Sebagaimana
dilansir Bank Indonesia, sampai dengan Juli 2015 utang luar negeri Indonesia tercatat
USD 303,67 miliar atau setara Rp 4.336 triliun (kurs saat itu). Walau angka
utang ini turun dibanding bulan sebelumnya, (tercatat mencapai USD 304,38
miliar), namun posisi utang per Juli 2015 ini naik jika dibanding awal tahun lalu
(Januari 2015, utang luar negeri Indonesia hanya USD 301,18 miliar). Di mana
Juli 2014, utang luar negeri Indonesia hanya USD 292,71 miliar.
Utang
Luar Negeri Indonesia Per Juli 2015
(dikutip
dari data resmi Bank Indonesia)
Utang
luar negeri pemerintah dan Bank Indonesia
Pemerintah
|
Bank
Indonesia
|
Total
utang
|
sebelumnya
|
129.47
|
5.04
|
134.51
|
134.60
|
Utang
swasta
Utang
perbankan
|
utang
non-perbankan
|
Total
utang
|
|
lembaga
keuangan bukan bank atau nonbank financial corporation
|
11.92
|
||
utang
perusahaan bukan lembaga keuangan atau nonfinancial corporation
|
124.71
|
||
32.52
|
136.64
|
169.16
|
Dari
table tersebut porsi hutang luar negeri pemerintah dan Bank Indonesia 44,29%
dan porsi hutang swasta 55,71%. Dalam keterangan tertulisnya, Bank Indonesia menyebut
jumlah utang luar negeri ini masih cukup sehat, namun perlu diwaspadai
risikonya terhadap perekonomian. Bank sentral ke depan akan tetap memantau
perkembangan utang luar negeri, khususnya utang sektor swasta. Namun,
pejabat Kementerian Keuangan, Scenaider Siahaan, Selasa (22/9/15), reuters melansir
bahwa Pemerintah Indonesia menambah utang dengan meminjam USD 4,2 miliar atau
setara dengan Rp 60,9 triliun dari Bank Dunia dan Asian Development Bank (ADB).
Pinjaman multilateral ini akan digunakan untuk menutup defisit anggaran yang
semakin melebar dan menambah cadangan devisa Indonesia yang telah turun jadi
USD 103 miliar pada minggu ini.
Selain itu, pemerintahan Jokowi-JK juga akan mengeluarkan obligasi senilai Rp 500 triliun pada 2016 mendatang. Sebanyak 30 persen dana ini akan diambil dari asing. "Kami memilih sumber dari asing karena pasar masih fluktuatif dan pertumbuhan Indonesia sedang melambat," ucapnya.
Selain itu, pemerintahan Jokowi-JK juga akan mengeluarkan obligasi senilai Rp 500 triliun pada 2016 mendatang. Sebanyak 30 persen dana ini akan diambil dari asing. "Kami memilih sumber dari asing karena pasar masih fluktuatif dan pertumbuhan Indonesia sedang melambat," ucapnya.
Bank
Pembangunan Asia (ADB) Sepakat menyalurkan pinjaman senilai USD 400 juta untuk
membantu penguatan sektor keuangan di Indonesia. Termasuk di dalamnya perluasan
akses layanan keuangan bagi rumah tangga miskin. "Sektor keuangan yang
dalam, likuid, dan efisien sangat penting bagi stabilitas dan pertumbuhan.
Dukungan ADB ini selaras dengan upaya reformasi tersebut, termasuk memperkuat
operasional Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selaku regulator sektor keuangan yang
baru," ujar James Nugent, Direktur Jenderal ADB untuk Asia Tenggara, dalam
siaran pers, Selasa (1/9/15). ADB menargetkan layanan keuangan bisa diakses 25
persen penduduk miskin Indonesia pada 2020.
Sebelumnya,
kedatangan Direktur Operasional Dana Moneter Internasional atau International
Monetary Fund (IMF) Christine Lagarde, menimbulkan berbagai spekulasi. Utamanya
mengingat Indonesia yang cukup lama terbelit utang ke IMF sebelum akhirnya
benar-benar bebas dari utang lembaga keuangan internasional itu pada 2006.
