Petani tebu
di sejumlah wilayah di Jawa Timur meminta pemerintah menghentikan impor dan
mengatur peredaran gula rafinasi di pasar konsumsi. Jika tidak, petani tebu
akan tamat riwayatnya karena produk lokal tersingkir di pasar domestik. Saat
ini sebagian petani tebu mulai beralih ke tanaman pangan karena industri gula
nasional dinilai tidak lagi prospektif. Faktor itu salah satu yang mendorong
sedikitnya 75 petani tebu dari Kabupaten Madiun, Kabupaten Ngawi, dan Kabupaten
Magetan, bersama serikat pekerja Pabrik Gula Rejoagung, Kota Madiun, berangkat
ke Jakarta, Selasa (13/12). Mereka berencana menggelar unjuk rasa di Istana
Negara, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Perdagangan, menolak
masuknya gula impor sebanyak 500.000 ton. Mereka juga menuntut agar pemerintah
mempertahankan gula sebagai barang dalam pengawasan sesuai Keputusan Presiden
Nomor 57 Tahun 2004.
Menurut
Wakil Sekretaris Jenderal Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) M Nur
Khabsyin di Kudus, Jawa Tengah, unjuk rasa yang rencananya digelar pada Rabu
(14/12) diikuti sekitar 5.000 petani tebu dari Jawa, Sumatera, dan Sulawesi.
Petani melakukan demonstrasi di Jakarta juga karena menolak konsep
undang-undang perdagangan yang membebaskan peredaran gula rafinasi. Kebijakan
itu akan mematikan pasar gula lokal milik petani.
Ketua APTRI
PG Rejoagung Suwandi mengatakan, impor gula oleh pemerintah justru membunuh
petani tebu. Alasannya, kondisi petani tebu saat ini sangat terpuruk akibat
penurunan produksi tebu pada musim panen 2011, diperparah dengan jatuhnya harga
gula di pasar lelang.
Hasil panen
sebelumnya mencapai 1.000 ton per hektar, turun menjadi 700 ton tebu. Penurunan
hasil panen tebu tidak diikuti penurunan biaya produksi. Ongkos tebang tebu
justru naik karena upah pekerja mengikuti kenaikan inflasi tahunan. Kondisi
petani semakin terpuruk ketika harga gula di pasar lelang rendah. Rata-rata
harga lelang di kisaran Rp 7.000 hingga Rp 8.000 per kilogram, padahal idealnya
Rp 9.000 per kilogram.
Ketua APTRI
PTPN X Kadar Oesman, mengatakan bahwa rendahnya harga lelang gula petani,
menurut disebabkan membanjirnya gula rafinasi di pasar konsumsi. Jika impor
gula dibiarkan, tidak hanya petani yang mati, industri gula nasional juga
kolaps karena pabrik gula tutup akibat ketiadaan tebu untuk digiling.
Ketua APTRI
PG Pagotan Mujiono mengatakan, kerugian petani tebu di Kabupaten Madiun pada
musim giling 2011 rata-rata Rp 10 juta per hektar. Jika satu pabrik memiliki
lahan tebu seluas 5.000 hektar, maka total kerugian petani satu pabrik gula
mencapai Rp 50 miliar. Padahal, animo petani tebu pada musim tanam 2011-2012
turun sekitar 30 persen. Akibatnya, sebagian petani beralih ke tanaman padi,
jagung, dan kedelai. Apalagi harga beras saat ini mendekati harga gula.
Idealnya, harga gula 2,5 kali lebih tinggi daripada harga beras sehingga petani
untung. Apalagi, masa panen tebu cuma 14 bulan, sedangkan padi empat bulan.
Impor Gula
Tidak Mendasar?
Rabu
(14/12/2011) ini, lebih dari 1.000 petani tebu dari Kabupaten Wonogiri,
Karanganyar, dan Boyolali, Jawa Tengah, berunjuk rasa di depan kantor
Kementerian Perdagangan. Mereka meminta pemerintah membatalkan rencana impor
gula sebanyak 400.000 ton pada tahun depan. Mereka menilai kebijakan impor gula
akan merugikan petani. Selain berdampak pada penurunan harga gula, langkah
tersebut juga akan mempersulit petani untuk memasok gula ke pabrik gula.
