"The
mediocre teacher tells,
The
good teacher explains,
The
superior teacher demonstrates,
THE
GREAT TEACHER INSPIRES !"
(William Arthur Ward)
Kiblat
pendidikan dunia saat ini mengarah ke negara Finlandia. Amerika Serikat sendiri
berada jauh dibawah level Finlandia, tepatnya di urutan ke-17. Mengapa? Karena,
kualitas pendidikan di negara Finlandia, dengan ibukota Helsinki tersebut, memang
luar biasa sehingga membuat iri semua guru di seluruh dunia. Peringkat satu
dunia ini diperoleh Finlandia berdasarkan hasil survei internasional yang
komprehensif pada tahun 2003 oleh Organization for Economic Cooperation and
Development (OECD). Tes tersebut dikenal dengan nama PISA, mengukur kemampuan
siswa di bidang Sains, Membaca, dan juga Matematika. Hebatnya, Finlandia bukan
hanya unggul secara akademis tapi juga unggul dalam pendidikan anak-anak lemah
mental. Ringkasnya, Finlandia berhasil membuat semua siswanya cerdas!
Lantas
apa kuncinya sehingga Finlandia menjadi negara dengan kualitas pendidikan nomor
satu dunia? Jawabannya adalah di kemandirian siswa dan gurunya.
Finlandia
tidaklah menggenjot siswanya dengan menambah jam-jam belajar, memberi beban PR
tambahan, menerapkan disiplin tentara, atau memborbardir siswa dengan berbagai
tes. Sebaliknya, siswa di Finlandia mulai sekolah pada usia yang agak lambat
dibandingkan dengan negara-negara lain, yaitu pada usia 7 tahun, dan jam
sekolah mereka justru lebih sedikit, yaitu hanya 30 jam perminggu. Bandingkan
dengan Korea, ranking kedua setelah Finnlandia, yang siswanya menghabiskan 50
jam per minggu.
Dengan
kualitas mahasiswa yang baik dan pendidikan pelatihan guru yang berkualitas,
tak salah jika mereka menjadi guru-guru dengan kualitas luarbiasa. Dengan
kualifikasi dan kompetensi tersebut mereka bebas untuk menggunakan metode kelas
apapun yang mereka suka, dengan kurikulum yang mereka rancang sendiri, dan buku
teks yang mereka pilih sendiri. Jika negara-negara lain percaya bahwa ujian dan
evaluasi bagi siswa merupakan bagian yang sangat penting bagi kualitas
pendidikan, mereka justru percaya bahwa ujian dan test itulah yang
menghancurkan tujuan belajar siswa. Terlalu banyak test membuat guru cenderung
mengajar siswa hanya untuk lolos ujian, ungkap seorang guru di Finlandia.
Padahal banyak aspek dalam pendidikan yang tidak bisa diukur dengan ujian. Pada
usia 18 th siswa mengambil ujian untuk mengetahui kualifikasi mereka di
perguruan tinggi dan dua pertiga lulusan melanjutkan ke perguruan tinggi.
Siswa
diajar untuk mengevaluasi dirinya sendiri, bahkan sejak Pra-TK! Ini membantu
siswa belajar bertanggungjawab atas pekerjaan mereka sendiri, kata Sundstrom,
kepala sekolah di SD Poikkilaakso, Finlandia. Kalau siswa bertanggungjawab, mereka
guru bekeja lebih bebas karena tidak harus selalu mengontrol mereka. Siswa
didorong untuk bekerja secara independen dengan berusaha mencari sendiri
informasi yang mereka butuhkan. Siswa belajar lebih banyak jika mereka mencari
sendiri informasi yang mereka butuhkan. Kita tidak belajar apa-apa kalau kita
hanya menuliskan apa yang dikatakan oleh guru.
Siswa
diajar untuk mengevaluasi dirinya sendiri, bahkan sejak Pra-TK! Pada usia 18 th
siswa mengambil ujian untuk mengetahui kualifikasi mereka di perguruan tinggi
dan dua pertiga lulusan melanjutkan ke perguruan tinggi. Ini membantu siswa
belajar bertanggungjawab atas pekerjaan mereka sendiri, kata Sundstrom, kepala
sekolah di SD Poikkilaakso, Finlandia.
