KULIAH PUBLIK: Cara Kaya Melalui Bisnis Keluarga

SOSIAL MEDIA

PIKIRKAN YANG BAIK ~ o ~ LAKUKAN YANG TERBAIK ~ o ~ Ini Kuliah MetodeCHAT ~ o ~ Cepat_Hemat_Akrab_Terpadu ~ o ~ Silahkan Membaca dan Berkomentar

Ketahui Bagaimana Kondisi Ekonomi dan Bisnis Anda Terkini

  Baru-baru ini, pemerintah telah mulai melonggarkan mobilitas seiring menurunnya kasus covid-19. Sementara pada Juli hingga awal Agustus ek...

Tuesday, November 01, 2011

Cara Kaya Melalui Bisnis Keluarga

Apa itu Bisnis Keluarga

Sebuah bisniskeluarga adalah bisnis di mana satu atau lebih anggota dari satu atau lebih keluarga memiliki kepemilikan signifikan dan komitmen yang signifikan terhadap keseluruhan bisnis ' kesejahteraan . Di beberapa negara, banyak perusahaan publik terbesar adalah milik keluarga. Sebuah perusahaan dikatakan milik keluarga jika seseorang adalah pemegang saham pengendali, yaitu seseorang (bukan sebuah negara, korporasi, manajemen kepercayaan, atau reksa dana) dapat mengumpulkan saham cukup untuk memastikan setidaknya 20% dari pemungutan suara hak dan persentase hak suara tertinggi dibandingkan dengan pemegang saham lainnya.

Dalam bisnis keluarga, satu atau lebih anggota dalam tim manajemen diambil dari keluarga yang memiliki. Bisnis keluarga dapat memiliki pemilik yang bukan anggota keluarga. Bisnis keluarga juga dapat dikelola oleh individu yang bukan anggota keluarga. Namun, anggota keluarga sering terlibat dalam operasi bisnis keluarga mereka dalam beberapa kapasitas dan, di perusahaan Keck, biasanya satu atau lebih anggota keluarga para perwira senior dan manajer. Banyak perusahaan yang sekarang perusahaan publik adalah bisnis keluarga.

Keluarga partisipasi sebagai manajer dan / atau pemilik bisnis dapat memperkuat perusahaan karena anggota keluarga sering setia dan didedikasikan untuk perusahaan keluarga. Namun, partisipasi keluarga sebagai manajer dan / atau pemilik bisnis dapat menimbulkan masalah unik karena dinamika dari sistem keluarga dan dinamika sistem bisnis sering tidak seimbang.


Bisnis Keluarga Asia

Mayoritas bisnis keluarga di Asia ternyata terfokus pada sektor tradisional. Pasalnya, secara historis, bisnis keluarga termasuk konservatif dalam inovasi dan investasi. Hal tersebut terungkap dalam “Laporan Bisnis Keluarga Asia 2011: Tren Utama, Kontribusi dan Kinerja Ekonomi” yang dirilis Credit Suisse Emerging Markets Research Institute hari ini. Laporan Credit Suisse ini disusun berdasarkan riset atas 3.568 bisnis keluarga yang terdaftar di bursa di 10 negara Asia untuk analisis tren perkembangan utama, kontribusi ekonomi, dan kinerja pasar modal mereka.