Kran impor
gula diperkirakan bakal kembali dibuka tahun depan. Kementerian Perdagangan
menilai produksi gula saat ini masih kurang sehingga belum mampu memenuhi
target sebesar 1,7 juta ton, bahkan setelah diturunkan menjadi 1,3 juta ton
sekalipun.
Deputi
Kementerian BUMN Bidang Usaha Industri Primer, Megananda Daryono, dalam Rapat
Dengar Pendapat (RDP) Komisi VI DPR di Senayan Senin awal pekan ini mengatakan,
jumlah produksi gula perusahaan negara pada tahun ini hanya akan tercapai
sebesar 1,36 juta ton. Angka ini baru mencapai 78,42 persen dari target Rencana
Kerja Anggaran Pemerintah (RKAP) 2011 sebesar 1,7 juta ton.
Wakil
Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi saat berbincang dengan wartawan di ruang
pers kementerian, Jumat, 25 November 2011 menjelaskan, produksi gula tahun ini
mencapai 2,3-2,4 juta ton. Untuk awal tahun masih kurang 300-500 ribu ton.
Karena itu, saat ini ada indikasi pasokan gula di dalam negeri sedang
kekurangan. Jadi, ada kemungkinan impor (gula).
Wakil
Sekretaris Jenderal Ikatan Ahli Gula Indonesia Adig Suwandi saat dihubungi
Tempo membenarkan adanya penurunan produksi gula. Angka ramalan produksinya
bahkan lebih pesimistis dari pemerintah. Perkiraan saya malah tak sampai 2,3
juta ton, tapi 2,15 juta ton. Penurunan produksi lebih disebabkan faktor iklim.
Setelah hujan berkepanjangan pada 2010, Indonesia mengalami kemarau sepanjang tahun. Ini mengakibatkan tanaman mengalami penggabusan, berdampak pada turunnya berat tebu dan berpengaruh pada produksi. Faktor lainnya adalah menyebarnya penyakit karat daun. Ada semacam jamur di daun. Jamur ini mengganggu proses pembentukan gula di batang tebu. Dengan turunnya produksi hingga 2,15 juta ton ini, otomatis Indonesia butuh 400-500 ribu ton. Impor gula ini akan dilakukan pada Maret dan April. Masuknya gula impor sebaiknya tidak di daerah sentraproduksi, seperti Jawa Timur. Jawa Timur tak perlu impor. Pelabuhan Surabaya digunakan entry port, misal ke Bali dan NTB. Bentuk gula yang diimpor diperkirakan dalam bentuk gula putih kristal. Rencana impor termasuk juga gula rafinasi. Tapi soal gula rafinasi ini masih dalam perdebatan lantaran ada resistensi dari petani tebu. Gula rafinasi biasanya dikonsumsi oleh industri makanan dan minuman, bukan oleh industri rumah tangga.
Setelah hujan berkepanjangan pada 2010, Indonesia mengalami kemarau sepanjang tahun. Ini mengakibatkan tanaman mengalami penggabusan, berdampak pada turunnya berat tebu dan berpengaruh pada produksi. Faktor lainnya adalah menyebarnya penyakit karat daun. Ada semacam jamur di daun. Jamur ini mengganggu proses pembentukan gula di batang tebu. Dengan turunnya produksi hingga 2,15 juta ton ini, otomatis Indonesia butuh 400-500 ribu ton. Impor gula ini akan dilakukan pada Maret dan April. Masuknya gula impor sebaiknya tidak di daerah sentraproduksi, seperti Jawa Timur. Jawa Timur tak perlu impor. Pelabuhan Surabaya digunakan entry port, misal ke Bali dan NTB. Bentuk gula yang diimpor diperkirakan dalam bentuk gula putih kristal. Rencana impor termasuk juga gula rafinasi. Tapi soal gula rafinasi ini masih dalam perdebatan lantaran ada resistensi dari petani tebu. Gula rafinasi biasanya dikonsumsi oleh industri makanan dan minuman, bukan oleh industri rumah tangga.
