Jurnal Nature
Geoscience, Senin (3/12/2012) mempublikasikan hasil pengamatan Venus Express yaitu
berupa bukti yang mengarah pada vulkanisme di Venus, wahana antariksa yang
mengorbit planet kedua terdekat dari Matahari itu sejak 2006. Padahal,
sebelumnya para astrofisikawan meyakini bahwa Venus hanya memiliki gunung api
yang telah mati selama jutaan tahun. Namun, riset terbaru tersebut memunculkan
perdebatan bahwa saudara "perempuan" Bumi itu juga memiliki gunung
aktif seperti Krakatau ataupun Merapi.
Venus Express mendapati adanya gas sulfur dioksida (SO2), gas yang dihasilkan oleh gunung api aktif di Bumi, sesaat setelah kedatangannya di Venus 6 tahun lalu. Konsentrasi SO2 kemudian turun setelah beberapa saat, dan kini 10 kali lebih rendah dari tahun 2006. Venus semula dianggap saudara Bumi dan bisa mendukung kehidupan. Namun, hasil penelitian pada tahun 1970 menunjukkan bahwa atmosfer Venus tinggi kadar karbon dioksida dan tekanan 90 kali di Bumi. Suhu planet ini mencapai 457 derajat Celsius.
Venus Express mendapati adanya gas sulfur dioksida (SO2), gas yang dihasilkan oleh gunung api aktif di Bumi, sesaat setelah kedatangannya di Venus 6 tahun lalu. Konsentrasi SO2 kemudian turun setelah beberapa saat, dan kini 10 kali lebih rendah dari tahun 2006. Venus semula dianggap saudara Bumi dan bisa mendukung kehidupan. Namun, hasil penelitian pada tahun 1970 menunjukkan bahwa atmosfer Venus tinggi kadar karbon dioksida dan tekanan 90 kali di Bumi. Suhu planet ini mencapai 457 derajat Celsius.
Emanuel
Marq dari European Space Agency, seperti dikutip AFP mengaku adanya
kenaikan konsentrasi sulfur dioksida di atmosfer, dan membawanya ke atas, sebab
molekul individual SO2 akan terdegradasi oleh sinar Matahari setelah beberapa
hari. Wahana milik badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA)
sebelumnya, Pioneer Venus, pada tahun 1980-an juga mendeteksi adanya kenaikan
konsentrasi SO2 di Venus. Wahana itu menjalankan misinya pada tahun 1978-1992. Kenaikan
kadar SO2 memang menjadi petunjuk adanya vulkanisme. Namun sayangnya, semua
belum bisa dipastikan. Kenaikan SO2 juga menjadi gejala lain, yaitu adanya
badai yang mengocok gas beracun tersebut di atmosfer Venus.
Fenomena
badai itu terjadi karena perbedaan waktu rotasi Venus dengan kecepatan angin.
Venus berotasi pada sumbunya sendiri selama 243 hari Bumi. Sementara itu,
kecepatan anginnya jauh lebih cepat sehingga hanya butuh 4 hari Bumi untuk
berembus mengelilingi Venus.
Jean-Loup
Bertaux, peneliti pada instrumen SPICAV yang ada pada wahana Venus Express
mengatakan bahwa Erupsi vulkanik bisa menjadi seperti piston yang meningkatkan
kadar sulfur dioksida, tetapi keanehan pada sirkulasi planet yang belum kita
ketahui dengan pasti juga bisa mencampur gas menghasilkan fenomena yang sama.
Ibnu
Sina, tokoh yang dikenal sebagai seorang ilmuwan dan "Bapak Pengobatan
Modern" pada masa keemasan peradaban Islam, sekitar tahun 1000 adalah astronom
Persia yang disebut sebagai Avicenna oleh orang-orang Eropa yang aktif
melakukan penelitian astronomi dan menggerakkan observatorium besar pada
masanya di wilayah Iran.
Ma'rufin
Sudibyo, astronom Indonesia, mengatakan sebenarnya orang pertama yang mengamati
Transit Venus adalah Ibnu Sina. Dia mengamati dengan kamera lubang jarum. Kamera
lubang jarum yang digunakan Ibnu Sina adalat alat optik sederhana yang
berfungsi untuk melihat fenomena langit. Kamera ini bisa dibuat dengan bahan
kardus atau pipa, aluminium foil, kertas dan jarum pentul. pengamatan Transit Venus oleh Ibnu Sina sebenarnya
dilakukan secara tak sengaja, karena Ibnu Sina sendiri saat itu lebih banyak
mengamati fenomena-fenomena Matahari. Saat mengamati, ia menyaksikan ada bintik
di permukaan Matahari, tampak aneh dan mencurigakan. Pengamatan itu diduga berupa
“Transit Venus". Pengamatan Transit Venus oleh Ibnu Sina dilakukan pada
tanggal 24 Mei 1032. Pengamatan tersebut tidak terdokumentasi secara astronomis
sehingga tidak diakui sebagai pengamatan Transit Venus yang resmi. Orang
pertama yang diakui dunia melakukan dokumentasi Transit Venus adalah Johannes
Kepler. Kepler memprediksikan bahwa Transit Venus akan terjadi pada 6 Desember
1631 dan 8 tahun berikutnya, 1639.