Siswa
didorong untuk bekerja secara independen dengan berusaha mencari sendiri
informasi yang mereka butuhkan. Suasana sekolah sangat santai dan fleksibel.
Adanya terlalu banyak komando hanya akan menghasilkan rasa tertekan, dan
mengakibatkan suasana belajar menjadi tidak menyenangkan. Kelompok siswa yang
lambat mendapat dukungan intensif. Hal ini juga yang membuat Finlandia sukses.
Guru-guru
Finlandia adalah guru-guru dengan kualitas terbaik dengan pelatihan terbaik
pula. Profesi guru sendiri adalah profesi yang sangat dihargai dan dihormati. Gaji
gurupun tidaklah besar. Guru-guru Finlandia justru digaji dengan gaji
secukupnya bahkan bisa dikatakan kurang memadai. Tetapi gurunya begitu
menikmati profesinya. Lulusan sekolah menengah terbaik biasanya justru
mendaftar untuk dapat masuk di sekolah-sekolah pendidikan, dan hanya 1 dari 7
pelamar yang bisa diterima. Tingkat persaingan lebih ketat dibandingkan masuk
ke fakultas bergengsi lain seperti fakultas hukum atau kedokteran! Guru-guru
Finlandia adalah lulusan terbaik setiap perguruan tinggi dan mereka harus masuk
dalam kelompok 10 besar lulusan terbaik. Jika tidak, jangan pernah bermimpi
jadi guru di negeri ini. Itulah sebabnya guru-guru di Finlandia betul-betul
berdedikasi tinggi. Di Finlandia hanya ada guru-guru dengan kualitas terbaik
dengan pelatihan terbaik pula.
Di
Finlandia guru tidak mengajar dengan metode ceramah. Suasana sekolah sangat
santai dan fleksibel. Terlalu banyak komando hanya akan menghasilkan rasa
tertekan dan belajar menjadi tidak menyenangkan. Siswa yang lambat mendapat
dukungan secara intensif baik oleh guru maupun siswa lain. Hal ini juga yang
membuat Finlandia sukses. Berdasarkan penemuan PISA, sekolah-sekolah di
Finlandia sangat kecil perbedaannya antara siswa yang berprestasi baik dan yang
buruk.
Remedial
tidaklah dianggap sebagai tanda kegagalan tapi sebagai kesempatan untuk
memperbaiki. Seorang guru yang bertugas menangani masalah belajar danprilaku
siswa membuat program individual bagi setiap siswa dengan penekanan
tujuan-tujuan yang harus dicapai, umpamanya: Pertama, masuk kelas; kemudian
datang tepat waktu; berikutnya, bawa buku, dlsb. Kalau mendapat PR siswa bahkan
tidak perlu untuk menjawab dengan benar, yang penting mereka berusaha.
Setiap
siswa diharapkan agar bangga terhadap dirinya masing-masing. Ranking hanya
membuat guru memfokuskan diri pada segelintir siswa tertentu yang dianggap
terbaik di kelasnya. Para guru sangat menghindari kritik terhadap pekerjaan
siswa mereka. Menurut mereka, jika kita mengatakan “Kamu salah” pada siswa,
maka hal tersebut akan membuat siswa malu. Dan jika mereka malu maka ini akan
menghambat mereka dalam belajar. Setiap siswa diperbolehkan melakukan
kesalahan. Mereka hanya diminta membandingkan hasil mereka dengan nilai
sebelumnya, dan tidak dengan siswa lainnya.
Para
guru sangat menghindari kritik terhadap pekerjaan siswa mereka. Menurut mereka,
jika kita mengatakan "Kamu salah" pada siswa, maka hal tersebut
akan membuat siswa malu. Dan jika mereka
malu maka ini akan menghambat mereka dalam belajar. Setiap siswa diperbolehkan
melakukan kesalahan. Mereka hanya diminta membandingkan hasil mereka dengan
nilai sebelumnya, dan tidak dengan siswa lainnya. Jadi tidak ada sistem
ranking-rankingan. Setiap siswa diharapkan agar bangga terhadap dirinya masing-masing.