Sebelumnya,
pemerintah merilis bahwa target produksi gula sebanyak 1,7 juta ton tidak
tercapai. Produksi gula hanya mencapai 1,36 juta ton. Kekurangan 400.000 ton
kemungkinan dipenuhi dari impor. Sejumlah kalangan mengingatkan pemerintah
untuk bertindak bijak dalam mengimpor 500 ribu ton gula putih pada awal 2012
guna menambal kekurangan produksi di dalam.
Mereka mempertanyakan keakuratan data kebutuhan gula di Tanah Air yang
disodorkan pemerintah untuk mencegah silang sengkarut antara pemerintah dan
pemangku kepentingan industri gula.
Penggiat
Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia, Khudori, kepada Tempo, di Jakarta, Selasa,
13 Desember 2011 mengatakan Transparansi dan keakurasian data sangat penting
agar kebutuhan gula konsumen terpenuhi dan kepentingan petani dan industri tak
terganggu. Menurut Khudori, impor gula bisa saja dilakukan. Namun hal itu tetap
harus memperhatikan beberapa hal, di antaranya jumlah yang diimpor benar-benar
sesuai dengan kebutuhan riil konsumen dan tak berbarengan dengan jadwal giling.
Ada dua
syarat yang lebih moderat bila impor tak bisa dihindarkan. Pertama, yang
diimpor adalah raw sugar untuk diolah oleh pabrik gula menjadi gula putih.
Sehingga nilai tambahnya masih ada, yaitu industri tetap menyerap tenaga kerja
dan menghemat devisa. Pasalnya bila yang diimpor raw sugar dan diolah menjadi
gula putih di dalam negeri , pemerintah bisa menghemat US$ 100 atau sekitar Rp
900 ribu per ton. “Bila 500 ribu ton berarti bisa menghemat Rp 450 miliar.
Syarat kedua, perketat pengawasan peredaran gula rafinasi dan izin impor gula
mentah untuk rafinasi. “Karena dalam dua kali survei yang dilakukan pemerintah
pada 2007 dan 2009 lalu tentang kebutuhan rafinasi itu, ternyata datanya
berbeda
Arum Sabil,
Ketua Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI), berpendapat senada.
Memang, ada kekhawatiran pada Mei 2012 ada kelangkaan pasokan. Apakah benar?.
Kementerian Perdagangan kurang cermat dalam menghitung stok gula nasional. Dia
menyebut stok gula tahun lalu 3,495 juta ton. Stok itu termasuk rembesan gula rafinasi
dan gula dari sumber lain. Jumlah itu terdiri dari realisasi produksi nasional
sebanyak 2.150 juta ton dan raw sugar atau gula kristal mentah yang diolah
menjadi gula putih 225 ribu ton, serta rembesan gula rafinasi. Jadi totalnya
3,495 ton. Ini lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan. Merembesnya gula
rafinasi, yang seharusnya untuk industri, ke pasar konsumsi, kata Arum, sangat
mungkin terjadi. Sebab tiap tahun ada izin impor raw sugar (untuk dirafinasi)
sebanyak 3 juta ton lebih. Padahal kebutuhan hanya 2 juta ton lebih sedikit. Ke
mana sisanya?.
Anggota
Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) dari fraksi
Golkar, Lili Asdjudiredja, mencurigai adanya over supply dan 'permainan' nakal
importir dalam kasus merembesnya gula rafinansi ke pasar konsumen. Sejak tahun
2008, produksi gula nasional per hektar seperti tidak bertambah. Data 2010,
setiap satu hektar tanah hanya menghasilkan 4,55 ton gula, tahun sebelumnya
4,56 ton. Sementara angka impor gula rafinansi terus naik sekira 33 persen
dengan volume 144 ribu ton. Karena kelebihan stok gula impor inilah akhirnya
merembes ke pasar konsumsi. Importir gula, juga akhirnya 'bermain' dengan
menjual stok gula impor ini ke sektor rumah tangga.
Anggota
DPR-RI dari fraksi PKB, Lukman Edy, menyatakan carut marut izin impor gula
menyebabkan rembesan gula rafinansi ini ke pasar konsumsi. Tidak ada koordinasi
yang baik antar kementerian, sehingga kemungkinan over supply sangat mungkin
terjadi. Untuk menyelesaikan masalah ini, DPR perlu melakukan rapat menyeluruh
termasuk dengan surveyor, cukai dan kepolisian. Sebagai informasi, tiga
kementerian memiliki data yang berbeda-beda tentang kebutuhan gula nasional.
