KULIAH PUBLIK: Penting! Bedakan Ilmu vs Ijazah

SOSIAL MEDIA

PIKIRKAN YANG BAIK ~ o ~ LAKUKAN YANG TERBAIK ~ o ~ Ini Kuliah MetodeCHAT ~ o ~ Cepat_Hemat_Akrab_Terpadu ~ o ~ Silahkan Membaca dan Berkomentar

Ketahui Bagaimana Kondisi Ekonomi dan Bisnis Anda Terkini

  Baru-baru ini, pemerintah telah mulai melonggarkan mobilitas seiring menurunnya kasus covid-19. Sementara pada Juli hingga awal Agustus ek...

Friday, February 20, 2015

Penting! Bedakan Ilmu vs Ijazah

Menilik Kampus Cerdas

Membeludaknya perguruan tinggi swasta (PTS) baru ternyata tidak selalu dibarengi dengan baiknya kualitas yang mereka tawarkan. Dari ribuan PTS di penjuru Tanah Air, banyak juga yang tidak terdaftar di Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Ciri perguruan tinggi tersebut, antara lain, biaya kuliah yang sangat murah dan tidak memadainya fasilitas kegiatan belajar mengajar. Kurang ketatnya peraturan dari pemerintah ditengarai menjadi penyebab banyaknya perguruan tinggi baru, baik yang berbentuk universitas, sekolah tinggi, akademi, institut, dan juga politeknik.

Sosiolog dari Universitas Indonesia (UI) Prof. Kamanto Sunarto, SH, PhD, mantan Ketua Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN PT), Jumat (2/11/2012), mengatakan bahwa Kemendikbud sebenarnya sudah memberikan persyaratan untuk mendapatkan izin mendirikan perguruan tinggi. Tetapi kenyataannya, meski kebanyakan kampus-kampus itu memiliki izin, banyak juga yang tidak mendapat izin, dan sampai saat ini masih menyelenggarakan pendidikan. Selain itu, ada juga perguruan tinggi baru yang nakal. Seringkali, mereka diberi izin, tetapi kemudian menyalahi izin yang diberikan. Misalnya, perguruan tinggi itu tidak melaporkan perubahan keadaan yang  mereka alami, seperti dosen yang ternyata sudah diberhentikan, atau fasilitas yang tadinya ada menjadi tidak.

Jimmy Paat, seorang pegiat Koalisi Pendidikan, berpendapat bahwa  peraturan yang ada belum ditaati, sehingga muncullah perguruan tinggi baru yang belum memenuhi standar minimal. Jika perguruan tinggi banyak dan makin bagus, itu tidak ada masalah. Tetapi kalau banyak, tidak menghasilkan lulusan bagus, itu yang jadi masalah. Pemerintah diharapkan tidak hanya terpaku pada perbaikan perguruan tinggi negeri, tetapi juga memperhatikan kebutuhan perbaikan PTS.

Parel Naibaho, Dosen Profesional yang sudah lulus sertifikasi Dosen, mengatakan bahwa suatu Perguruan Tinggi bisa berhasil apabila pengelolanya benar-benar “pendidik’ bukan“ pengusaha. Pendidik memahami Tridharma Perguruan Tinggi dengan tepat, berbeda dengan pengusaha yang selalu mengejar keuntungan. Perguruan Tinggi utamanya ‘menjual’ jasa (ilmu) yang dimiliki oleh Dosen bukan menjual ijazah (produk) berlogo universitas/ sekolah tinggi/ institute. Oleh karenanya, hanya perguruan tinggi yang memperhatikan SDM khususnya Dosen lah yang akan berhasil.

Sebuah situs pelatihan kognitif Lumosity berusaha mencari tahu “apakah benar bahwa tes masuk Perguruan Tinggi yang sulit menjamin jika seluruh mahasiswa pada kampus tersebut adalah mahasiswa cerdas”. Situs ini meminta lebih dari 60 ribu mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Amerika Serikat untuk bermain game yang menguji beragam kemampuan kognitif mereka. Namun, Pemilihan dan pemeringkatan terhadap perguruan tinggi internasional ternyata didasari oleh berbagai faktor. Ada yang melihat tingkat kepuasan mahasiswa, tingkat penyerapan lulusan di dunia kerja, hingga rerata penghasilan yang diperoleh oleh lulusan.

Berikut daftar lengkap 12 kampus tercerdas menurut Lumosity, seperti disitat dari Huffingtonpost, Sabtu (3/11/2012).

