Kemiskinan Berkurang
Sampai dengan tahun 2011, tingkat kemiskinan nasional telah dapat diturunkan menjadi 12,49 persen dari 13,33 persen pada tahun 2010. Keberhasilan dalam menurunkan tingkat kemiskinan di samping diperoleh melalui peningkatan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan melalui 3 (tiga) klaster program penanggulangan kemiskinan.
Hasil
yang diperoleh pada tahun 2011 dari Klaster I yang ditujukan untuk mengurangi
beban pemenuhan kebutuhan dasar dan untuk memenuhi kebutuhan dasar anggota
rumah tangga miskin melalui peningkatan akses pada pelayanan dasar adalah:
(1)
realisasi penyaluran subsidi Raskin sebesar 2,9 juta ton bagi 17,5 juta rumah
tangga sasaran penerima raskin, dan adanya penyaluran Raskin ke-13 untuk
mengurangi beban pengeluaran rumah tangga miskin akibat kenaikan harga-harga
pangan, termasuk beras;
(2)
pemberian pelayanan Jamkesmas bagi 76,4 juta orang; serta
(3)
penyediaan beasiswa yang direncanakan untuk 4,7 juta siswa.
Sementara
itu, pelaksanaan Program Keluarga Harapan (PKH) pada tahun 2011 telah
dilaksanakan bagi 772.000 rumah tangga sangat miskin (RTSM) di 88
kabupaten/kota pada 20 provinsi dengan kualitas yang semakin meningkat dimana
telah terjalin koordinasi antara beberapa program berbasis keluarga atau rumah
tangga, seperti Jamkemas dan beasiswa miskin. Pelaksanaan PKH juga telah
memberikan dampak terhadap peningkatan siswa yang terdaftar pada satuan
pendidikan setingkat SMP sebesar 3,1 persen dan juga peningkatan kesehatan
RTSM.
Sejalan
dengan pelaksanaan program Klaster I, hasil yang dicapai dalam pelaksanan
program Klaster II untuk tujuan Pemberdayaan Masyarakat diantaranya adalah
sebagai berikut. Pada tahun 2011 pelayanan PNPM Mandiri Inti sudah dilaksanakan
di 6.328 Kecamatan di seluruh Indonesia, dan akan terus dilanjutkan sehingga
pada tahun 2012 PNPM Mandiri Inti akan mencakup di 6.623 Kecamatan, dengan
penempatan 30.000 fasilitator sebagai pendamping masyarakat dan didukung dengan
penyaluran bantuan langsung masyarakat sebesar Rp 10,31 triliun yang berasal
dari APBN dan APBD.
Pelaksanaan
PNPM Mandiri, juga didukung oleh pelaksanaan PNPM pendukung yaitu diantaranya:
(i) PNPM Generasi sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas generasi penerus;
(ii) PNPM Kelautan dan Perikanan (PNPM-KP) yang ditujukan untuk memberikan
fasilitas bantuan sosial dan akses usaha modal; (iii) PNPM Agribisnis, yaitu
Program Usaha Agribisnis Pertanian (PUAP); serta (iv) PNPM Pariwisata yang baru
masuk dalam PNPM Penguatan dengan tujuan mengembangkan kapasitas masyarakat dan
memperluas kesempatan berusaha dalam kegiatan kepariwisataan. Pelaksanaan PNPM
telah meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui peningkatan pendapatan rumah
tangga hingga 19 persen dan konsumsi rumah tangga hingga 5 persen dibandingkan
dengan daerah yang tidak mendapat PNPM. Selain itu, akses terhadap kesehatan
juga lebih besar 5 persen dan peningkatan kesempatan kerja yang lebih besar
1,25 persen di lokasi PNPM dibandingkan lokasi non PNPM.
Hasil
yang dicapai dalam pelaksanan Klaster III adalah terlaksananya penyaluran
Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk UMKM dan koperasi. Sejak tahun 2007 sampai
dengan akhir tahun 2011 kredit yang tersalurkan hampir Rp 34,42 triliun, dan
mencakup sekitar 3,81 juta nasabah dengan tingkat non-performing loan (NPL)
mencapai 2,52 persen. Sebagian besar KUR diserap oleh sektor perdagangan,
restoran, dan hotel (63,7 persen) dan pertanian (17,1 persen). Penyaluran KUR
sebagian besar berada di wilayah Jawa dengan volume KUR sebesar 50,2 persen dan
proporsi debitur mencapai 61,0 persen. Pada periode tahun 2011, dana KUR yang
disalurkan mencapai Rp 17,23 triliun dengan jumlah nasabah lebih dari 1,4 juta
nasabah. Pelaksanaan KUR telah memberikan dampak terhadap peningkatan rata-rata
aset usaha sebesar Rp 51 juta, aset rumah tangga sebesar Rp 12,66 juta dan
pengeluaran rumah tangga sebesar Rp 279.000 per bulan. Selain itu, KUR juga
telah mengatasi pengangguran terselubung bagi debitur dan keluarganya, serta
meningkatkan intensitas utilisasi tenaga kerja dan kontribusi pada perekonomian
nasional.