Akibat
masuknya gula rafinasi, gula produksi petani banyak yang tak terserap atau
mengendap. Jumlah gula itulah yang dinilai Arum dan Khudori luput dari
perhatian pemerintah. Sebelumnya Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi
mengatakan target produksi gula dalam negeri pada 2011 ini meleset dari target.
Semula pemerintah mematok target 2,7 juta ton, tapi realisasinya hanya 2,3-2,4
juta ton. Karena itulah kemungkinan pemerintah bakal mengimpor 300-500 ribu ton
pada awal tahun depan.
Kemendag
mencatat kebutuhan gula nasional sekira 4,06 juta ton gula per tahun. Kementan
mencatat 6,09 juta ton. Sedangkan Kemenperin tidak bisa memprediksi kebutuhan
gula nasional. Setiap tahun, Indonesia mengimpor sekira 2,3 juta ton raw sugar.
Industri makanan dan minuman (mamin) besar menyerap sekira 1,5 juta ton dan
sisanya diserap industri mamin skala UKM. Angka 750 ribu ton inilah yang
disinyalir merembes ke pasar rumah tangga di sejumlah daerah seperti Sulawesi
dan Kalimantan.
Impor Gula
Indonesia
Menteri
Pertanian sekaligus Ketua Dewan Gula Indonesia Suswono mengatakan Dewan Gula
akan merekomendasikan impor gula pada tahun depan 269.618 ton untuk memenuhi
kekurangan konsumsi pada periode Januari-Mei 2012. Kekurangan gula konsumsi
sekitar 269.618 ton yang akan diimpor [pada 2012]," ujarnya seusai Rapat
Menghitung Neraca Gula Nasional 2011, akhir pekan kemarin. Produksi gula tahun
ini maksimal 2,31 juta ton. Stok gula pada akhir tahun ini, katanya, 744.306
ton. Stok tersebut untuk memenuhi konsumsi masyarakat pada Januari-Mei tahun
depan. Konsumsi rata-rata gula nasional 220.000 ton per bulan, sehingga
keperluan 5 bulan pertama 2012 sekitar 1,1 juta ton. Beberapa pabrik gula,
sudah mulai giling tebu pada pertengahan Mei 2012. Kekurangan konsumsi gula
pada tahun depan 269.618 ton atau setara dengan gula mentah sebanyak 293.389
ton, menurutnya, akan diimpor. Namun, keputusan impor berada di rapat Menko
Perekonomian.
Neraca gula
Neraca gula
2011 sebanyak 3,44 juta ton dengan rincian stok awal tahun ini 876.102 ton,
produksi 2,31 juta ton, impor raw sugar untuk idle capacity 108.889 ton, dan
impor gula kristal putih oleh Perum Bulog,
143.479 ton. Total gula 2011 sebanyak 3,44 juta ton itu digunakan untuk
konsumsi langsung masyarakat 2,7 juta ton, sehingga masih ada sisa atau stok
akhir tahun ini 744.306 ton.Luas lahan gula tahun ini 447.227 hektare dengan
produksi tebu 31,03 juta ton, sedangkan rata-rata rendemen tebu 7,44%. Kemarau
yang terlalu panjang pada tahun ini telah menyebabkan produksi tebu menurun,
kendati rendemen masih naik.
Ketua Umum
Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (DPP APTRI) Soemitro
Samandikoen menghimbau pemerintah agar cermat dalam menentukan volume impor
gula kristal putih pada tahun depan, sehingga tidak mengganggu harga gula
petani. Jangan sampai karena penurunan produksi, lalu pemerintah memberikan
impor gula secara besar-besaran, jangan sampai mengancam gula lokal. Pemerintah
harus menghitung secara akurat neraca gula. Produksi gula tahun ini maksimal
hanya 2,3 juta ton. Penurunan produksi itu, katanya, disebabkan kemarau panjang
pada tahun lalu yang menyebabkan kualitas tebu menurun. Pabrik gula akan mulai
giling tebu pada April 2012 terutama PT Perkebunan Nusantara II dan Sugar
Group. Stok gula akhir tahun ini 744.306 ton sudah dapat memenuhi kebutuhan
gula pada Januari sampai pertengahan April 2012.
