Di tengah
melemahnya ekonomi dunia dan nasional, Presiden Joko Widodo (Jokowi)
mengeluarkan paket kebijakan ekonomi pada Rabu (9/9/2015). Presiden Jokowi pun
mengumumkan langsung kebijakan paket ekonomi itu, didampingi oleh sejumlah
menteri ekonomi.
Ada tiga
langkah yang dilakukan pemerintah untuk menggenjot ekonomi dalam paket
kebijakan ekonomi tahap pertama. memang ada sejumlah langkah yang telah
dilakukan pemerintah untuk menggenjot ekonomi. Pemerintah terus mendorong
belanja pemerintah melalui daya serap anggaran, memperbaiki neraca pembayaran,
dan menetapkan langkah-langkah konkrit.
Pertama,
pengendalian harga komoditi pokok seperti bahan bakar minyak (BBM) dan pangan.
Kedua, pembentukan tim evaluasi pengawasan realisasi anggaran. Ketiga, pembentukan
badan pengelola dana perkebunan kelapa sawit. Jokowi menuturkan pembentukan
badan tersebut untuk meningkatkan ekspor kelapa sawit dan meningkatkan
penggunaan biodiesel jadi 15 persen.
Tak hanya
itu, pemerintah juga mengeluarkan sejumlah langkah untuk melindungi masyarakat
desa. Langkah-langkahnya dengan memberdayakan usaha mikro dan kecil.
“Penyaluran kredit usaha rakyat dengan tingkat suku bunga rendah tadinya 22-23
persen menjadi 12 persen yang disubsidi pemerintah,” kata Jokowi.
Jokowi
menekankan percepatan penyaluran pemanfaatan dana desa. Anggaran itu diharapkan
dapat dimanfaatkan untuk infrastruktur secara padat karya, penambahan alokasi
beras sejahtera. “Jadi ada tambahan selama dua bulan. Penyaluran ada di bulan
13 dan 14,” ujar Jokowi.
Jokowi
menuturkan, langkah tersebut belum dapat menggerakan ekonomi nasional.
Pemerintah JUGA akan meluncurkan paket kebijakan tahap pertama.
“Pemerintah
melanjutkan dengan berbagai upaya untuk menggerakkan ekonomi nasional. Untuk
itulah hari ini pemerintah meluncurkan paket kebijakan ekonomi tahap pertama,
September 2015 yang terdiri dari tiga langkah,” kata Jokowi, di Istana Merdeka,
Jakarta. Namun langkah-langkah itu itu belum cukup pemerintah lakukan dengan
gerakan ekonomi nasional. Pemerintah luncurkan paket kebijakan tahap pertama,”
kata Jokowi.
Jokowi
mengatakan langkah pertama mengatasi persoalan ekonomi adalah dengan mendorong
daya saing industri nasional, melalui deregulasi, debirokratisasi, serta
penegakan hukum dan kepastian usaha. ada 89 peraturan yang dirombak dari 154
peraturan, yang dianggap menghambat daya saing industri nasional. Selain itu,
juga sudah disiapkan 17 rancangan peraturan pemerintah, 11 rancangan peraturan
presiden, 2 rancangan instruksi presiden, 63 rancangan peraturan menteri dan 5
aturan lain. “Pemerintah berkomitmen menyelesaikan semua paket deregulasi pada
September dan Oktober 2015,” ucap Jokowi.
Langkah
kedua, lanjut Jokowi, pemerintah akan mempercepat proyek strategis nasional
dengan menghilangkan berbagai hambatan dalam pelaksanaan dan penyelesaian
proyek strategis nasional. Pemerintah juga akan memperkuat peran kepala daerah
untuk melakukan dan memberikan dukungan percepatan pelaksanaan proyek strategis
nasional.
“Ketiga,
meningkatkan investasi di sektor properti. Pemerintah mengeluarkan kebijakan
untuk mendorong pembangunan perumahan, khususnya untuk masyarakat
berpenghasilan rendah, serta membuka peluang investasi yang lebih besar di
sektor properti,” tutur dia.