Selain
kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan akses pada pelayanan dasar
seperti pangan, pendidikan, dan kesehatan, dalam rangka meningkatkan akses
penguasaan dan pemilikan tanah/lahan bagi masyarakat miskin, dilakukan pula
penataan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah (P4T). Pada
tahun 2011, telah dilakukan redistribusi tanah sebanyak 186.000 bidang.
Indeks
Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan
1.
Persoalan kemiskinan bukan hanya sekadar berapa jumlah dan persentase penduduk
miskin. Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan
keparahan kemiskinan. Selain upaya memperkecil jumlah penduduk miskin,
kebijakan penanggulangan kemiskinan juga terkait dengan bagaimana mengurangi
tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan.
2.
Pada periode Maret 2011–Maret 2012, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks
Keparahan Kemiskinan (P2) menunjukkan kecenderungan menurun. Indeks Kedalaman Kemiskinan
turun dari 2,08 pada bulan Maret 2011 menjadi 1,88 pada Maret 2012. Demikian
pula Indeks Keparahan Kemiskinan turun dari 0,55 menjadi 0,47 pada periode yang
sama (Tabel 16.2). Penurunan nilai kedua indeks ini mengindikasikan bahwa ada
peningkatan pengeluaran penduduk miskin yang semakin mendekati garis
kemiskinan. Selain itu ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga menjadi
semakin kecil.
3.
Nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di
daerah perdesaan relatif lebih tinggi dibandingkan nilai indeks di daerah
perkotaan. Pada bulan Maret 2012, nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) di
daerah perkotaan hanya 1,40 sementara di daerah perdesaan mencapai 2,36. Nilai
Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di daerah perkotaan hanya 0,36 sedangkan di
daerah perdesaan mencapai 0,59.
Sumber:
: Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi BPS, Edisi 27, Agustus 2012
Perkembangan
Tingkat Kemiskinan Maret 2011–Maret 2012
1.
Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2012 mencapai 29,13 juta orang
(11,96 persen), berkurang 0,89 juta orang dibandingkan dengan penduduk miskin
pada Maret 2011 yang sebesar 30,02 juta orang (12,49 persen).
Jumlah
penduduk miskin pada bulan Maret 2012 sebanyak 29,13 juta orang (11,96 persen)
2.
Jumlah penduduk miskin di daerah perdesaan turun lebih banyak dibanding
penurunan penduduk miskin di daerah perkotaan. Selama periode Maret 2011–Maret
2012, penduduk miskin di daerah perkotaan berkurang 399,5 ribu orang, sementara
di daerah perdesaan berkurang 487 ribu orang.
3.
Persentase penduduk miskin di daerah perdesaan pada periode Maret 2011−Maret
2012 sedikit mengalami perubahan. Pada bulan Maret 2011, 63,20 persen penduduk
miskin tinggal di daerah perdesaan, sementara pada bulan Maret 2012 persentase
penduduk miskin yang tinggal di daerah perdesaan mencapai 63,45 persen.
Beberapa
faktor terkait penurunan jumlah dan persentase penduduk miskin selama periode
Maret 2011−Maret 2012 adalah:
a.
Upah harian (nominal) buruh tani dan buruh bangunan meningkat selama periode
triwulan I-2011 dan triwulan I-2012, yaitu masing-masing sebesar 2,96 persen
dan 4,81 persen.
b.
Penerima beras murah/raskin (dalam 3 bulan terakhir) pada kelompok 20 persen penduduk
dengan pendapatan terendah meningkat dari 13,3 persen (tahun 2011) menjadi 17,2
persen (tahun 2012) di perkotaan. Begitu juga di daerah perdesaan terjadi
peningkatan dari 13,3 persen menjadi 17,2 persen (berdasarkan data Susenas 2011
dan Susenas 2012).
c.
Penerima pelayanan kesehatan gratis selama 6 bulan terakhir (pada 20 persen
penduduk dengan pendapatan terendah) meningkat dari tahun 2011 ke tahun 2012
(4,6 persen menjadi 5,6 persen) di perkotaan. Hal yang sama juga terjadi di
daerah perdesaan, penerima pelayanan kesehatan gratis di kelompok tersebut
meningkat dari 3,9 persen pada tahun 2011 menjadi 4,7 persen pada tahun 2012
(berdasarkan Susenas 2011 dan Susenas 2012).
d.