Ranking-rankingan hanya membuat guru memfokuskan diri pada segelintir siswa
tertentu yang dianggap terbaik di kelasnya.
Di
Finlandia kemandirian dalam mengikuti proses belajar mengajar itu tidak hanya
dinikmati oleh guru-gurunya yang begitu dihormati tetapi juga ditularkan kepada
para pelajar melalui berbagai kesempatan-kesempatan penting. Salah satunya
dimana setiap pelajar diberi otonomi khusus untuk menentukan jadwal ujiannya
untuk mata pelajaran yang menurutnya sudah dia kuasai. Fantastiknya, dalam
evaluasi belajar, angka ketidak lulusan secara nasional tidak pernah melebihi 2
persen pertahunnya. Evaluasi belajar secara nasional dilakukan tanpa ada
intervensi pemerintah sekali pun. Karena setiap sekolah bahkan guru berkuasa
penuh untuk menyusun kurikulumnya sendiri.Finlandia juga tidak mengenal istilah
ujian semester apalagi ujian nasional
Keseriusan
negara Finlandia menyokong keberhasilan pendidikan nasionalnya dibuktikan
dengan diterapkannya kebijakan gratis sekolah 12 tahun. Di Finlandia siapa pun
presidennya dan menteri pendidikannya tidak akan berpengaruh signifikan
terhadap masa depan pendidikan. Karena fungsi pemerintah dalam memajukan sektor
pendidikan adalah dukungan finansial dan legalitas.Jadi jangan pernah berhayal
bahwa guru-guru di Finlandia disibukkan untuk mengejar terget-target tertentu
karena di negeri ini guru selalu menyesuaikan bahan ajarnya dengan kebutuhan
setiap pelajar.
Jika
negara-negara lain percaya bahwa ujian dan evaluasi bagi siswa merupakan bagian
yang sangat penting bagi kualitas pendidikan, Finlandia justru percaya bahwa
ujian dan testing itulah yang menghancurkan tujuan belajar siswa. Terlalu
banyak testing membuat kita cenderung mengajarkan kepada siswa untuk semata
lolos dari ujian, ungkap seorang guru di Finlandia.
Kehebatan
dan keberhasilan sistem pendidikan di Finlandia adalah gabungan antara
kompetensi guru yang tinggi, kesabaran, toleransi dan komitmen pada
keberhasilan melalui tanggung jawab pribadi. Kalau saya gagal dalam mengajar
seorang siswa, kata seorang guru, maka itu berarti ada yang tidak beres dengan
pengajaran saya! Finlandia memiliki jumlah
guru sebanyak di New York City,
namun siswa jauh lebih sedikit. Dengan perbandingan 600.000 siswa di Finlandia
dengan 1,1 juta di NYC. Gurulah yang berwewenang atas itu karena guru dipandang
sebagai sosok yang paling mengerti mau dimana wajah pendidikan Finlandia dimasa
yang akan datang.
Berdasarkan
penemuan PISA, sekolah-sekolah di Finlandia sangat kecil perbedaan antara siswa
yang berprestasi baik dan yang buruk dan merupakan yang terbaik
menurut
OECD. Remedial tidaklah dianggap sebagai tanda kegagalan tapi sebagai
kesempatan untuk memperbaiki. Seorang guru yang bertugas menangani masalah
belajar dan prilaku siswa membuat program individual bagi setiap siswa dengan
penekanan tujuan-tujuan yang harus dicapai, umpamanya: Pertama, masuk kelas;
kemudian datang tepat waktu; berikutnya, bawa buku, dlsb. Kalau mendapat PR
siswa bahkan tidak perlu untuk menjawab dengan benar, yang penting mereka
berusaha.
