesuai laju inflasi dunia dari 260 miliar dollar (1950) jadi 909 miliar dollar saat Reagan terpilih 1980. Secara nominal, utang di era Reagan dan George W Bush Sr berlipat empat kali dari 1980 ke 1992. Perang Dingin yang membengkakkan utang sehingga rasio utang terhadap PDB yang pada dekade 1970-an sekitar 26-28 persen, pada dekade 1980-an naik ke 41 persen. Pada era Clinton, rasio utang turun dari 50 persen ke 39 persen meski secara nominal utang naik dari 3 triliun dollar (1992) jadi 3,4 triliun dollar (2000).

George W Bush Jr melipatgandakan utang dari 5,7 triliun dollar AS pada Januari 2001 menjadi 10,7 triliun dollar AS pada akhir masa jabatan keduanya (2008). Obama tetap terjerat utang yang meningkat sampai 14,6 triliun dollar AS atau menyamai PDB AS. Rasio utang/PDB juga meningkat terus dari 35 persen (2000), 40 persen (2008), dan 62 persen (2010).

Era Reagan bersamaan dengan PM Margaret Thatcher adalah era capitalism 3.0 yang meliberalkan pasar keuangan internasional dengan produk derivatif, dan mulai lepasnya keterkaitan sektor finansial global dengan sektor riil produsen manufaktur barang dan jasa yang tangible. Capitalism 3.0 ini akan mengalami krisis dari Asia Timur 1998 dan setelah sepuluh tahun malah merasuk ke jantung kapitalisme, Wall Street. Karena itu, negara kembali mengintervensi seperti nasionalisasi General Motors oleh Obama.

Utang AS ini menumpuk dari tahun ke tahun karena defisit anggaran Pemerintah AS selalu ditutupi dengan utang setidaknya selama 10 tahun terakhir. Pajak sebagai sumber penerimaan besar justru dikurangi pada era kepemimpinan George W Bush (Presiden AS 2000-2008).

"Jika kita tidak mengatasi defisit ini, juga jelas bahwa kita tidak bisa terhindar dari status default dan kita tidak bisa berharap bahwa negara tak akan melemah," lanjut Romer, salah seorang ekonom yang menyerukan kenaikan pajak walau selalu ditentang Partai Republik.

Banyak praktisi dan pengamat lain mengatakan hal serupa dengan Romer. Pada Jumat lalu, Standard & Poor's benar-benar menyampaikan peringatannya di hadapan Kongres AS, jika Kongres AS tidak menurunkan pengeluaran sebesar 4 triliun dollar AS selama 10 tahun ke depan, potensi penurunan peringkat akan terjadi.

Lembaga pemeringkat Standard & Poor’s Jumat pekan lalu menurunkan peringkat utang AS yang telah digenggamnya hampir selama satu abad. Lembaga pemeringkat itu telah menurunkan peringkat utang jangka panjang Pemerintah AS dari peringkat paling tinggi, AAA, menjadi satu peringkat di bawahnya, AA+. Utang jangka panjang adalah utang yang jatuh tempo lebih dari satu tahun. Jangka waktu jatuh tempo utang AS bervariasi, mulai dari 2 tahun hingga 30 tahun. Utang jangka pendek juga bervariasi antara beberapa hari dan 52 pekan. Peringkat utang jangka pendek Pemerintah AS tetap, tidak diturunkan. Dari 9,4 miliar dollar AS obligasi pemerintah yang diperdagangkan, 72 persen di antaranya adalah jangka panjang.

Pemeringkat kredit yakin total utang sebesar 14,3 triliun dollar AS dan memproyeksikan defisit dalam beberapa tahun ke depan di AS, tidak dapat menjamin peringkat yang telah didapatkan AS. S & P juga menyatakan, keadaan politik tidak membangun kepercayaan bahwa AS dapat sepakat bagaimana menurunkan defisit secara signifikan. Penurunan itu merupakan peringatan kepada para pembeli obligasi dan utang jenis lain bahwa peluang mereka tidak mendapatkan kembali uangnya naik, setidaknya sedikit naik. Secara teori, penurunan peringkat akan membuat tingkat suku bunga yang harus dibayarkan oleh penerbit obligasi meningkat, dalam hal ini biaya yang harus dikeluarkan Pemerintah AS semakin besar, karena para investor meminta tingkat suku bunga lebih tinggi jika menanggung risiko yang lebih besar.