Selama periode Maret 2011−Maret 2012 inflasi umum relatif rendah, yaitu sebesar
3,97 persen.
e.
Perbaikan penghasilan petani yang ditunjukkan oleh kenaikan NTP (Nilai Tukar
Petani) sebesar 1,32 persen dari 103,32 pada Maret 2011 menjadi 104,68 pada
Maret 2012.
f.
Perekonomian Indonesia triwulan I-2012 tumbuh sebesar 6,3 persen terhadap
triwulan I-2011, sedangkan pengeluaran konsumsi rumah tangga tumbuh sebesar 4,9
persen pada periode yang sama (pertumbuhan pada tahun 2011 hanya mencapai 3,6
persen).
g.
Dari sisi ukuran subyektif (subjective measurement), persentase rumah tangga di
kuantil terbawah (20 persen penduduk dengan pendapatan terendah) yang
menyatakan bahwa penghasilannya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-sehari
dalam sebulan terakhir meningkat dari 8,1 persen (tahun 2011) menjadi 12,4
persen (tahun 2012) di daerah perkotaan. Di daerah perdesaan meningkat dari 8,5
persen (tahun 2011) menjadi 11,0 persen (tahun 2012).
Perubahan
Garis Kemiskinan Maret 2011–Maret 2012
1.
Jumlah penduduk miskin sangat dipengaruhi oleh Garis Kemiskinan, karena
penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita
per bulan di bawah Garis Kemiskinan. Selama bulan Maret 2011–Maret 2012, Garis
Kemiskinan naik sebesar 6,40 persen, yaitu dari Rp233.740 per kapita per bulan pada
Maret 2011 menjadi Rp248.707 per kapita per bulan pada Maret 2012. Garis
Kemiskinan (GK), terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis
Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM). Peranan GKM terhadap GK sangat dominan, yaitu
mencapai 73,52 persen pada Maret 2011 dan 73,50 persen pada Maret 2012.
2.
Komoditi makanan yang sangat mempengaruhi GK adalah beras. Pada Maret 2012,
kontribusi pengeluaran beras terhadap Garis Kemiskinan sebesar 29,23 persen di
daerah perkotaan dan 35,61 persen di daerah perdesaan. Rokok kretek filter
memberikan sumbangan terbesar kedua kepada Garis Kemiskinan (8,13 persen di
perkotaan dan 7,07 persen di perdesaan). Komoditi lainnya adalah telur ayam ras
(3,41 persen di perkotaan dan 2,62 di perdesaan), gula pasir (2,63 persen di perkotaan
dan 3,68 persen di perdesaan), tempe (2,26 persen di perkotaan dan 1,77 persen
di perdesaan), tahu (2,00 persen di perkotaan dan 1,43 persen di perdesaan),
mie instan (1,65 persen di perkotaan dan 2,26 persen di perdesaan), bawang
merah (1,33 persen di perkotaan dan 1,56 persen di perdesaan). Disamping
beberapa komoditi tersebut, untuk daerah perkotaan, daging ayam ras (2,38
persen) dan cabe merah (1,32 persen) termasuk komoditi yang memberi kontribusi
yang cukup besar terhadap GK, sedangkan di perdesaan kopi (1,53 persen) dan
cabe rawit (1,30 persen) merupakan komoditi yang juga memberi kontribusi yang
cukup besar terhadap GK.
3.
Komoditi bukan makanan yang sangat mempengaruhi GK adalah biaya perumahan,
listrik, biaya pendidikan, dan pengeluaran untuk bensin. Kontribusi biaya
perumahan (10,32 persen di perkotaan dan 7,16 persen di perdesaan), biaya
listrik (2,32 persen di perkotaan dan 2,06 persen di perdesaan), biaya
pendidikan (2,88 persen di perkotaan dan 1,64 persen di perdesaan), dan pengeluaran
untuk bensin (1,93 persen di perkotaan dan 1,71 persen di perdesaan). Untuk
daerah perkotaan, biaya angkutan termasuk komoditi bukan makanan yang sangat
mempengaruhi GK, yaitu mencapai 2,33 persen, sedangkan di perdesaan, komoditi
lainnya adalah kayu bakar (1,80 persen).
No comments:
Post a Comment
Saran-Kritik-Komentar Anda sangat bermanfaat.
Terima Kasih Telah Bergabung.