Finlandia
tidak pernah membebani muridnya untuk hal-hal yang kurang bermutu atau
mengurangi ke-kreativitasan seorang anak setelah meninggalkan rumah sekolah. Tapi,
66 persen siswa masuk ke perguruan tinggi, dan tertinggi di Eropa. Nyaris semua
siswa memilki kemampuan akademis yang merata. 93 persen masyarakat Finlandia
lulus dari SMA, bahkan17,5 peresen lebih tinggi dari AS. 43 persen dari siswa
sekolah menengah Finlandia, masuk ke sekolah kejuruan.( 43 percent of Finnish
high-school students go to vocational schools).
Bagaimana
Revolusi sistem pendidikan Finlandia terjadi sehingga berbeda dari
negara-negara Barat pada umumnya?
- 1. Anak Finlandia tidak memulai sekolah sampai usia mereka 7 Thn.
- 2. Tidak di bebani Ujian dan PR, sampai menjelang usia mereka remaja.
- 3. Tidak ada rapor (tidak ada ujian/ test sama sekali selama enam tahun pertama pendidikan mereka).
- 4. Hanya ada satu tes standar wajib, yang diikuti ketika anak-anak berusia 16 Tahun.
- 5. Semua siswa berada pada kelas yang sama walau kemampuan berbeda, tidak ada kelas Unggulan (the-difference-between-weakest-and-strongest-students-is-the-smallest-in-the-world)
- 6. Kelas sains maksimal 16 siswa sehingga mereka dapat melakukan eksperimen praktis dalam setiap kelas. (.Science classes are capped at 16 students so that they may perform practical experiments in every class).
- 7. Kurikulum Nasional hanya pedoman umum
- 8. Finlandia menghabiskan sekitar 30 persen lebih APBN untuk biaya pendidikan per siswa (mengungguli Amerika Serikat).
- 9. 30 persen anak-anak menerima bantuan tambahan selama sembilan tahun pertama mereka sekolah.
- 10. Siswa SD mendapatkan 75 menit dari istirahat sehari di Finlandia dibandingkan rata-rata 27 menit di Amerika Serikat.
- 11. Guru hanya mengajar 4 jam sehari di dalam kelas, dan mengambil 2 jam seminggu untuk “pengembangan profesional. (Teachers only spend 4 hours a day in the classroom, and take 2 hours a week for “professional development.)
Bagaimana
dengan arah Pendidikan di Indonesia?
Ditanah
air Indonesia, sebenarnya sistem pendidikan yang mirip di Finlandia ini telah
terterapkan sejak tahun 1961 melalui wadah gerakan pramuka. Dimana setiap
kecakapan dan keterampilan dibidang tertentu yang dimiliki oleh setiap anggota
pramuka, bila sudah merasa mampu bisa mengusulkan diri untuk di uji. Disamping
itu, setiap 32 orang anggota pramuka dibina oleh 3 orang pembina secara terus
menerus. Akan tetapi sistem pendidikan kepanduan ditanah air ini tidak mendapat
respon yang positif ditanah air. Buktinya kendati berhasil melahirkan
kader-kader bangsa yang mandiri, negara ternyata tidak berani mengalokasikan
dana BOS yang ada pada setiap sekolah untuk sepersekian persen wajib
dipergunakan untuk mengelola gerakan pramuka di gugus depan.
Pendidikan
nasional kita yang masih sarat dengan kepentingan politik kepala daerah yang menjadikan
potret pendidikan begitu semraut. Tekanan yang begitu berat sangat terasa terutama
menjelang ujian nasional. Pelaksanaan UN yang jelas lebih banyak mudharatnya
daripada manfaatnya selalu dipertahankan untuk alasan yang tidak jelas. UN
telah mengajarkan bangsa ini bagaimana berlaku curang dan menipu. Bahkan
ironisnya lagi, UN dikawal dan diamati setiap detik melalui layar CCTV. Cara-cara
gila ini begitu dibangga-banggakan oleh pemerintah bahkan institusi pendidikan
sendiri. Padahal metode ini punya dampak physicologi bagi para pelajar. Jadi
jangan heran bila suatu saat di Nias pernah terjadi pada hari pertama UN ada
siswa yang meninggal dunia begitu menerima lembar soal ujian.