Pada peringkat AA+, AS masih digolongkan memiliki kemampuan kuat untuk memenuhi kewajibannya. Faktanya, hanya sedikit negara yang memiliki peringkat AAA. Beberapa investor besar, seperti William Gross dari PIMCO, menyatakan bahwa pasar obligasi lain, seperti Kanada, menawarkan bunga lebih menarik. Hanya saja pasar obligasi AS masih merupakan yang terbesar karena nilainya lebih dari 35 triliun dollar AS. Tidak ada pasar obligasi lain yang besarannya mendekati angka ini.

S&P menyatakan bahwa kesepakatan peningkatan pagu utang, tidak cukup untuk membenahi masalah keuangan AS. Pemangkasan yang disepakati Republik dan Demokrat terlalu sedikit. Pada masa yang akan datang akan diperlukan pemangkasan anggaran yang lebih rumit dan lebih sulit lagi. S&P menyatakan diperlukan waktu beberapa tahun untuk melihat perubahan yang sangat berarti pada situasi fiskal AS dan kemampuan pemerintah untuk memangkas anggaran. S&P juga menyatakan kemungkinan penerimaan baru, yaitu kenaikan pajak, tampaknya akan dilakukan. "Pendapat kami, para politisi terpilih masih takut dalam mengambil keputusan secara lebih efektif soal isu-isu yang harus diatasi untuk memperbaiki beban utang AS," demikian S&P. Negara yang mendapatkan peringkat AAA dari S&P antara lain adalah : Inggris, Jerman, Australia, Austria, Denmark, Belanda, Norwegia, dan Finlandia.

Para analis mengatakan akan sangat besar peluang bagi AS untuk mengambil kembali posisi peringkat AAA dengan cepat. Khususnya karena keadaan ekonomi yang saat ini dihadapi AS, Dua pemeringkat besar belum bertindak. Moody’s Investor Service menyatakan mungkin akan menurunkan peringkat utang AS, tetapi ekonom kepalanya menyatakan bahwa obligasi AS masih memegang "standar emas". Fitch Ratings mengatakan, pemangkasan anggaran yang telah disepakati merupakan langkah penting, tetapi bukan akhir dari sebuah proses.

Tingkat suku bunga obligasi bertenor 10 tahun yang merupakan patokan dari tingkat suku bunga lainnya dapat melonjak. Kenaikan ini akan membuat tingkat suku bunga konsumen, seperti kredit mobil, juga naik. Kenaikan tingkat suku bunga akan menyebabkan pemerintah, perusahaan, dan konsumen membayar bunga lebih tinggi jika mengutang. Tetapi, belum dapat dipastikan apakah penurunan peringkat S&P ini akan memengaruhi tingkat suku bunga. Penurunan peringkat dapat membuat pasar obligasi bergejolak serta kenaikan tingkat suku bunga dalam jangka pendek, demikian dikatakan Guy LeBas, Pemimpin Strategis Pendapatan Tetap pada Janney Montgomery Scott. Tetapi, investor sangat khawatir mengenai perekonomian dan perlu obligasi yang aman sehingga mereka akan kembali membeli obligasi Pemerintah AS lagi.

Faktor Pemicu masalah ekonomi

Utang Amerika Serikat (AS) melejit pesat dalam 10 tahun terakhir ini, alias sejak era kepemimpinan AS di bawah George W Bush. Dari angka utang sebesar 5,8 triliun dollar AS pada tahun 2001, angka itu sudah menjadi 14,3 triliun dollar AS pada tahun 2011. Faktor apa saja yang menyebabkan kenaikan utang hampir sebesar 9 triliun dollar AS itu terjadi dalam sepuluh tahun terakhir? Periode 2000-2008, George W Bush dari Partai Republik adalah Presiden AS, lalu diikuti Barack Obama dari Partai Demokrat.

Kantor berita Associated Press membuat ringkasan soal ini. Utang muncul sebagai dampak negatif dari berbagai kebijakan pemerintah, antara lain :
  • Pengurangan pajak oleh George W Bush. Kebijakan ini menyebabkan kehilangan penerimaan negara sebesar 1,6 triliun dollar AS dan ini ditutup dengan utang.
  • Tambahan beban bunga dari utang yang terus bertambah, yakni sebesar 1,4 triliun dollar AS.
  • Bantuan perobatan pada warga AS lewat kebijakan pemerintah sebesar 300 miliar dollar AS.
  • Invasi Irak dan Afganistan oleh AS dan sekutunya sebesar 1,3 triliun dollar AS. Ekonom AS, Joseph E Stiglitz, sudah pernah mengingatkan bahaya keuangan negara akibat invasi ini ke perekonomian AS.
  • Paket dana stimulus ekonomi yang bertujuan untuk mengatasi krisis ekonomi yang meledak pada tahun 2008 ketika Bush masih berkuasa sebesar 800 miliar dollar AS.
  • Perpanjangan kebijakan bebas pajak Bush oleh Obama sebesar 400 miliar dollar AS
  • Masih ada faktor-faktor lain yang menjadi penyebab naiknya utang AS ini, seperti dari sektor pertanian dan pertahanan.