1. Massachusetts Institute of Technology
2. Harvard University
3. Stanford University
4. Northwestern University, Chicago
5. Yale University
6. Washington University in St Louis
7. Darthmouth College
8. Wellesley College
9. Rose-Hulman Institute of Technology
10. Duke University
11. College of William and Marry
12. University of Pennsylvania

The Higher Education (THE) merupakan mendasari penilaian pada pemeringkatan yang dilakukan oleh majalah asal London, UK. Pemeringkatan yang dilakukan THE tidak mempertimbangkan persyaratan masuk, tingkat kelulusan, peringkat profesor oleh mahasiswa, atau gaji alumni pasca-kelulusan. Sebaliknya, THE menekankan metodologi terhadap beasiswa global dan reputasi.

Editor Pemeringkatan THE Phil Baty, seperti dikutip dari Forbes, Jumat (2/11/2012) mengatkan bahwa Daftar yang mereka buat menjadi seperti daftar kekuatan global. Ini difokuskan pada penelitian dan inovasi. Meskipun AS masih mendominasi daftar pemeringkatan, lembaga Amerika mulai jatuh dalam peringkat, sementara perguruan tinggi di Asia yang mendapatkan dukungan dan dana dari pemerintah mereka, bergerak naik. Ada pergeseran keseimbangan kekuasaan dalam mendukung Asia Timur dan Asia Tenggara pada khususnya.

Contoh, Seoul National University melompat dari peringkat 124 tahun lalu kini menjadi peringkat 59. Sementara itu, banyak universitas AS, terutama perguruan tinggi negeri, jatuh dalam peringkat. Rata-rata, kampus AS turun dari lebih enam peringkat masing-masingnya. Salah satu alasan adalah dana utama universitas untuk riset publik menyusut. AS tidak lagi satu-satunya negara yang menghabiskan bagian tertinggi dari PDB untuk pendidikan tinggi. Menurut Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan, saat ini, baik di AS dan Korea Selatan menetapkan 2,6 persen dari PDB bagi pendidikan tinggi.

Untuk menyusun peringkatnya, THE melihat 13 "indikator kinerja" berbeda untuk mengevaluasi kekuatan kampus dalam misi inti pengajaran, penelitian, transfer pengetahuan, serta "wawasan internasional. Penilaian atas pemeringkatan ini terbagi menjadi beberapa komposisi. Sebesar 30 persen penilaian pada pemeringakatan ini berasal dari kutipan. Thomson Reuters yang mencari data bagi THE harus menyisir enam juta jurnal artikel yang diterbitkan dalam periode lima tahun, kemudian dihitung dengan berapa kali artikel-artikel tersebut dikutip oleh para sarjana lainnya. Kemudian, 30 persen penilaian lainnya berasal dari pengawasan dari lembaga penelitian dalam hal volume, reputasi pendapatan, dan penghasilan yang diperoleh. THE juga memasukkan komponen pengajaran yang berasal dari 30 persen dari nilai sekolah. Sementara 10 persen sisanya terdiri atas pendapatan dari industri atas hasil inovasi kampus (2,5 persen) dan wawasan internasional segenap civitas academica kampus (7,5 persen).

THE juga melakukan survei terhadap 16.600 akademisi di seluruh dunia. Mereka diberikan pertanyaan tentang departemen terbaik dalam disiplin ilmu mereka, spesialis di bidangnya, dan ke mana mereka merekomendasikan lulusan mereka untuk melakukan studi lanjutan. Dari permainan yang dilakukan oleh para mahasiswa tersebut, Massachusetts Institute of Technology berada pada peringkat pertama.

Meski hanya berupa permainan, penelitian ini mengungkap sejumlah fakta. Penelitian besutan Luminosity tersebut mampu memaparkan peringkat perguruan tinggi berdasarkan wilayah kognitif. Para mahasiswa Dartmouth College, misalnya, paling unggul dalam memperhatikan akan sesuatu. Sementara itu, para mahasiswa Rose-Hulman Institute of Technology terbaik dalam kategori ingatan atau memori. Sementara itu, para mahasiswa Harvard University terbukti memiliki kecepatan pengolahan tertinggi ketika menemukan persoalan atau kesulitan. Para mahasiswa Yale merupakan yang terbaik dalam kategori fleksibilitas. Kemudian, para mahasiswa MIT yang berada di peringkat teratas terbukti sebagai penyelesai masalah terbaik.

Sarjana Indonesia Terbanyak Ke Lima di Dunia

BBC melaporkan, Kamis (12/7), Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pengembangan (OECD) menyatakan Indonesia bakal menjadi negara dengan jumlah sarjana muda terbanyak kelima di masa depan. Situasi ini bakal terwujud paling lambat pada 2020 mendatang.  Data itu merupakan proyeksi dari upaya Indonesia meningkatkan jumlah lulusan perguruan tinggi. Dua tahun lalu, Indonesia menyumbang empat persen sarjana berusia 25-34 dari 129 juta mahasiswa di seluruh negara anggota G-20. 