Gubernur
Bank Indonesia Agus Martowardojo, Menkopolhukam Luhut Panjaitan hingga Wakil
Presiden Jusuf Kalla kompak menepis spekulasi tersebut. Agus Marto menjelaskan
bahwa mantan menteri keuangan Prancis itu datang atas undangan pihaknya, untuk
membicarakan perkembangan ekonomi dunia dan respons negara Asia menyikapi
kondisi ekonomi terkini. Luhut denada dengan Kalla menegaskan, kedatangan bos
IMF tersebut tidak sama seperti saat petinggi IMF datang ketika Indonesia
dilanda krisis pada 1997-1998. Pemberian utang dari lembaga mana pun, termasuk
IMF, selalu didahului permintaan dari negara yang bersangkutan. Hingga saat itu
tidak ada pengajuan utang dari pemerintah Indonesia kepada IMF.
Saat
ini ekonomi Indonesia bergejolak dan perlambatan ekonomi terus terjadi bahkan diperparah
anjloknya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Semester I tahun
2015 ini, Ekonomi Indonesia hanya tumbuh 4,7 persen. Ekonom ADB Sani Ismail menilai
ini sebagai akibat pelemahan harga komoditas, pengetatan kebijakan makroekonomi,
dan peningkatan ketimpangan pendapatan rumah tangga. Indonesia perlu
meningkatkan akses masyarakat miskin pada jasa keuangan. Ini untuk mengurangi
ketimpangan pendapatan.
Direktur IMF,
Christine Lagarde, Selasa (1/9/15) menyebut pertumbuhan ekonomi global akan
jauh lebih rendah dari yang diharapkan. Penyebabnya adalah karena lambatnya
pemulihan ekonomi negara maju serta perlambatan ekonomi negara berkembang. Legarde
secara tegas mengingatkan negara berkembang seperti Indonesia untuk selalu
mewaspadai perlambatan ekonomi China, kondisi keuangan global yang sangat ketat
serta rencana kenaikan suku bunga Amerika Serikat. Ekonomi China kini melambat
meskipun tidak tajam. Hal ini terjadi karena ada penyesuaian dengan model
pertumbuhan baru. Menurutnya, "Transisi ke ekonomi berbasis pasar dan
antisipasi risiko yang telah dibangun beberapa tahun terakhir jadi kompleks dan
sedikit goyang."
Indonesia
pernah mengalami krisis ekonomi hebat pada 1998. Kala itu Pemerintah memutuskan
mengambil utang melalui Dana Moneter Internasional atau International Monetary
Fund (IMF) sebagai bantuan stimulus perekonomian. Sepintas bantuan IMF seperti
berkah, tapi kenyataan justru sebaliknya. Bantuan utang dengan sejumlah syarat
itu malah sangat merugikan perekonomian Indonesia. Sebut saja Indonesia harus
kehilangan cita-cita memiliki pesawat produksi dalam negeri karena dana
pengembangan diminta IMF untuk dicabut. Padahal, saat itu, Indonesia telah
sukses memproduksi pesawat N-250 milik BJ Habibie. Selain itu, IMF turut
meminta pemerintah tidak lagi memberikan bantuan dana kepada petani. Alhasil
predikat swasembada pangan yang pernah disandang Indonesia hilang dan saat ini
sulit lepas dari jerat impor.
Bank
Indonesia (BI) mengakui saat ini dana yang masuk ke Indonesia masih sangat
minim. Hal tersebut terbukti hingga Agustus 2015 dana masuk hanya mencapai Rp
50 triliun atau turun dari Agustus 2014 yang mencapai Rp 150 triliun. terpikir
sekarang untuk meminjam ke IMF. Kita tidak ada urusan dengan masalah IMF,"
tuturnya. Namun, pemerintah sudah saatnya mempunyai langkah-langkah tersendiri
untuk memperbaiki perekonomian tanpa intervensi. Kebijakan ekonomi Indonesia
harus berupa langkah-langkah yang jelas, terukur dan bisa dipertanggungjawabkan.
Jangan sanoai oihak asing membuat oerekonomian kacau dan selalu diterpa
masalah.
sumber :
www.merdeka.com
No comments:
Post a Comment
Saran-Kritik-Komentar Anda sangat bermanfaat.
Terima Kasih Telah Bergabung.