KULIAH PUBLIK: Mendorong Perekonomian, Haruskah Utang

SOSIAL MEDIA

PIKIRKAN YANG BAIK ~ o ~ LAKUKAN YANG TERBAIK ~ o ~ Ini Kuliah MetodeCHAT ~ o ~ Cepat_Hemat_Akrab_Terpadu ~ o ~ Silahkan Membaca dan Berkomentar

Ketahui Bagaimana Kondisi Ekonomi dan Bisnis Anda Terkini

  Baru-baru ini, pemerintah telah mulai melonggarkan mobilitas seiring menurunnya kasus covid-19. Sementara pada Juli hingga awal Agustus ek...

Wednesday, September 27, 2017

Mendorong Perekonomian, Haruskah Utang

Sebagaimana dilansir Bank Indonesia, sampai dengan Juli 2015 utang luar negeri Indonesia tercatat USD 303,67 miliar atau setara Rp 4.336 triliun (kurs saat itu). Walau angka utang ini turun dibanding bulan sebelumnya, (tercatat mencapai USD 304,38 miliar), namun posisi utang per Juli 2015 ini naik jika dibanding awal tahun lalu (Januari 2015, utang luar negeri Indonesia hanya USD 301,18 miliar). Di mana Juli 2014, utang luar negeri Indonesia hanya USD 292,71 miliar.

Utang Luar Negeri Indonesia Per Juli 2015
(dikutip dari data resmi Bank Indonesia)
Utang luar negeri pemerintah dan Bank Indonesia
Pemerintah
Bank Indonesia
Total utang
sebelumnya
129.47
5.04
134.51
134.60

Utang swasta
Utang perbankan
utang non-perbankan
Total utang

lembaga keuangan bukan bank atau nonbank financial corporation
11.92

utang perusahaan bukan lembaga keuangan atau nonfinancial corporation
124.71
32.52
136.64
169.16


Dari table tersebut porsi hutang luar negeri pemerintah dan Bank Indonesia 44,29% dan porsi hutang swasta 55,71%. Dalam keterangan tertulisnya, Bank Indonesia menyebut jumlah utang luar negeri ini masih cukup sehat, namun perlu diwaspadai risikonya terhadap perekonomian. Bank sentral ke depan akan tetap memantau perkembangan utang luar negeri, khususnya utang sektor swasta. Namun, pejabat Kementerian Keuangan, Scenaider Siahaan, Selasa (22/9/15), reuters melansir bahwa Pemerintah Indonesia menambah utang dengan meminjam USD 4,2 miliar atau setara dengan Rp 60,9 triliun dari Bank Dunia dan Asian Development Bank (ADB). Pinjaman multilateral ini akan digunakan untuk menutup defisit anggaran yang semakin melebar dan menambah cadangan devisa Indonesia yang telah turun jadi USD 103 miliar pada minggu ini. 

Selain itu, pemerintahan Jokowi-JK juga akan mengeluarkan obligasi senilai Rp 500 triliun pada 2016 mendatang. Sebanyak 30 persen dana ini akan diambil dari asing. "Kami memilih sumber dari asing karena pasar masih fluktuatif dan pertumbuhan Indonesia sedang melambat," ucapnya.

Bank Pembangunan Asia (ADB) Sepakat menyalurkan pinjaman senilai USD 400 juta untuk membantu penguatan sektor keuangan di Indonesia. Termasuk di dalamnya perluasan akses layanan keuangan bagi rumah tangga miskin. "Sektor keuangan yang dalam, likuid, dan efisien sangat penting bagi stabilitas dan pertumbuhan. Dukungan ADB ini selaras dengan upaya reformasi tersebut, termasuk memperkuat operasional Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selaku regulator sektor keuangan yang baru," ujar James Nugent, Direktur Jenderal ADB untuk Asia Tenggara, dalam siaran pers, Selasa (1/9/15). ADB menargetkan layanan keuangan bisa diakses 25 persen penduduk miskin Indonesia pada 2020.

Sebelumnya, kedatangan Direktur Operasional Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF) Christine Lagarde, menimbulkan berbagai spekulasi. Utamanya mengingat Indonesia yang cukup lama terbelit utang ke IMF sebelum akhirnya benar-benar bebas dari utang lembaga keuangan internasional itu pada 2006.

Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo, Menkopolhukam Luhut Panjaitan hingga Wakil Presiden Jusuf Kalla kompak menepis spekulasi tersebut. Agus Marto menjelaskan bahwa mantan menteri keuangan Prancis itu datang atas undangan pihaknya, untuk membicarakan perkembangan ekonomi dunia dan respons negara Asia menyikapi kondisi ekonomi terkini. Luhut denada dengan Kalla menegaskan, kedatangan bos IMF tersebut tidak sama seperti saat petinggi IMF datang ketika Indonesia dilanda krisis pada 1997-1998. Pemberian utang dari lembaga mana pun, termasuk IMF, selalu didahului permintaan dari negara yang bersangkutan. Hingga saat itu tidak ada pengajuan utang dari pemerintah Indonesia kepada IMF.

Saat ini ekonomi Indonesia bergejolak dan perlambatan ekonomi terus terjadi bahkan diperparah anjloknya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Semester I tahun 2015 ini, Ekonomi Indonesia hanya tumbuh 4,7 persen. Ekonom ADB Sani Ismail menilai ini sebagai akibat pelemahan harga komoditas, pengetatan kebijakan makroekonomi, dan peningkatan ketimpangan pendapatan rumah tangga. Indonesia perlu meningkatkan akses masyarakat miskin pada jasa keuangan. Ini untuk mengurangi ketimpangan pendapatan.

Direktur IMF, Christine Lagarde, Selasa (1/9/15) menyebut pertumbuhan ekonomi global akan jauh lebih rendah dari yang diharapkan. Penyebabnya adalah karena lambatnya pemulihan ekonomi negara maju serta perlambatan ekonomi negara berkembang. Legarde secara tegas mengingatkan negara berkembang seperti Indonesia untuk selalu mewaspadai perlambatan ekonomi China, kondisi keuangan global yang sangat ketat serta rencana kenaikan suku bunga Amerika Serikat. Ekonomi China kini melambat meskipun tidak tajam. Hal ini terjadi karena ada penyesuaian dengan model pertumbuhan baru. Menurutnya, "Transisi ke ekonomi berbasis pasar dan antisipasi risiko yang telah dibangun beberapa tahun terakhir jadi kompleks dan sedikit goyang."

Indonesia pernah mengalami krisis ekonomi hebat pada 1998. Kala itu Pemerintah memutuskan mengambil utang melalui Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF) sebagai bantuan stimulus perekonomian. Sepintas bantuan IMF seperti berkah, tapi kenyataan justru sebaliknya. Bantuan utang dengan sejumlah syarat itu malah sangat merugikan perekonomian Indonesia. Sebut saja Indonesia harus kehilangan cita-cita memiliki pesawat produksi dalam negeri karena dana pengembangan diminta IMF untuk dicabut. Padahal, saat itu, Indonesia telah sukses memproduksi pesawat N-250 milik BJ Habibie. Selain itu, IMF turut meminta pemerintah tidak lagi memberikan bantuan dana kepada petani. Alhasil predikat swasembada pangan yang pernah disandang Indonesia hilang dan saat ini sulit lepas dari jerat impor.

Bank Indonesia (BI) mengakui saat ini dana yang masuk ke Indonesia masih sangat minim. Hal tersebut terbukti hingga Agustus 2015 dana masuk hanya mencapai Rp 50 triliun atau turun dari Agustus 2014 yang mencapai Rp 150 triliun. terpikir sekarang untuk meminjam ke IMF. Kita tidak ada urusan dengan masalah IMF," tuturnya. Namun, pemerintah sudah saatnya mempunyai langkah-langkah tersendiri untuk memperbaiki perekonomian tanpa intervensi. Kebijakan ekonomi Indonesia harus berupa langkah-langkah yang jelas, terukur dan bisa dipertanggungjawabkan. Jangan sanoai oihak asing membuat oerekonomian kacau dan selalu diterpa masalah.

sumber :
www.merdeka.com

No comments:

Post a Comment

Saran-Kritik-Komentar Anda sangat bermanfaat.
Terima Kasih Telah Bergabung.