Harga gula
Dia
mengingatkan impor gula pada tahun ini yang terlalu berlebih telah menyebabkan
harga gula di dalam negeri turun. Harga lelang gula petani tahun ini,
lanjutnya, lebih rendah dibandingkan dengan tahun lalu. Ini karena stok gula di
dalam negeri berlebih, pasar gula cenderung lesu. Persoalan impor gula ilegal
yang sering terjadi melalui Entikong, katanya, harus segera diselesaikan.
Selain persoalan iklim, penurunan produksi gula, menurutnya, karena ada
penurunan areal gula yang dikonversi ke jenis tanaman lain seperti padi dan
jagung. Untuk mengantisipasi penurunan produksi gula pada tahun depan,
lanjutnya, pemerintah harus segera menetapkan harga dasar pembelian gula pada
awal 2012. Jika petani sudah mengetahu harga dasar, maka akan semakin bergairah
dalam memproduksi tebu.
Pemerintah
biasanya menetapkan harga dasar gula menjelang musim giling tebu yaitu pada
awal Mei. Kementerian Perdagangan memberikan izin impor gula kristal putih pada
tahun ini 450.000 ton kepada PTPN IX (70.000 ton), PTPN X (90.000 ton), PTPN XI
(90.000 ton), PT Rajawali Nusantara Indonesia (50.000 ton), PT Perusahaan
Perdagangan Indonesia (90.000 ton), dan Perum Bulog sebanyak 60.000 ton.
Periode impor GKP itu paling lambat 15 April 2011. Realisasi impor GKP hanya
143.479. Pemerintah juga memberikan izin impor raw sugar kepada 7 perusahaan
yang digunakan untuk mengisi kapasitas tidak terpasang (idle capacity) 224.200
ton. Namun, kuota impor itu hanya terealisasi 120.987 ton atau setara dengan
108.889 ton gula kristal putih.
Rehabilitasi
gagal
Ketua
Asosiasi Gula Indonesia Faruk Bakrie mengatakan penyebab utama tidak
tercapainya target produksi gula tahun ini 2,7 juta ton disebabkan rehabilitasi
onfarm dan off farm perkebunan tebu tidak berjalan. Upaya rehabilitasi on farm
dan off farm budidaya tebu belum berjalan, akibatnya rendemen turun. Untuk
memenuhi kebutuhan konsumsi langsung gula Januari-Mei 2012 diperlukan 1,1 juta
gula, sedangkan stok awal tahun depan hanya 744.306 ton, sehingga masih ada
kekurangan 269.618 ton yang harus diimpor. Memang harus impor gula kristal
putih, kalau dalam bentuk raw sugar [gula mentah] tidak bisa, karena pabrik
gula sudah selesai giling. Harga gula tahun ini lebih rendah dibandingkan
dengan tahun lalu. Faruk meminta pemerintah melindungi petani tebu.
Ketergantungan
impor gula, akan mengancam Indonesia, karena Thailand sebagai eksportir gula
terbesar kedua di dunia dilanda banjir, sehingga akan mengurangi ekspor. Hal
itu, akan berdampak kenaikan harga gula di pasar internasional. Brasil
merupakan negara pengekspor gula terbesar di dunia. Dengan APTRI agar
pemerintah menetapkan harga dasar gula pada awal tahun ini, bukan sesaat
menjelang musim giling tebu seperti pada tahun-tahun sebelumnya. Memang diakui
bahwa masih banyak penyelundupan gula terutama melalui Entikong dan Sumatra
Utara. Selain GKP, juga ada gula kristal rafinasi yang diperuntukkan bagi
industri. Saat ini, terdapat 8 pabrik gula rafinasi di dalam negeri yang bahan
bakunya yaitu raw sugar masih diimpor seluruhnya.
Pada tahun
ini, 8 pabrik gula rafinasi itu diberikan kuota impor raw sugar sebanyak 2,2
juta ton. Petani gula menderita kerugian karena rata-rata harga lelang gula
tahun ini turun menjadi Rp8.300-Rp8.500 per kg akibat maraknya peredaran gula
rafinasi.