Porsi terbesar kenaikan utang AS karena murni peran Obama ada pada perjuangannya untuk jaminan health care. Sektor inilah yang oleh Partai Republik diminta untuk dihapus saja. Obama kukuh dan berhasil mempertahankan pengeluaran ini, walau terancam dianulir jika Partai Republik mengambil alih Kongres AS dan Gedung Putih pada pemilu 2012. Utang negara dipastikan akan bertambah lagi. Soalnya, pada hari Senin (1/8/2011) lalu Kongres AS menyetujui lagi penambahan utang 2,1 triliun dollar AS walau hal itu tidak langsung diwujudkan. Kesepakatan Kongres itu baru semacam mandat. Artinya, jika AS kesulitan untuk membayar utang, maka AS bisa lagi meminjam untuk membayar utang. Penambahan utang itu juga dimaksudkan untuk mengisi kas negara AS guna  menutupi biaya operasional sehari-hari.

Lalu dari mana sumber dari utang AS yang sebesar 9,7 triliun dollar AS lainnya? Utang ini antara lain bersumber dari pembeli obligasi pemerintah AS oleh lembaga keuangan dan perbankan, dana-dana pensiun, investor perorangan, pemerintahan lokal, dari berbagai negara, serta para investor asing. Selain bank sentral Federal Reserve, pemegang obligasi pemerintah AS yang terbesar adalah China, sebesar 1,16 triliun dollar AS. China telah berulang kali memperingatkan AS untuk memperbaiki defisitnya dan telah menyatakan melakukan diversifikasi asetnya ke jenis aset lain selain dollar AS.

Kantor berita Associated Press menuliskan bahwa utang AS bersumber dari dalam negeri. Salah satunya adalah 4,6 triliun dollar AS, dan hampir semua berasal dari penggunaan sementara penerimaan Jaminan Keamanan Sosial (Social Security Revenues). Penerimaan dari sektor ini tidak langsung dialokasikan ke pembayaran jaminan sosial, tetapi ditumpuk di pos tertentu. Dana-dana ini dipakai sementara untuk membiayai defisit anggaran pemerintah AS, dan tetap dianggap utang. Namun, hampir setengah atau 4,5 triliun dollar AS dari utang AS sebesar 9,7 triliun dollar AS bersumber dari pihak asing seperti dari China sebesar 1,16 triliun dollar AS, diikuti Jepang sebesar 907 miliar dollar AS, dan juga dari berbagai kalangan luar negeri lainnya. Indonesia pun disebut-sebut turut sebagai pemberi utangan ke AS. Dengan kata lain, sekitar 33 persen utang AS dipasok oleh pihak luar dari AS.

Akar masalah ekonomi sebetulnya sederhana; Setiap orang/ organisasi harus berproduksi dan menghasilkan nilai tambah, barulah bisa mendapatkan penghasilan, menikmati hidup, dan membelanjakan penghasilan yang halal sesuai kemampuan produksinya. Ini berlaku untuk pribadi, keluarga, perusahaan dan negara. Kalau orang hidup di luar kemampuan produksinya, maka dia harus berutang kepada orang lain, atau merampok orang lain dan menikmati hasil pemerasan, penipuan, atau penggelapan harta milik orang lain.

Masalah kunci AS adalah besar pasak daripada tiang. Sekarang ini rasio utang AS terhadap produk domestik bruto (PDB) sudah mendekati 98,5 persen, sedangkan penerimaan pajak hanya 30,5 persen dan pembelanjaan 46,5 persen. Utang AS sebesar 14,3 triliun dollar AS nyaris setara PDB 14,8 triliun dollar AS, membebani setiap penduduk AS 46.825 dollar AS, sedangkan bagi pembayar pajak 130.000 dollar AS per kapita. Kata kuncinya adalah mengurangi belanja, konsumsi, dan menambah pendapatan negara. Namun, dua partai, Republik dan Demokrat, punya rekam jejak sama, tak bisa menghindari defisit dan menambah utang sejak dijalankannya perekonomian yang lebih didorong sisi suplai Reagan tahun 1980. Ketika Obama menggantikan Bush tahun 2009, utang AS hanya 10,6 triliun dollar dan membengkak 14,6 triliun dollar pada 4 Agustus 2011.