Keelokan
Venus di wajah Matahari
Rabu
(6/6/2012) sebagian warga Indonesia bisa menonton transit atau perlintasan
Planet Venus di depan piringan Matahari (tentu dengan cara yang aman untuk mata
karena sinar matahari amat kuat). Prolog peristiwa kosmik ini telah diulas
dalam Laporan Iptek pekan lalu. Semangat untuk menyebarluaskan kejadian alam
ini pun hidup di kalangan komunitas, seperti Universe Awareness (UNAWE) yang
mengamati transit Venus di Atambua. Sementara itu, pencinta fotografi astronomi
juga ingin melihat noktah hitam Venus yang melintas di depan wajah Sang Surya
yang keemasan. Transit Venus yang berawal pukul 22.09 GMT (05.09 WIB) selama
hampir tujuh jam ini sangat bagus diamati dari awal di wilayah Indonesia timur.Dimensi
waktu yang panjang untuk ukuran manusia boleh jadi merupakan salah satu alasan
karena pasangan transit sekarang ini (yang pertama terjadi tahun 2004) tidak
akan berulang lagi hingga tahun 2117.
Bagi
para astronom, transit Venus menjadi satu momen untuk melakukan riset ilmiah. Seperti
dikutip oleh situs PhysOrg (5/3), tiga bulan sebelum transit berlangsung, para
ilmuwan berkumpul di Observatoire de Paris untuk mematangkan rencana
pengamatan. Dua kesempatan yang diincar oleh ilmuwan dari transit 5-6 Juni 2012
(tanggal 5 Juni untuk sebagian wilayah Amerika) adalah pertama untuk
menggunakan Venus sebagai contoh untuk eksoplanet (planet di luar tata surya)
yang juga transit di depan bintang induknya. Ilmuwan ingin menggunakan teknik
yang mereka kembangkan untuk menganalisis komposisi, struktur, dan dinamika
atmosfer eksoplanet. Yang kedua, mereka akan menggunakan secara simultan
observasi yang dilakukan di permukaan Bumi dan dari wahana antariksa. Observasi
gabungan ini diharapkan bisa memberi gambaran baru tentang lapisan tengah
atmosfer Venus yang kompleks, yang menjadi kunci dalam memahami klimatologi
planet saudara Bumi ini.
Di
sini kita masih melihat adanya peluang untuk menemukan adanya kehidupan cerdas
di luar Bumi nun di kejauhan sana. Kini Venus—karena keindahannya (lebih tepat
karena kecemerlangannya sebab saat paling terang magnitudonya mencapai minus
4,7 sehingga jauh lebih terang dibandingkan dengan planet-planet
lain)—dipandang sebagai Sang Dewi. Simbolnya pun mencerminkan karakter wanita,
berbeda dengan Mars yang disimbolkan sebagai Dewa Peperangan dengan simbol
kejantanan.
Venus,
Bumi, dan anggota tata surya lain—yang dipersepsikan sebagai ”Lautan
Keabadian”—ternyata juga ada umurnya. Umur ini ditentukan oleh umur Matahari yang
sebagai sebuah bintang memiliki takdir kehidupan. Kini, Matahari—dengan
demikian juga planet-planet sebagai anggota tata surya—bisa disebut berumur
setengah baya. Jika selama ini Matahari yang muda amat menopang kehidupan,
setelah memasuki umur setengah baya, satu hari nanti Matahari akan berubah
memusuhi kehidupan. Tanda-tanda awal ke arah itu diperkirakan sudah akan mulai
terjadi sekitar satu miliar tahun lagi. Pada saat itu Bumi sudah tidak layak
lagi jadi habitat. Tanaman dan hewan sudah tak bisa lagi hidup dalam udara yang
sangat panas. Laut akan menguap dan Bumi akan berubah seperti Planet Venus yang
elok itu.
Kalau
Planet Merkurius yang paling dekat dengan Matahari sudah ditelan bulat-bulat,
paling sedikit Venus sudah digoreng dan Bumi sudah dipanggang. Ada kemungkinan
Bumi juga sudah menguap. Mars yang kini tampak kering kerontang boleh jadi akan
mengalami kebangkitan kedua. Es yang terjebak di bawah permukaan karena cuaca
dingin boleh jadi akan mencair dan akan menyediakan lahan bagi kehidupan. Bisa
jadi, seperti dikisahkan oleh Dr Chris McKay dari NASA Ames Research Center,
Mars layak ditinggali meski mungkin hanya 0,5 miliar tahun, berbeda dengan Bumi
yang beberapa miliar tahun (dari The Planets, BBC, 2004).
Pada
akhirnya, Matahari akan mencapai tahapan kehancuran yang tak ada satu pihak pun
bisa mencegahnya dan tidak ada lagi harapan hidup bagi kehidupan di tata surya.
Semua
ini telah dilihat oleh astronom Vatikan, Angelo Secchi. Melalui teleskop, pada
1868 ia mengamati kematian bintang Gamma Canis Veniticchi yang berjarak 400
tahun cahaya dari Bumi.
Beberapa
dekade kemudian, muncul astronom Sir Fred Hoyle yang meramalkan masa depan
Matahari bahwa eksistensi bintang raksasa merah adalah pertanda akhir sebuah
bintang.
"Kalau
peradaban manusia ingin selamat, jelas manusia harus melakukan migrasi sebelum
Bumi meleleh," ujar Dr Carolyn Porco dari Lunar and Planetary Laboratory,
Arizona.
”Tata
surya akan padam dan berakhir selamanya. Yang ada saat itu adalah malam sepanjang
waktu,” ujar Prof Douglas Gough dari Institut Astronomi, Universitas Cambridge,
dalam video BBC di atas.
Transit
Venus yang telah berlangsung adalah satu babakan dalam riwayat tata surya saat
ia masih berjaya di usia paruh baya.
No comments:
Post a Comment
Saran-Kritik-Komentar Anda sangat bermanfaat.
Terima Kasih Telah Bergabung.