Wakil Sekjen
Dewan Pimpinan Nasional APTRI (Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia) M. Nur
Khabsyin mengatakan harga gula petani saat ini tidak beranjak naik, kendati
musim giling akan berakhir. Peredaran gula rafinasi produksi PT Makasar Tene di
beberapa daerah khususnya Kalimantan, Sulawesi, Bali, dan Nusa Tenggara Barat
merugikan petani tebu dan menyebabkan harga gula petani turun. Ada kerugian
lain akibat produksi gula turun 20% atau 200.000 ton yang mencapai Rp1,7
triliun. DPN APTRI mendesak pemerintah untuk segera mengumumkan audit
distribusi industri gula rafinasi. Audit distribusi gula rafinasi, katanya,
untuk memastikan kebutuhan riil gula rafinasi yang diserap industri makanan dan
minuman dan harus ada sanksi tegas bagi yang melanggar.
Pemerintah,
harus menindak dan memberi sanksi tegas kepada PT Makasar Tene, produsen gula
rafinasi merek bola manis yang menjual sebagian besar gula rafinasi di pasar
umum. Perlu diketahui izin impor raw sugar Makasar Tene tahun ini 330.000 ton.
Perlu ada revisi Peraturan Menteri Perdagangan No. 111/2009 yang mengizinkan
25% gula rafinasi dijual ke industri kecil dan industri rumah tangga.
Kementerian
Pertanian mengusulkan kebutuhan gula oleh industri kecil dan rumah tangga
278.652 ton dipasok dari gula lokal mulai tahun depan bukan dari gula rafinasi.
Keputusan itu akan disampaikan dalam rapat koordinasi di Menko Perekonomian.
Pasar gula industri kecil dan rumah tangga yang selama ini dipasok oleh gula
kristal rafinasi akan diisi oleh gula lokal. Ini akan berdampak pada
pengurangan volume impor raw sugar. Akan dirapatkan dulu di Menko Perekonomian.
Saat ini masih ada wilayah abu-abu
(tidak jelas) pasar gula, yaitu segmen industri kecil dan rumah tangga
yang masih dipasok oleh gula rafinasi. Selama ini industri kecil dan rumah
tangga menggunakan gula lokal. Kebutuhan gula industri kecil dan rumah tangga
dipasok oleh gula rafinasi. Padahal, menurutnya, industri kecil dan rumah
tangga menggunakan gula produksi lokal. Oleh karena itu, kuota imppor gula
mentah oleh pabrik gula rafinasi menjadi lebih besar.
Terkait
konsumsi gula industri rumah tangga selama ini masih dipasok oleh gula
rafinasi. Di lapangan industri rumah tangga dipenuhi oleh gula kristal putih.
Keputusan itu untuk menghindari penghitungan ganda yang berpengaruh terhadap
kuota impor gula mentah.Keputusan industri kecil dan rumah tangga dipasok gula
lokal tidak akan menyebabkan peningkatan konsumsi gula lokal, karena selama ini
memang sudah dipasok gula petani. Konsumsi langsung gula 2,7 ton per tahun.
Kebutuhan
gula untuk industri rumah tangga 278.652 ton. Nanti industri rumah tangga itu
akan digantu dengan usaha rumah tangga. Produsen gula kristal rafinasi menilai
pasar gula rafinasi untuk industri kecil, menengah dan rumah tangga sebanyak
600.000 ton per tahun yang kemungkinan dapat masuk ke pasar eceran, kendati
pemerintah telah membuat aturan secara ketat.
Sekjen
Asosiasi Gula Rafinasi Indonesia (AGRI) Suryo Alam mengatakan 25% gula rafinasi
diperuntukkan bagi industri kecil (UKM) dan industri rumah tangga yang
dipasarkan melalui distributor. Pemerintah telah memberikan izin impor gula
mentah yang memang diperuntukkan bagi industri makanan dan minuman, sehingga
jumlah impor telah disesuaikan dengan kebutuhan. Apalagi, sekitar 75% produksi
gula rafinasi di dalam negeri, kata dia, telah dilakukan kontrak dengan
produsen makanan dan minuman skala besar, sehingga telah memiliki pasar yang
jelas. Pemerintah mengalokasikan impor gula mentah tahun ini sektar 2,4 juta
ton dan jika diproduksi menjadi gula rafinasi menjadi sekitar 2,2 juta ton.