Selama
mengikuti sekolah, setiap murid selalu diberi les tambahan yang berlebihan. Pelajar
di wajibkan mengikuti Tryout hampir tiap bulan dengan alasan untuk mengukur
kemampuan siswa. Dirumah disuguhi lagi dengan tugas-tugas berat bahkan ada lagi
menu les tambahan yang ditawarkan padahal nuansa bisnisnya lebih terasa
daripada urgensinya bagi peserta didik. Alhasil generasi muda kita, pelajar
tanah air, lahir dan besar tanpa pernah mempergunakan otaknya untuk
berkreativitas namun penuh dengan tekanan. Jadi jangan heran, walaupun lulus UN
100 persen ternyata persentasi lulus SMPTN berbanding terbalik dengan kelulusan
UN. Setidaknya potret pendidikan Indonesia terjerat dalam tingkat kekhawatiran
yang terlalu berlebihan. Alih-alih untuk mencerdaskan bangsa, cara-cara yang
dilakukan justru mengantarkan bangsa ini kelembah kehancuran.
Oleh
karena itu kita perlu berbenah, dengan melakukan pembenahan ulang atas sistem
pendidikan sehingga tercipta :
1.
Kemandirian
guru
Zaman dulu kala
(seperti cerita orangtua kita) setiap anak dan orangtua begitu menghormati
guru. Guru harus diberi otoritas penuh untuk mengatur kurikulumnya sendiri. Guru
harus mampu mengembangkan profesionalismenya tanpa harus terganjal oleh
pemenuhan kebutuhan hidup keluarganya, Bahkan birokrasi pendidikan kita yang
berbelit-belit harus dihapuskan.
2.
Kemandirian
Siswa.
Wajib belajar 12
tahun mutlak harus diartikan sebagai pendidikan dengan biaya gratis. Kemandirian
harus diartikan sebagai kebebasan siswa dalam memilih waktu, program dan
kesiapannya untuk belajar. Setiap anak juga tidak dibebani dengan tugas ini dan
itu.
3.
Kurikulum
yang Fleksibel
Kurikulum nasional
seharusnya hanya dijadikan sebagai acuan umum dalam setiap program pendidikan.
Wajib belajar 12 tahun juga harus dengan satu izajah saja yaitu izajah SMA. Sedangkan
untuk SD dan SMP tidak lagi mengeluarkan izajah karena tuntutan dunia kerja
saat ini, izajah dua jenjang pendidikan ini tidak begitu diperlukan. Oleh
karena itu, perpindahan dari tingkat SD ke SMP cukuplah dengan nilai rapor
begitu juga dari SMP ke SMA. Sehingga, evaluasi belajar secara nasional hanya
dilakukan dijenjang SMA ketika yang bersangkutan akan melanjut keperguruan
tinggi atau merambah dunia kerja.
Menggratiskan
pendidikan di Indonesia, bukanlah hal yang mustahil. Beberapa tahun belakangan
ini telah terungkap bahwa 40 persen APBN kita mark-up dan 30 persennya
dikorupsi. Jadi andai pengelolaan keuangan negara kita ditata dengan baik maka
tidak mustahil dimasa-masa yang akan datang biaya pendidikan kita yang saat ini
20 persen dalam APBN bisa saja diningkatkan menjadi 50 persen. Bahkan, bukan
tidak mungkin pendidikan kita bisa digratiskan!
Sehingga,
guru tidak lagi harus menggunakan sebagian waktunya untuk mencari tambahan
penghasilan dengan berbagai kegiatan yang tidak terkait dengan bidang
pengajarannya. Guru tidak lagi hanya sekedar berkata-kata, tidak juga hanya menjelaskan,
bahkan tidak cukup memberi contoh, tetapi
menjadi ‘THE GREAT’ GURU yang selalu menginspirasi!
Salam
Pendidikan!
Terima
kasih, semoga bermanfaat untuk kita semua.
(Parel Naibaho-Komunitas Pendidikan Indonesia)
SUMBER
:
isi blognya berbobot... nice job
ReplyDeleteBaguspedia