CEO Credit Suisse Asia Tenggara Helman Sitohang menyatakan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa :
  • Bisnis keluarga Asia cenderung lebih banyak bermain di sektor-sektor tradisional, terutama sektor-sektor keuangan (perbankan dan real estate), industri, dan sektor non-essential dan pokok bagi konsumen.
  • Mengelolaan oleh keluarga secara historis terbukti konservatif dalam hal inovasi dan investasi pada bisnis-bisnis baru berisiko tinggi.
  • Beberapa studi Credit Suisse sebelumnya juga menunjukkan bahwa pengelolaan oleh keluarga sebagai suatu bentuk organisasi, paling cocok untuk sektor-sektor industri tradisional dengan biaya-biaya tetap yang tinggi dan kegiatan operasional yang membutuhkan pemikiran investasi jangka panjang. Karakteristik ini kurang banyak ditemukan dalam industri yang tinggi inovasi dan intensif dalam hal teknologi.  Meski demikian, anomali terjadi di Korea Selatan, Taiwan, dan India. Ketiga negara ini memiliki lebih banyak bisnis keluarga yang berkaitan dengan teknologi karena teknologilah yang menjadi pendorong struktur industri dalam perekonomian mereka.
  • Bisnis keluarga Asia memiliki ekposur yang sangat terbatas terhadap sektor energi, jasa telekomunikasi, dan kebutuhan umum yang padat modal. Hal ini terutama disebabkan oleh kurangnya akses yang dimiliki bisnis keluarga Asia untuk memperoleh kontrol atas industri-industri yang memiliki banyak regulasi dan biasanya dimonopoli oleh negara. Kehati-hatian bisnis keluarga dalam sektor ini juga dipengaruhi oleh makin besarnya risiko yang menghambat strategi investasi perusahaan mereka dalam mempertimbangkan kesempatan berinvestasi di industri padat modal tersebut.
  • Bisnis keluarga ini menguasai 32 persen dari total sumber dana di pasar modal.
  • Bisnis keluarga merupakan sumber penting bagi penciptaan kekayaan pribadi di Asia. Kondisi ini menekankan bahkan bisnis keluarga menjadi pilar penting bagiperekonomian regional.
  • 57 persen dari jumlah keseluruhan karyawan perusahaan terdaftar di Asia Selatan dan 32 persen karyawan di Asia Utara bergabung dalam bisnis keluarga ini.
  • Tahap siklus awal dari perkembangan bisnis keluarga Asia ini menyokong pertumbuhan ekonomi di 10 negara Asia tadi. Bisnis keluarga ini juga memberi total laba kumulatif sebesar 261 persen dan tingkat pertumbuhan tahunan gabungan sebesar 13,7 persen selama periode 2010/2011.
Kegiatan Bisnis keluarga di China, Malaysia, Singapura, dan Korea Selatan, memiliki kinerja tertinggi dalam jumlah laba dibandingkan Standar laba yang ada selama periode tersebut. Saham bisnis keluarga di Indonesia mempunyai kinerja terbaik dari kesepuluh negara tersebut. Analisis mengenai Bisnis Keluarga Asia ini merupakan seri terbaru dari rangkaian thought leadership Credit Suisse yang bertemakan bisnis keluarga global. Studi mengenai bisnis keluarga Asia yang pertama ini menjadi landasan dari apa yang kami cita-citakan akan menjadi inisiatif bagi penelitian tematik berkala guna mengkaji tantangan dan kesempatan utama bagi perkembangan bisnis keluarga Asia di masa yang akan dating.

Pada acara diskusi bertema Economic Development : Does Entrepreneurship Matter?  Yang diadakan oleh Ernst and Young di Jakarta, Rabu (10/7), timbul pemikiran bahwa :

Mayoritas atau 90 persen pengusaha Indonesia merupakan eksekutif yang menjalankan bisnis keluarga dan mereka umumnya adalah generasi kedua dari keluarga tersebut. Meski menduduki tampuk pimpinan paling puncak diperusahaan itu, keputusan akhir tetap dipegang oleh orang tua terutama ayah sebagai pendiri perusahaan. Demikian pendapat yang mengemuka. Karena keputusan akhir yang menentukan berada ditangan ayah selaku pendiri perusahaan, akhirnya pengusaha Indonesia lebih banyak hanya melaksanakan perintah ayahnya. Bukan menapak dari awal dan mengejar impian.

