Portugal
memiliki defisit terbesar ketiga di Uni Eropa (UE) pada 4,4 persen dari PDB,
dan utang publik terbesar kedua dengan 129 persen pada tahun lalu, angka
Eurostat mengungkapkan pada Jumat 21 Oktober 2016. Defisit Portugal tahun lalu
hanya lebih kecil dari Yunani sebesar 7,5 persen dan Spanyol sebesar 5,1
persen.
Anggaran
defisit adalah anggaran dengan pengeluaran negara lebih besar daripada
penerimaan negara. Intinya, penerimaan rutin dan penerimaan pembangunan tidak
mencukupi untuk membiayai seluruh pengeluaran pemerintah.
Portugal
baru-baru ini menghindari denda karena telah gagal mencapai target defisit
tahun lalu, dan saat ini sedang menjalani prosedur kelebihan defisit. Pemerintah
sosialis kiri-tengah, yang berkuasa pada November, telah berjanji untuk
meningkatkan pensiun dan pendapatan pribadi sambil meningkatkan pajak tidak
langsung untuk memenuhi target fiskal.
Perdana
Menteri Sosialis Portugal Antonio Costa mengatakan negara itu akan berupaya mengurangi
defisit sementara menggulirkan kembali program penghematan, meskipun Uni Eropa
memperingatkan bahwa defisit negara itu terus-menerus terlalu tinggi. Pekan
lalu Portugal mengungkapkan Anggaran untuk 2017 tujuan target defisit ambisius
1,6 persen pada tahun depan dari estimasi tahun ini 2,4 persen.
Reuters
melaporkan, Negara ini sedang menjalani pengujian penilaian pada Jumat ini oleh
perusahaan pemeringkat Kanada DBRS, yang terakhir dari pemeringkat utama yang
mempertahankan Portugal di tingkat "investment grade" (layak
investasi). Portugal menandatangani program dana talangan (bailout) 78 miliar
euro (sekitar 85 miliar dolar AS) pada 2011, ketika negara itu di ambang
kebangkrutan yang menyebabkan serangkaian tindakan pengetatan ikat pinggang.
Bagaimana di Indonesia?
Menteri
Keuangan Sri Mulyani di kompleks DPR, Jakarta, Rabu, 12 Oktober 2016,
mengatakan : “Posisi defisit saat ini 1,79 persen dari produk domestik bruto. Defisit
per September lebih baik dibanding realisasi Juni sebesar Rp 230,7 triliun atau
1,83 persen dari PDB.
Realisasi
penerimaan perpajakan tercatat Rp 896,1 triliun atau 58,2 persen dari target Rp
1.539 triliun. Penerimaan PPh non-migas telah mencapai Rp 476,5 triliun atau
naik Rp 375,8 triliun dibanding pada September 2015. Penerimaan cukai tercatat
Rp 78,6 triliun atau turun Rp 10 triliun dibanding periode yang sama tahun
lalu. Penerimaan negara bukan pajak (PNPB) tercatat sudah terealisasi Rp 183,8
triliun atau 75 persen dari target.
Sri
mengatakan pemerintah menggunakan cara front loading untuk membiayai defisit.
"Pembiayaan di depan bertujuan menjaga cash flow pemerintah. Pasalnya,
penerimaan negara dari perpajakan hingga Agustus 2016 sangat di bawah target. Performa
defisit ditunjang dana tebusan program amnesti pajak periode pertama. Uang
tebusan selama periode tersebut mencapai Rp 92 triliun. Program amnesti pajak
juga mendukung peningkatan pendapatan negara, terutama pada September 2016.
Total realisasi pendapatan negara hingga 30 September tercatat sebesar Rp
1.081,2 triliun. Realisasinya telah mencapai 60,5 persen dari target Rp 1.786
triliun.
Realisasi belanja
pemerintah pusat per September sebesar Rp 767,7 triliun. Jumlahnya sudah
mencapai 59 persen dari target Rp 1.306,7 triliun. Belanja kementerian lembaga
yang terealisasi sebesar Rp 482,6 triliun, sedangkan dana transfer ke daerah
dan dana desa terealisasi sebesar Rp 537,8 triliun.
Jika
defisit anggaran didanai melalui prosedur pinjaman publik dalam negeri, tekanan
moneter dari total permintaan pemerintah terhadap harga tidak akan
terjadi—setidaknya dalam teori—karena sarana pembayaran individu yang kelebihan
berhasil di serap, dan dengan demikian inflasi mata uang tidak terjadi karena
kebijakan tersebut.
Apabila
defisit dibiayai oleh pinjaman Bank Sentral—penerbitan mata uang—maka tekanan
inflasi harga mata uang mulai muncul sebagai akibat adanya alat pembayaran yang
berlebih daripada penawaran yang ada.
Dalam
sistem perekonomian yang terhubung dengan perdagangan internasional melalui
ekspor dan impor, kelebihan konsumsi pemerintah dapat ditutupi oleh impor. Di
sini, metode penanganan defisit juga berdampak besar terhadap konsekuensi yang
muncul. Yaitu, apabila penanganan defisit anggaran ditutupi dengan penerbitan
uang baru (ekspansi moneter) akan menyebabkan inflasi dan merosotnya nilai kurs
mata uang lokal di hadapan mata uang asing. Pada akhirnya, penurunan kurs
(nilai mata uang) juga akan meningkatkan defisit anggaran yang justru
mempersulit penanganan defisit anggaran. Hal inilah yang membuat cara seperti
ini tidak dapat diterapkan secara kontinyu dalam kebijakan ekonomi. Oleh karena
itu, ajakan untuk mencapai stabilitas harga dan tukar selalu terfokus pada
penyeimbangan pertumbuhan pertukaran uang, yang juga selalu terfokus pada
keharusan penyeimbangan antara anggaran suatu negara dengan tidak menutupi
defisit anggarannya dengan instrumen moneter.
Defisit
anggaran harus diarahkan pada mekanisme pemanfaatan, yaitu jenis penggunaan dan
kelembagaan yang menjamin efektifitas dari penggunaannya. Penggunaan defisit
anggaran untuk pembiayaan konsumsi akan membahayakan perekonomian dalam jangka
panjang. Tapi apabila pembiayaan defisit anggaran tersebut digunakan untuk memperluas kapasitas produksi
dan memperkuat anggaran tidak akan memberatkan generasi mendatang.
Sumber
: ANTARA News
No comments:
Post a Comment
Saran-Kritik-Komentar Anda sangat bermanfaat.
Terima Kasih Telah Bergabung.