Produksi gula rafinasi sebanyak 2,2 juta ton itu diperuntukkan bagi industri
makanan dan minuman skala besar sebanyak 1,6 juta ton, sedangkan industri kecil
dan rumah tangga sebanyak 600.000 ton. Peruntukkan gula rafinasi bagi industri
kecil yang disalurkan melalui distributor telah diatur oleh regulasi dan
diperbolehkan oleh pemerintah.
Saat ini
terdapat 8 produsen gula rafinasi yang terdiri dari PT Makasar Tene di Makasar,
dan PT Sugar Labinta di Lampung, 5 pabrik di Banten, dan 1 pabrik di Cilacap
Jawa Tengah. Selain gula kristal putih (GKP) yang merupakan gula konsumsi
langsung untuk masyarakat, juga terdapat gula kristal rafinasi (GKR) yang
peruntukannya bagi industri makanan dan minuman. GKP diproduksi oleh sekitar 58
pabrik gula yang merupakan BUMN dibawah binaan PT Perkebunan Nusantara, PT
Rajawali Nusantara dan pabrik gula swasta. Gula kristal putih tersebut berasal
dari tebu yang ditanam petani di dalam negeri.
Adapun, gula
rafinasi yang diproduksi oleh 8 pabrik gula rafinasi itu berbahan baku gula
mentah impor. Delapan pabrik gula rafinasi itu antara lain PT Angels Products,
PT Jawamanis Rafinasi, PT Sentra Usahatama Jaya, PT Permata Dunia Sukses Utama,
PT Dharmapala Usaha Sukses, PT Sugar Labinta, PT Duta Sugar Internasional, dan
PT Makasar Tene. Izin impor raw sugar pada tahun lalu sebanyak 2,1 juta ton.
Wakil
Sekretaris Jenderal Ikatan Ahli Gula Indonesia (Ikagi), yang juga Sekretaris
PTPN XI, Adig Suwandi mengatakan bahwa Meski kemungkinan mengalami defisit gula
konsumsi, menyusul turunnya produksi gula nasional akibat perubahan iklim,
namun solusi utama Indonesia tidak harus impor gula. Pasalnya, jika impor
dilakukan dan sampai waktu giling tiba tidak terjual, maka hal itu berpotensi
menurunkan harga gula di tingkat petani. Akibat anomali cuaca yang terjadi
tahun ini, capaian produksi gula hanya berkisar 2,15 juta ton. Sampai dengan 31
Oktober 2011, produksi gula hasil penggilingan tebu oleh semua PG mencapai 2,10
juta ton dan masih ada tambahan dari beberapa pabrik gula (PG) lagi yang masih
giling sekitar 40.000 ton. Gula tersimpan di gudang PG dan belum terjual per 31
Oktober 2011 sebanyak 900.640 ton, terdiri dari 316.910 ton milik PG, 70.050
ton milik petani , dan 513.680 ton milik pedagang.
Tingkat
penyerapan relatif rendah akibat jenuhnya pasar di sebagian wilayah, khususnya
Jakarta dan sekitarnya serta luar Jawa yang menyebabkan aliran gula tidak
berjalan sempurna. Dengan memperhitungkan PG yang mengoptimalkan kapasitas
terpasang, perkiraan kasar sampai akhir bulan Oktober 2011 kemarin stok
masih 730.00 ton, belum termasuk yang
beredar di pasar dan belum terjual. Beberapa PG di luar Jawa dipastikan
melaksanakan giling lebih awal dibanding PG-PG di Jawa. Dua PG di Sumut memulai
giling Februari 2012, sedangkan 2 PG di Sumsel dan 5 PG di Lampung kemungkinan
besar April 2012. Sebagian besar PG di Jawa umumnya giling sejak Mei dan Juni
2012. Untuk diketahui, konsumsi gula
langsung tahun 2012 diperkirakan sebesar 2,65 juta-2,70 juta ton. Dengan
demikian, Dewan Gula Indonesia sebaiknya segera menyusun neraca sehingga lebih
memberikan kepastian dalam perencanaan mengingat keberadaan gula sebagai
komoditas vital-strategik dalam ekonomi pangan di Indonesia.