Kaitannya dengan Indonesia

Utang luar negeri Republik Indonesia terus membumbung tinggi. Data Bank Indonesia (BI) mencatat, sampai akhir Januari 2010, utang luar negeri mencapai 174,041 miliar dollar AS. (dengan kurs Rp 10.000 per dollar AS, itu hampir mencapai Rp 2.000 triliun). Nilai utang ini naik 17,55 persen dari periode yang sama tahun lalu. Akhir Januari 2009, nilai utang luar negeri Indonesia baru sebesar 151,457 miliar dollar AS. "Dari sisi nominal memang naik, namun jika kita melihat dari persentase debt to GDP ratio, angkanya terus menurun," ungkap Senior Economic Analyst Investor Relations Unit (IRU) Direktorat Internasional BI Elsya Chani di Jakarta, Jumat (16/4/2010). Nilai utang tersebut terdiri atas utang pemerintah sebesar 93,859 miliar dollar AS, lalu utang bank sebesar 8,984 miliar dollar AS. Lalu, utang swasta alias korporasi non-bank sebesar 75,199 miliar dollar AS. Sebagian besar utang tersebut bertenor di atas satu tahun. Nilai utang yang tenornya di bawah satu tahun hanya sebesar 25,589 miliar dollar AS.

Elsya menuturkan, meski secara nominal nilai utang luar negeri Republik Indonesia terus naik. Namun, nilai rasio utang terhadap GDP  terus terjadi penurunan. "Debt to GDP (5,613 Triliun Rupiah) ratio tahun 2009 sebesar 27 persen. Sedangkan tahun 2008 (4,951 Triliun Rupiah) masih 28 persen," jelasnya

Kepala Biro Humas Bank Indonesia, Difi A Johansyah, (Kamis, 30 Juni 2011) mengatakan bahwa Jumlah utang luar negeri Indonesia sampai kwartal I 2011 mencapai 214,5 miliar dolar AS, meningkat 10 miliar dolar AS dibanding posisi akhir 2010. Jumlah tersebut terdiri dari utang Pemerintah sebesar 128,6 miliar dolar AS dan utang swasta 85,9 miliar dolar AS. Utang Pemerintah itu juga meningkat dibanding posisi akhir Desember 2010 sebesar 118,6 miliar dolar AS dan utang swasta 83,8 miliar dolar AS.

Untuk utang luar negeri swasta sampai April 2011 terdiri dari swasta non bank 72,5 miliar dolar AS dan utang bank 13,4 miliar dolar AS. Rasio utang dibanding PDB saat ini 28,2 persen lebih baik dibanding 1997/1998 151,2 persen. Sementara rasio utang jangka pendek dibanding cadangan devisa saat ini 42,6 persen lebih baik dibanding 1997/1998 142,7 persen.

Kedua pernyataan pejabat Bank Indonesia diatas sepertinya member lampu hijau pada perjalanan perekonomian Indonesia, itu kalau sudut pandang kita didasarkan pada krisis utang di AS. Tetapi bukan tidak banyak pengamat Ekonomi di Indonesia member komentar ‘miring’ untuk mencermati dampak Utang-utang ini. Persoalannya adalah ‘buat apa utang-utang itu dilakukan?’

Dewasa ini produsen barang manufaktur konkret adalah China dan Asia Timur, sedangkan Eropa dan AS mengalami kemunduran dan tak bisa bersaing. Namun, AS punya produk ”imajiner” derivatif finansial yang beromzet triliunan dollar AS, mengawang di bursa dunia tanpa menyentuh sektor riil. Oleh karenanya, pelaku ekonomi di Indonesia seharusnya melakukan ‘utang’ untuk Produksi dan bukan untuk Konsumsi.