Jokowi yakin
paket kebijakan ekonomi tahap pertama September 2015 ini, akan memperkuat
industri nasional, mengembangkan usaha mikro kecil menengah dan koperasi, dan
memperlancar perdagangan antar daerah. kebijakan ini dapat membuat pariwisata
semakin bergairah dan menjadikan kesejahteraan nelayan semakin membaik dengan
menaikkan produksi ikan tangkap serta penghematan biaya bahan bakar 70 persen
melalui konversi minyak solar ke LPG. Agar paket ini sukses memajukan ekonomi
dalam negeri, maka pemerintah butuh kerjasama dan dukungan dari semua pihak. Ia
juga memastikan jajaran kabinetnya akan berusaha maksimal mendongkrak ekonomi.
“Saya ingin
menegaskan pemerintah sangat serius dalam melaksanakan komitmen paket kebijakan
ekonomi ini,” tandas Jokowi. Paket ini diharapkan dapat menggerakkan ekonomi
nasional ke arah lebih baik.
Direktur Eksekutif
Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Enny Sri Hartati
mengatakan yang harus dilakukan pemerintah pertama kali yaitu memulihkan daya
beli masyarakat.
“Harus ada
upaya stabilisasi harga kebutuhan pokok dengan memperkuat lembaga buffer stock,
mengefisiensikan jalur distribusi kebutuhan pokok dari produsen ke konsumen.
Juga optimalkan program-program jaminan sosial yang tepat sasaran,” ujar Enny
di Kantor Indef, Jakarta, Rabu (2/9/2015).
Kedua,
pemerintah harus melakukan upaya untuk mendorong efektifitas stimulus fiskal.
Caranya, pemerintah harus meningkatkan peran fiskal, memfokuskan belanja
pemerintah yang memberikan dampak langsung pada peningkatan daya beli.
“Fokus
pemerintah tidak hanya pada infrastruktur seperti jalan raya, jalan tol,
pelabuhan, tetapi juga orientasi menengah-panjang seperti pembangunan
infrastruktur yang berdampak pada peningkatan produktivitas seperti pembangunan
irigasi, waduk, konektivitas desa-kota,” lanjutnya.
Ketiga,
pemerintah harus berkoordinasi dengan otoritas moneter dalam rangka stabilisasi
nilai tukar rupiah, seperti mengoptimalkan masuknya devisa hasil skspor (DHE)
serta melakukan pelonggaran pengetatan likuiditas.
Keempat, pemerintah
harus mendorong bergeraknya sektor riil dengan percepatan penyediaan
infrastruktur dasar, seperti penyediaan listrik dan sarana transportasi.
Pemerintah juga harus meningkatkan iklim investasi melalui debirokratisasi
perizinan, pemberian insentif fiskal melalui tax holiday dan tax allowance, dan
memperbesar skema pendanaan bagi sektor UMKM.
“Juga
memberikan subsidi dan insentif bagi sektor pertanian, perikanan dan kelautan.
Pengunaan produk-produk dalam negeri,” ujar Enny.
Para
pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo)
menyampaikan roadmap pada presiden dan wakil presiden terpilih periode
2014-2019 Joko Widodo dan Jusuf Kalla (Jokowi-JK). Anggota Tim Penyusun Road
Map Apindo Djisman Simandjuntak mengatakan roadmap tersebut disusun selama 6
bulan. Berisi permasalahan dan langkah-langkah yang mesti dilakukan
olehJokowi-JK pada masa pemerintahannya.
Hal pertama,
kesiapan pemerintah ke depan untuk bekerja dalam ekonomi sulit. “Penduduk naik
11 juta, angkatan kerja 8-10 juta. Logistik luar biasa tinggi biayanya. Sumber
daya baik tapi jauh ketinggalan jauh dari negara lain. Pertumbuhan bagus tapi
biaya tinggi. Transaksi berjalan tekanan defisit. Kemiskinan turun tapi yang
rentan banyak. Ekonomi dunia melemah,” jelasnya Jakarta, Kamis (18/9/2014).
Hal kedua,
Indonesia mesti naik kelas menuju masyarakat menengah atas. Tumpuannya
perbaikan infrastruktur, kepastian hukum, otonomi daerah.
Tiga,
perlunya penciptaan lapangan kerja selama 5 tahun, adapun untuk setiap tahunnya
3 juta lapangan pekerjaan.