CEO PT Kushendry Asribusana, Jody Dharmawan, mengemukakan bahwa :
  • Di Amerika Serikat (AS), pengusaha berangkat dari upayanya untuk mengejar dan mewujudkan impiannya. Sementara disini, sekalipun dia memegang jabatan sebagai chief executif officer (CEO), dia harus mematuhi perintah ayahnya.
  • Dalam diskusi juga muncul pendapat mengenai pentingnya sifat dan kemauan kewiraswastaan untuk  membantu mengatasi masalah pengangguran sekarang ini.
  • Kunci mengatasi pengangguran bukan usaha konglomerasi yang meraksasa, melainkan cukup dengan mengembangkan usaha kecil menengah (UKM). Namun, di Indonesia masih jarang orang yang berani mengambil risiko menjadi pengusaha, hanya karena mereka tidak mau mengalami kegagalan. Walaupun berpendidikan tinggi, mereka enggan terjun sebagai pengusaha dan memilih konsultan yang risikonya lebih kecil. Selain itu, iklim bisnis di Indonesia sendiri dinilai masih diwarnai berbagai pungutan diluar keharusan. Seringkali perusahaan terpaksa ditutup hanya karena tidak mau memberikan suap atau memenuhi tuntutan pungutan dari oknum tertentu. [Kompas 11 Juli 2002]
Dalam kurun 2000-2010, bisnis keluarga di Asia mencatatkan total laba kumulatif hingga261 persen. Angka ini melampaui standar patokan di tujuh dari 10 bursa modal.  Head of Global Financial Markets Research for Private Banking and Asset Management dari Credit Suisse Emerging Markets Research Institute Hechler-Fayd'herbe menyatakan, dua keadaan pasar buruk di tengah-tengah krisis 'internet bubble' pada 2002-2003 dan krisis keuangan 2008-2009, ternyata tidak memengaruhi pertumbuhan laba kumulatif bisnis-bisnis keluarga di Asia.  Namun, sepanjang dekade terakhir, bisnis keluarga Asia juga memberikan rata-rata dividen 22 poin lebih tinggi dari rata-rata pasar pada periode yang sama, kecuali pada 2002 ketika terjadi krisis ‘internet bubble’.

Hechler-Fayd'herbe menjelaskan bahwa sepanjang 2000-2010, tingkat pertumbuhan tahunan gabungan bisnis-bisnis keluarga di Asia adalah 13,7 persen. Bisnis-bisnis keluarga mengalahkan tolok ukur lokal mereka pada tujuh dari 10 pasar Asia.  Menurutnya, bisnis keluarga di China, Malaysia, Singapura, dan Korea Selatan relatif memiliki pencapaian tertinggi atas tolak ukur lokal mereka pada tingkat pertumbuhan tahunan gabungan dalam total laba sepanjang periode yang sama. 

Pencapaian tersebut terutama disebabkan oleh pertumbuhan pendapatan dan keuntungan keempat negara itu yang berada di atas rata-rata pasar.  Misalnya seperti yang diukur oleh pertumbuhan saham, salah satu dari beberapa indikator pengukur kapabilitas bisnis keluarga untuk menciptakan nilai pemegang saham dan penggerak utama penaksiran nilai perusahaan. 

Laporan Credit Suisse Emerging Markets Research Institute berdasarkan riset atas 3.568 bisnis keluarga yang terdaftar di bursa di 10 negara Asia memaparkan, 59 persen dari 1.279 bisnis keluarga terdaftar dengan permodalanpasar lebih dari USD500 berada di kawasan Asia Utara. Mereka tersebar di Hong Kong (25 persen), Korea Selatan (13 persen), Taiwan (12 persen), dan China (sembilan persen).  Studi tersebut meliputi analisis tren perkembangan utama, kontribusi ekonomi, dan kinerja pasar modal terhadap bisnis-bisnis keluarga yang menjadi responden riset.