Pada 2020, OECD memperkirakan jumlah itu bakal bertambah menjadi 6 persen. Sehingga, Indonesia sekaligus mengalahkan Inggris, Jerman, dan Spanyol, sebagai negara penyumbang sarjana muda terbanyak. Bahkan pada masa-masa itu kemungkinan besar jumlah sarjana terdidik negara ini tiga kali lebih banyak dibanding Prancis.

Selepas Perang Dunia II, kemajuan sebuah negara diukur dari berapa banyak lulusan perguruan tinggi setiap tahun. Jumlah mahasiswa S1-S3 yang terserap di pasar kerja menentukan perkembangan ekonomi bangsa itu pula. Berdasarkan pengamatan OECD, Amerika Serikat yang selama ini berada di posisi teratas dengan menyumbang 17 persen sarjana muda ke pasar dunia, kini kalah jauh dibanding China, dan jatuh ke urutan tiga daftar berisi prediksi ini. Tren negatif itu diikuti universitas-universitas Eropa yang tidak lagi banyak menghasilkan sarjana.
Negeri Tirai Bambu sekarang hingga 12 tahun lagi digadang-gadang tetap nomor satu dalam urusan menyumbang jumlah sarjana ke pasar dunia. Perkembangan pengetahuan pun diramal bergeser ke Asia, sebab setelah China, berturut-turut menguntit India di urutan kedua, Rusia posisi keempat, lalu Indonesia. Meski demikian penyerapan sarjana Indonesia ke dunia kerja masih terhitung lambat, di beberapa bidang populer seperti IT tidak sampai 10 persen per tahun. Namun OECD menganggap kuantitas lulusan perguruan tinggi tetap menguntungkan sebuah negara. Karena sarjana adalah tenaga terdidik yang bisa menciptakan lapangan kerja. 

Kualitas Lulusan

Tingkat keberhasilan pengajaran suatu perguruan tinggi dapat diukur melalui jumlah lulusan yang terserap oleh lingkungan kerja setelah kelulusan. Semakin cepat lulusan tersebut bekerja pascalulus, berarti kalangan industri dan perusahaan besar mengakui kualitas lulusan tersebut. Pemeringkatan universitas dalam daftar ini menggunakan data dari Badan Statistik Pendidikan Tinggi. Peringkatan dilakukan berdasarkan jumlah responden yang mengatakan  telah pekerjaan atau melanjutkan pendidikan dalam waktu enam bulan setelah kelulusan berbanding dengan total pencari kerja atau pendidikan lanjutan.
Institusi dengan kurang dari 1.000 responden tidak termasuk dalam daftar ini. Misalnya, Institute of Education yang memiliki tingkat kerja 100 persen tetapi hanya 30 lulusan mengisi jajak pendapat tersebut.

Berikut 10 universitas di Inggris yang memiliki tingkat penyerapan lulusan tertinggi pada dunia kerja maupun memutuskan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, seperti dilansir dari Telegraph, Sabtu (3/11/2012).

Rang-king
Nama Universitas
Bekerja atau melanjutkan pendidikan setelah 6 bulan lulus
Strategi/ Ciri Khusus
1
Robert Gordon University
97,1 persen
mempertahankan hubungan yang kuat dengan kalangan industri untuk sektor teknik, komputer, dan kesehatan.
2
University of Northampton
95,6 persen
terkenal dengan spesialisasi pada program studi (prodi) Manajemen Limbah serta Fesyen dan Teknologi Kulit.
3
King's College London
95,2 persen
diprakarsai oleh Raja George IV dan The Duke of Wellington pada 1829 John Keats
4
University of Glasgow
94,9 persen
Program-program di Institut ini disetujui oleh industry dan Program tersebut merupakan perpaduan antara pembelajaran praktis dan teoretis.
5
University of Lancaster
94,4 persen
Fakultas-fakultas utama di universitas ini antara lain: Seni dan Ilmu Sosial, Manajemen, Sains dan Teknologi, Pembelajaran Seumur Hidup, dan Partisipasi Umum. Keempat fakultas ini menaungi kurang lebih 70 jurusan, institut, dan pusat studi.
6
University of Surrey
94 persen
Untuk mahasiswa internasional universitas ini menyediakan kursus Bahasa Inggris. Ada empat fakultas di universitas, yaitu Fakultas Seni & Ilmu Kemasyarakatan, Fakultas Teknik dan Ilmu Fisika, Fakultas Kesehatan dan Ilmu Kedokteran, Fakultas Manajemen dan Hukum.
7
University of Aberdeen
93,7 persen

8
Nottigham Trent University
93,6 persen
mantan politeknik di Nottingham
9
Edinburgh Napier University
93,6 persen

10
University of Edinburgh
93,6 persen



No comments:

Post a Comment

Saran-Kritik-Komentar Anda sangat bermanfaat.
Terima Kasih Telah Bergabung.