Karena
itu, untuk mencegah masuknya gula
rafinasi yang seharusnya untuk industri makanan dan minuman tapi bocor ke pasar
eceran, maka harus diberlakukan bea masuk yang sama atas impor bahan baku raw
sugar seperti ketika PG berbahan baku tebu melakukannya untuk mengatasi idle
capacity sebesar Rp550/kg. Berbagai
fasilitas, termasuk keringanan dan pembebasan bea masuk, tidak mengedukasi
kalangan industri untuk membangun kebun sendiri. Di samping itu, harga gula di
Bursa Berjangka London belakangan cenderung turun. Harga untuk pengapalan Maret
2012 tercatat Rp 5,5 juta per ton FOB (harga di negara asal, belum termasuk
biaya pengapalan dan premium). Harga
gula yang kompetitif merupakan penyuluh yang baik bagi petani untuk terus
meningkatkan produktivitas dan ekspansi areal. Sehingga impor gula rafinasi
tidak perlu dilakukan agar harga gula pada level petani tidak anjlok.
Sementara
itu Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia memperkirakan, besar impor gula
tahun depan akan sesuai dengan defisit produksi terhadap target yang ditetapkan
pemerintah. Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Perdagangan, Distribusi,
dan Logistik, Natsir Mansyur, menyebut, patokan impor gula tahun depan
merupakan selisih antara target produksi sebesar 2,7 juta ton dengan realisasi
produksi sekitar 2,1 juta ton. Namun, ia
pesimistis dengan prediksi realisasi produksi gula 2,1 juta ton. Apalagi, stok
dalam negeri yang seharusnya tersedia 1,2 juta ton pun disebut hanya terpenuhi
800.000 ton. Artinya, akan ada kekurangan gula yang cukup besar. Untuk Pulau Jawa, kebutuhan masih bisa
terpenuhi PG setempat. Lain halnya
dengan wilayah luar Pulau Jawa yang kesulitan pasokan sehingga mengandalkan
gula rafinasi sebagai konsumsi rumah tangga.
Wakil
Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi, sebelumnya sempat menyebut, produksi
gula dalam negeri diperkirakan 2,3 juta ton-2,4 juta ton. Angka itu menjadi
patokan bahwa tahun depan pasar domestik masih kekurangan sekitar 300.000
ton-500.000 ton gula. Pemerintah pun
masih menghitung angka impor dan perkiraan sumber pemenuhan kebutuhan itu. Hal
itu untuk menjaga agar impor tidak memberikan disinsentif untuk musim giling
berikutnya.
Direktur
Jenderal Industri Agro dan Kimia Kementerian Perindustrian, Benny Wahyudi,
mengutarakan, pasokan gula dari dalam negeri memang tidak sesuai target. Sebab,
produksi tebu terkendala hama dan cuaca. Mudah-mudahan revitalisasi pabrik gula
nantinya bisa meningkatkan produksi dalam negeri. Sasaran target memang sudah
tinggi, tapi ternyata ada faktor hama dan cuaca.
Deputi Kementerian Koordinator Ekonomi Bidang
Koordinasi Industri dan Perdagangan, Edy Putra Irawadi, di Jakarta, Rabu
(14/12/2011)Tiga kendala serius menghambatpertumbuhan industri di Indonesia.
Ketiganya adalah pembebasan lahan, perizinan, dan persoalan logistik. Tanpa
perhatian serius, pertumbuhan industri akan stagnan. Tanah masih jadi
persoalan. Banyak industri gagal terbangun karena hal ini. Demikian pula dengan
perizinan yang masih berbelit-belit. Strategi pengembangan industri berpatokan
pada tiga hal. Pertama, penyebaran industri ke wilayah luar Jawa. Kedua,
penguatan struktur industri. Ketiga, peningkatan produktivitas.
nice share. nice post. semoga bermanfaat bagi kita semua :)
ReplyDeletekeep update! Perawatan mobil