Hasil studi Credit Suisse yang dirilis hari ini juga mencatat bahwa :
  • Asia Utara menjadi pusat bagi bisnis keluarga dengan permodalan pasar lebih dari USD500 juta.
  • Dalam hal distribusi regional, jumlah bisnis keluarga lebih tinggi di Asia Selatan yaitu 65 persen dari total perusahaan terdaftar. Sedangkan 37 persen lainnya ada di Asia Utara. 
  • India merupakan negara dengan jumlah bisnis keluarga terbanyak dalam lingkup penelitian kami, yakni 67 persen dari keseluruhan perusahaan terdaftar.
  • Sedangkan bisnis keluarga China menempati persentase terendah (13 persen) karena struktur perekonomiannya yang dimiliki oleh negara," demikian seperti dikutip dari keterangan tertulis Credit Suisse kepada okezone, Senin (31/10/2011).  Meski jumlahnya lebih banyak daripada bisnis non-keluarga, bisnis keluarga hanya mewakili 32 persen dari keseluruhan jumlah kapitalisasi pasar dalam ruang lingkup studi ini.
  • Bisnis keluarga di Asia Selatan berkontribusi 49 persen terhadap total kapitalisasi pasar, dan Asia Utara berkontribusi terhadap 25 persen total kapitalisasi pasar.
  • Kapitalisasi pasar dari bisnis-bisnis keluarga setara dengan 34 persen dari total nilai gross domestic product (GDP) Asia. Jika dirinci, permodalan pasar bisnis-bisnis keluarga setara dengan 50 persen nilai GDP Asia Selatan dan 27 persen nilai GDP Asia Utara. 
  • Di Hong Kong, bisnis keluarga hanya mewakili 26 persen dari total kapitalisasi. Meski demikian, kombinasi nilai pasar dari bisnis-bisnis keluarga di negara tersebut adalah 291 persen dari nominal GDP, dan 140 persen di Singapura.
  • Saham bisniskeluarga Indonesia memiliki kinerja terbaik yang meliputi tren perkembangan utama, kontribusi ekonomi, serta kinerja pasar modal mereka.  Walaupun masih berada di bawah Jakarta Stock Exchange Composite Index (JCI), bisnis keluarga Indonesia menghasilkan jumlah laba CAGR 27,1 persen pada periode 2000-2010. Namun, angka itu masih sedikit lebih rendah dari JCI, dengan CAGR 27,6 persen. 
Masalah dan Solusi

Berhasil menyeimbangkan kepentingan yang berbeda dari anggota keluarga dan / atau kepentingan satu atau lebih anggota keluarga di satu sisi dan kepentingan bisnis di sisi lain memerlukan orang yang terlibat memiliki kompetensi, karakter dan komitmen untuk melakukan pekerjaan ini. Perusahaan milik keluarga hadir tantangan khusus bagi mereka yang menjalankannya. Alasannya? Mereka dapat aneh, mengembangkan budaya yang unik dan prosedur saat mereka tumbuh dan matang. Itu bagus, asalkan mereka terus dikelola oleh orang yang mendalami tradisi, atau setidaknya mampu beradaptasi dengan mereka. 

Seringkali anggota keluarga bisa mendapatkan keuntungan dari melibatkan lebih dari satu penasihat profesional, masing-masing memiliki keahlian khusus yang dibutuhkan oleh keluarga. Beberapa keahlian yang mungkin diperlukan meliputi komunikasi, resolusi konflik sistem keluarga,, keuangan, hukum, akuntansi, asuransi, investasi, pengembangan kepemimpinan, pengembangan manajemen, dan perencanaan strategis . 

Dari laporan Credit Suisse perlu dicatat (Senin; 31/10/2011) bahwa :
  • Kepemilikan dalam bisnis keluarga juga akan menunjukkan kematangan dari bisnis. Jika semua saham sisanya dengan satu individu, sebuah bisnis keluarga masih dalam tahap bayi, bahkan jika pendapatan yang kuat. Pertumbuhan pendapatan bagi bisnis keluarga berada di bawah rata-rata pasar, tetapi juga tidak mudah berubah.
  • Meskipun 61 persen dari keseluruhan perusahaan terdaftar dalam penelitian ini merupakan bisnis keluarga per akhir 2010, kapitalisasi pasar sebagai persentase nilai GDP hanya 24 persen.
  • Bisnis-bisnis keluarga sebagian besar terkonsentrasi pada sektor non-esensial bagi konsumen.
  • Bisnis keluarga berkontribusi 64,6 persen dari keseluruhan karyawan dalam sektor tersebut, diikuti oleh sektor keuangan 32 persen, dan sektor industri 30,7 persen.
Kepentingan anggota keluarga mungkin tidak selaras dengan kepentingan bisnis. Sebagai contoh, jika ada anggota keluarga ingin menjadi presiden tetapi tidak kompeten sebagai anggota non-keluarga, kepentingan pribadi anggota keluarga dan kesejahteraan bisnis mungkin dalam konflik. Atau, kepentingan seluruh keluarga mungkin tidak seimbang dengan kepentingan bisnis mereka.

