Saveguard Industri Indonesia
Safeguard adalah tindakan pengamanan yang dilakukan oleh pemerintah
negara pengimpor untuk memulihkan kerugian serius atau mencegah ancaman
kerugian serius terhadap industri dalam negeri sebagai akibat lonjakan barang
impor sejenis atau barang yang secara langsung bersaing.
Pada 5 November 2019, Kemenkeu menerbitkan setidaknya tiga Peraturan
Menteri Keuangan (PMK) berupa aturan pengamanan perdagangan (safeguard) untuk
tekstil dan produk tekstil dan diundangkan per 6 November 2019 oleh Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM). PMK tersebut terkait pengenaan bea masuk
tindakan pengamanan sementara (BMTPS) untuk produk tekstil dan produk tekstil,
seperti benang, kain, dan tirai, total sebanyak 121 pos tarif. (Kepala Biro
Komunikasi dan Layanan Informasi, Kemenkeu Nufransa Wira Sakti kepada Tempo, Jumat, 8 November 2019).
PMK Nomor 161 Tahun 2019 yang mengatur tentang BMTPS
terhadap impor produk benang, selain benang jahit, dari serat staple sintetik
dan artifisial. Aturan tersebut mengatur enam pos tarif produk kain mulai
sebesar Rp 1.405 per kilogram. Aturan tersebut melampirkan setidaknya 121 negara
yang dikecualikan pengenaan BMTPS.
PMK Nomor 162 Tahun 2019 mengatur pengenaan BMPTS terhadap
impor kain. Aturan tersebut menjelaskan 107 pos tarif produk kain mulai sebesar
Rp 1.318 hingga Rp 9.521 per meter. Beleid ini melampirkan setidaknya 121
negara yang dikecualikan pengenaan BMTPS.
PMK Nomor 163 Tahun 2019 yang mengatur pengenaan BMPTS
terhadap impor produk tirai, kerai dalam, kelambu tempat tidur, dan perabot
lainnya. Aturan tersebut mendetailkan delapan pos tarif produk kain mulai
sebesar Rp 41.083 per kilogram. Beleid ini melampirkan setidaknya 124 negara
yang dikecualikan pengenaan BMTPS.
Peraturan menteri tersebut berlaku selama 200 hari terhitung
sejak berlakunya peraturan menteri ini.
Indonesia termasuk
Negara Paling Aktif Terapkan Safeguard
World Trade Organization (WTO) atau Organisasi Perdagangan
Dunia menyebut Indonesia berada diperingkat ke-2 sebagai negara yang aktif
menggunakan instrumen safeguard.
Keaktifan Indonesia dalam penggunaan instrumen safeguard
dengan menduduki peringkat ke-2 sebagai negara yang sering melakukan
penyelidikan dan mengenakan Bea masuk Safeguard setelah India. Semua inisiasi
penyelidikan safeguard tersebut sekitar 59 persen dari inisiasi safeguard yang
bermuara pada pengenaan bea masuk safeguard itu sendiri. (Plt. Direktur
Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Srie Agustina, dalam web seminar (webinar)
“Trade Remedi di Masa Pandemi: Peluang dan Tantangan”, Senin (8/6/2020).
Selain melakukan pembelaan perdagangan, Direktorat Perdagangan Luar Negeri juga aktif mengadukan
perilaku negara mitra yang dianggap melanggar, atau tidak sesuai dengan
peraturan multilateral ke Badan Penyelidikan Penyelesaian Sengketa WTO. Indonesia
tercatat pernah mengajukan 11 gugatan melawan Amerika Serikat, Uni Eropa,
Argentina, Afrika Selatan, Korea, Pakistan, dan Australia ke Badan Penyelesaian
Sengketa. Produk ekspor yang diyakini mendapatkan perlakuan yang tidak adil dan dimintakan keadilan
bervariasi, yakni mulai dari sepatu, bahan kimia, hingga aneka jenis lainnya. Oleh karena itu Indonesia juga patut
mawas diri.
Indonesia juga digugat oleh negara lain dengan alasan
melanggar norma perdagangan Internasional. Gugatan teradap Indonesia sudah
berjumlah 14 kasus , dan kebijakan nasional yang digugat oleh negara mitra
terkait dengan produk otomotif, daging ayam, daging, sapi, produk holtikultura,
dan produk besi baja. Negara yang menggugat juga bervariasi mulai dari negara
berkembang seperti Brazil, Taipe, Vietnam, sampai dengan negara industri maju
seperti Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Jepang.
Pada 30 Juni 2020, secara resmi Komisi Tarif Filipina
memutuskan untuk menghentikan penyelidikan safeguard atas produk kaca (clear
and tinted float glass) tanpa pengenaan bea masuk kepada semua negara, termasuk
Indonesia. Alasannya, karena otoritas Filipina tidak dapat membuktikan impor
produk kaca menyebabkan kerugian serius atau ancaman kerugian terhadap industri
serupa di dalam negeri mereka. Sebelumnya, Indonesia juga dibebaskan dari
tuduhan safeguard untuk semen dan keramik.
Indonesia kini terbebas dari pengenaan Bea Masuk Tindakan
Pengamanan (BMTP) oleh Filipina untuk produk kaca (clear and tinted float
glass). Produk kaca yang terbebas dari pengenaan BMTP tersebut ada dalam
kelompok pos tarif/HS code 7005.29.90 (clear float glass), 7005.21.90 (tinted
float glass), dan 7005.10.90 (reflective float glass).di mana kemenangan
Indonesia atas tindakan safeguard itu diyakini akan semakin membuka peluang
ekspor produk tersebut ke tersebut. Diyakini kemenangan ini mampu mengembalikan
gairah industri kaca Indonesia di pasar ekspor Filipina setelah terancam
dikenakan BMTP. Peluang ekspor produk tersebut ke Filipina kembali terbuka
lebar. (Menteri Perdagangan Agus Suparmanto).
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai ekspor produk
kaca Indonesia ke Filipina yang diselidiki adalah sebesar 635 ribu dolar AS
pada 2019. Nilai tersebut meningkat dibandingkan 2018 yang tercatat sebesar 405
ribu dolar AS. Namun akibat penyelidikan safeguard ini, kinerja ekspor produk
kaca dimaksud cukup terpengaruh pada 2020.
No comments:
Post a Comment
Saran-Kritik-Komentar Anda sangat bermanfaat.
Terima Kasih Telah Bergabung.