Total utang pemerintah Indonesia hingga Juli 2011 mencapai Rp 1.733,64 triliun. Dalam sebulan utang pemerintah naik Rp 9,5 triliun dibanding Juni 2011 yang sebesar Rp 1.723,9 triliun. Jika dibandingkan dengan jumlah utang di Desember 2010 yang sebesar Rp 1.676,85 triliun, jumlah utang hingga Juli 2011 bertambah Rp 56,79 triliun. Dan jika dihitung dengan denominasi dolar AS, jumlah utang pemerintah hingga Juli 2011 mencapai US$ 203,77 miliar. Naik dibandingkan per Juni 2011 yang sebesar US$ 200,52 miliar. Utang dalam dolar AS ini lebih tinggi dibandingkan Desember 2010 yang sebesar US$ 186,5 miliar. Sementara total surat utang yang telah diterbitkan oleh pemerintah sampai Juli 2011 mencapai US$ 134,3 miliar. Naik dibandingkan posisi Desember 2010 yang sebesar US$ 118,39 miliar.

Ditjen Pengelolaan Utang Kemenkeu, Senin (15/8/2011) merinci data Utang pemerintah tersebut terdiri dari pinjaman US$ 69,4 miliar dan surat berharga US$ 134,3 miliar. Jika menggunakan PDB Indonesia yang sebesar Rp 6.422,9 triliun, maka rasio utang Indonesia per Juli 2011 tercatat sebesar 26,9%.Sementara rincian pinjaman yang diperoleh pemerintah pusat hingga akhir Juli 2011 adalah:

*Bilateral: US$ 43,45 miliar
*Multilateral: US$ 22,86 miliar
*Komersial: US$ 3,02 miliar
*Supplier: US$ 60 juta.
*Pinjaman dalam negeri US$ 70 juta

Berikut catatan utang pemerintah pusat dan rasionya terhadap PDB sejak tahun 2000:

* Tahun 2000: Rp 1.234,28 triliun (89%)
* Tahun 2001: Rp 1.273,18 triliun (77%)
* Tahun 2002: Rp 1.225,15 triliun (67%)
* Tahun 2003: Rp 1.232,5 triliun (61%)
* Tahun 2004: Rp 1.299,5 triliun (57%)
* Tahun 2005: Rp 1.313,5 triliun (47%)
* Tahun 2006: Rp 1.302,16 triliun (39%)
* Tahun 2007: Rp 1.389,41 triliun (35%)
* Tahun 2008: Rp 1.636,74 triliun (33%)
* Tahun 2009: Rp 1.590,66 triliun (28%)
* Tahun 2010: Rp 1.676,15 triliun (26%)
* Juli 2011: Rp 1.733,64 triliun (26,9%)

Kini, AS juga baru lolos dari lubang jarum politicking dengan kesepakatan menaikkan utang AS antara Kongres dan Obama. Mengutip tulisan Cristianto Wibisono, kata kunci tetap satu: there is no free lunch in the world, you have to pay for your lunch. Kemerosotan AS dan kebangkitan Asia Timur mengisyaratkan di masa depan tidak ada lagi dominasi satu kekuatan, termasuk oleh China atau oleh ”khalifah Islam”.

Kapitalisme tetap perlu kendali negara, tetapi negara tak boleh mencekik seperti diktator proletar yang tak mampu menyediakan bahan pokok. Kita sedang menuju era konsorsium multipolar. Memang, sepertinya Dunia perlu arsitektur keuangan dan sistem perimbangan kekuatan yang menghargai multipolarisme, kesetaraan antara kekuatan yang lebih berimbang dan bukan dominasi superpower dan satu mata uang. Era poundsterling Inggris selesai dengan Perang Dunia II, era supremasi dollar AS juga berakhir dengan krisis moneter 2008 yang bersumber dari jantung kapitalis Wall Street. Namun, Dunia juga tak bisa dilepas begitu saja tanpa pengarah, yang dalam abad ke-20 dijalankan oleh AS.

Karena itu, saying jika elite Indonesia hanya hiruk-pikuk disandera Teror, polemik politik, atau Nazaruddin, padahal tingkat kesadaran kita atas kekuatan riil yang kita miliki sangat potensial dan justru dikagumi pengamat global dalam Conference Futurology baru- baru ini. Kita seharusnya segera aktif mengelola sumber daya alam dan perekonomian sektor riil sebagaimana dilakukan China menjadi kunci keberhasilan dan yang menjadi misteri dibalik kebangkrutan AS yaitu ketidak sinkronan antara sektor finansial dan sektor riil. Kita seharusnya tetap teguh pada prinsip kita yang menjadi penyakit klasik AS : besar pasak daripada tiang.

No comments:

Post a Comment

Saran-Kritik-Komentar Anda sangat bermanfaat.
Terima Kasih Telah Bergabung.