Sebagai contoh, jika sebuah keluarga kebutuhan bisnis untuk mendistribusikan dana untuk biaya hidup dan pensiun tapi bisnis membutuhkan mereka untuk tetap kompetitif, kepentingan seluruh keluarga dan bisnis menjadi tidak selaras. Tetapi tidak dapat dipungkiri, bahwa Bisnis keluarga telah membuktikan menjadi sarana yang jitu agar orang mencapai kekayaan yang luar biasa.

Chairman The Jakarta Consulting Group A.B. Susanto kepada wartawan menjelaskan (10/3/2011), bahwa ternyata orang terkaya di Indonesia didominasi bisnis keluarga, bisnis keluarga kalau bisa rukun memiliki kemampuan luar biasa, bisa terbang ke luar angkasa. Yang penting pandai mengatasi konflik, conflict resolution bagus. Kebanyakan bisnis yang ada di dunia ini banyak berasal dari bisnis bisnis keluarga. Bahkan kata dia, perusahaan-perusahaan besar dunia sebanyak 80-90% berasal dari bisnis keluarga. Misalnya Djarum sangat bagus.

Menurut Susanto, berdasarkan definisi The Jakarta Consulting yang selama ini menjadi konsultan para pebisnis keluarga, ada dua definisi bisnis keluarga.
Pertama, bisnis keluarga yang berbasis family business enterprises yaitu bisnis dimiliki oleh keluarga termasuk posisi kunci dipegang  oleh anggota keluarga. Contohnya Gudang Garam; masih family business enterprises, Djarum juga," katanya.

Katagori kedua adalah bisnis keluarga yang berbasisfamily owned business, dimana bisnis masih dimiliki keluarga, namun pihak yang mengurus bisnis diambil dari orang luar atau kalangan profesional di luar keluarga misalnya Sinar Mas Group. Ia mencontohkan dalam keluarga Hartono di Grup Djarum, peran anak-anaknya masih memegang kunci. Dalam kategori  family business enterprises ditemukan juga beberapa orang yang memegang kunci di luar keluarga, namun  dengan kedekatan emosional seperti kawan sekolah dan teman seperjuangan sehingga dianggap dalam jajaran keluarga.

Majalah Forbes merilis bahwa dari 14 orang Indonesia yang masuk dalam daftar orang terkaya dunia versi majalah Forbes, ternyata didominasi berlatar belakang bisnis keluarga. Kamis (10/3/2011)

208. R Budi Hartono (rokok, bank) : US$ 5 miliar
208. Michael Hartono (rokok, bank) : US$ 5 miliar
304. Low Tuck Kwong (batubara) : US$ 3,6 miliar
420. Martua Sitorus (CPO) : US$ 2,7 miliar
488. Peter Sondakh (investasi) : US$ 2,4 miliar
564. Sri Prakash Lohia (polyester) : US$ 2,1 miliar
595. Kiki Barki (batubara) : US$ 2 miliar
651: Sukanto Tanoto (diversifikasi) : US$ 1,9 miliar
782: Edwin Soeryadjaya (batubara) : US$ 1m6 miliar
833: Garibaldi Tohir (batubara) : US$ 1,5 miliar
938: Theodore Rachmat (batubara) : US$ 1,3 miliar
1057. Chairul Tanjung (diversifikasi) : US$ 1,1 miliar
1057. Murdaya Poo (diversifikasi) : US$ 1,1 miliar
1140. Benny Subianto (batubara) : US$ 1 miliar.

Akhirnya, kepentingan salah satu anggota keluarga mungkin tidak selaras dengan anggota keluarga lainnya. Sebagai contoh, anggota keluarga yang pemilik mungkin ingin menjual bisnis untuk memaksimalkan laba mereka, tetapi anggota keluarga yang merupakan pemilik dan juga seorang manajer mungkin ingin menjaga agar perusahaan karena merupakan karir mereka dan mereka ingin anak-anak mereka memiliki kesempatan untuk bekerja dalam bisnis.

Ketika bisnis keluarga pada dasarnya dimiliki dan dioperasikan oleh satu orang, orang itu biasanya tidak diperlukan balancing otomatis. Sebagai contoh, pendiri dapat memutuskan kebutuhan bisnis untuk membangun pabrik baru dan mengambil lebih sedikit uang keluar dari bisnis selama periode sehingga bisnis dapat mengumpulkan uang tunai yang diperlukan untuk memperluas. Dalam membuat keputusan ini, pendiri adalah menyeimbangkan kepentingan pribadinya (mengambil uang tunai) dengan kebutuhan bisnis (ekspansi).

Manajer generasi paling pertama pemilik / membuat sebagian besar keputusan. Ketika generasi kedua (kemitraan saudara) adalah dalam kontrol, pengambilan keputusan menjadi lebih konsultatif. Ketika generasi ketiga yang lebih besar (sepupu konsorsium) adalah dalam kontrol, pengambilan keputusan menjadi lebih konsensual, anggota keluarga sering mengambil suara. Dengan cara ini, pengambilan keputusan seluruh generasi menjadi lebih rasional (Alderson, K., 2011).

Menyeimbangkan kepentingan yang bersaing seringkali menjadi sulit dalam tiga situasi. Situasi pertama adalah ketika pendiri ingin mengubah sifat keterlibatan mereka dalam bisnis.Biasanya pendiri dimulai transisi ini dengan melibatkan orang lain untuk mengelola bisnis. Melibatkan orang lain untuk mengelola perusahaan memerlukan pendiri untuk menjadi lebih sadar dan formal dalam menyeimbangkan kepentingan pribadi dengan kepentingan bisnis karena mereka tidak bisa lagi melakukan ini keselarasan otomatis-orang lain yang terlibat.

Situasi kedua adalah ketika lebih dari satu orang memiliki bisnis dan tidak ada satu orang memiliki kekuatan dan dukungan dari para pemilik lainnya untuk menentukan kepentingan kolektif. Misalnya, jika pendiri bermaksud untuk mentransfer kepemilikan dalam bisnis keluarga untuk empat anak mereka, dua di antaranya bekerja di bisnis, bagaimana mereka menyeimbangkan perbedaan-perbedaan yang tidak sama? Keempat saudara kandung membutuhkan sistem untuk melakukan ini sendiri ketika pendiri tidak lagi terlibat.

Situasi ketiga adalah ketika ada beberapa pemilik dan beberapa atau semua pemilik tidak dalam manajemen. Mengingat situasi di atas, ada kemungkinan tinggi bahwa kepentingan kedua anak tidak dipekerjakan dalam bisnis keluarga mungkin berbeda dari kepentingan kedua anak yang bekerja dalam bisnis. Potensi mereka untuk perbedaan tidak berarti bahwa kepentingan tidak dapat selaras, itu hanya berarti bahwa ada kebutuhan yang lebih besar untuk empat pemilik untuk memiliki sistem di tempat bahwa perbedaan dapat diidentifikasi dan seimbang.

Ketiga skenario dapat dikurangi dengan mengikuti panduan dari TMP, atau "Prinsip Maria". Tampaknya ada dua faktor utama yang mempengaruhi pengembangan usaha keluarga dan proses suksesi: ukuran keluarga, secara relatif volume bisnis, dan kesesuaian untuk memimpin organisasi, dalam hal kemampuan manajerial, teknis dan komitmen (Arieu, 2010). Arieu diusulkan model untuk mengklasifikasikan perusahaan keluarga menjadi empat skenario: politik, keterbukaan, manajemen asing dan suksesi alami (Lihat perencanaan Suksesi ).

Salah satu tren terbesar dalam bisnis keluarga adalah jumlah perempuan yang mengambil alih perusahaan keluarga mereka. Di masa lalu, suksesi hanya disediakan untuk anak yang lahir pertama, maka pindah ke ahli waris laki-laki. Sekarang, perempuan account untuk sekitar 11-12% dari semua pemimpin perusahaan keluarga, meningkat hampir 40% sejak tahun 1996. Putri sekarang dianggap sebagai salah satu sumber daya yang paling kurang dimanfaatkan dalam bisnis keluarga. Untuk mendorong generasi berikutnya perempuan untuk menjadi anggota berharga dari bisnis, penerus perempuan potensial harus dipelihara oleh asimilasi ke dalam perusahaan keluarga, mentoring, berbagi pengetahuan tacit yang penting dan memiliki model peran positif dalam bisnis (Alderson, 2011).

No comments:

Post a Comment

Saran-Kritik-Komentar Anda sangat bermanfaat.
Terima Kasih Telah Bergabung.