Empat,
menjaga stabilitas makro dan ruang fiskal. “Pertama adalah mencipta ruang
fiskal tanpa itu tidak bisa. Tim road map menyarankan memotong subsidi konsumsi
BBM, menaikan harga Rp 3000 per liter liter. Akan hemat Rp 17 triliun 2014 dan
Rp
150 triliun
di tahun 2015,” tutur dia.
Lima,
menurutnya perlu perbaikan infrastruktur. Caranya dengan meningkatkan anggaran
1,5 persen dari produk domestik bruto.
Enam,
kepastian kontrak energi meliputi beberapa prioritas seperti kontrak migas, kepastian
biodiesel dan harga keekonomian listrik.
Tujuh,
peningkatan produksi dan merespon permintaan pangan dengan cepat. “Kalo
dilakukan 11 provinsi kita produksi beras meningkat 15 persen, teknologi
pengeringan di 22 provinsi dengan padi yang sama mendapat beras lebih besar.
Teknologi bibit, pendampingan petani,” ungkapnya.
Delapan,
melakukan reindustrialisasi. Dia mengatakan mesti mengubah mindset saudagar
menjadi industrialis.
Sembilan,
revolusi jasa. Menurutnya Indonesia menderita kultur jasa yang lemah. Maka dari
itu perlu adanya transformasi menuju pusat industri jasa.
Sepuluh
perbaikan pada sektor keuangan. Dia menuturkan sektor keuangan selama ini tidak
berpihak pada usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). “Pemerintah buka akses ini
dengan membentuk bank pembangunan mikro kecil menengah,” lanjut dia.
Sebelas,
berhubungan dengan tenaga kerja. Menurutnya tenaga kerja mesti menyesuaikan
dengan jumlah penganggur lalu dipindah ke tempat yang memiliki produktivitas
tinggi.
Dua belas,
perlu adanya kepastian hukum. Kata dia negara adalah produk hukum, maka tim
road map membuat rekomendasi hukum.
Tiga belas,
menjadikan pemerintah daerah menjadi pusat layanan publik. Pemerintah daerah
bukan berurusan kedaulatan.
“Ke empat
belas adanya perbaikan informasi rakyat, kita bekerja patuh pada sistem, sistem
intensif, kepemimpinan yang baik, ” tukas dia.
Sofyan
Djalil pernah menyebutkan, pertumbuhan industri manufaktur Indonesia dalam lima
tahun terakhir negatif. Padahal dari sektor ini membuka harapan penciptaan
lapangan kerja yang lebih besar. Korea Selatan, Jepang dan Tiongkok adalah tiga
negara yang sukses menjadi negara industri berkat kebijakan yang baik dan
terarah. Sementara Indonesia masih harus belajar untuk menumbuhkan industri
manufaktur.
“Kita
percaya negara maju bukan karena sumber daya alam, tapi kebijakan yang baik.
Korea, Jepang dan Tiongkok mampu menjadi negara industri, income per kapita
naik berkat kebijakan yang baik dan tepat,” tegas mantan Menteri Koordinator
Bidang Perekonomian itu di acara DBS Asian Insight Seminar di Hotel Ritz
Calrton, Jakarta, Selasa, 25/11/2014 yang lalu.
Sebut saja
Tiongkok. Negeri Tirai Bambu itu harus menempuh perjalanan panjang selama
puluhan tahun untuk bangkit dari kesulitan ekonomi maupun politik. Tiongkok,
kata dia, akhirnya bisa menjadi negara terbuka bagi investor.
“Korea habis
dan hancur akibat perang dunia. Tapi setelahnya, pemerintah mengeluarkan
kebijakan baik dengan menyekolahkan banyak mahasiswa sekolah di Amerika
Serikat. Dan akhirnya menjadi brand trust untuk mendorong ekonomi mereka.
Pemerintah Indonesia, akan terus mengambil kebijakan baik dan tepat untuk
membuat ekonomi menjadi lebih baik. Salah satunya berkoordinasi dengan Bank
Indonesia demi mendukung investasi dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Kebijakan
itu salah satunya tampil mengoreksi kebijakan subsidi yang salah sasaran dan
boros. Karena lima tahun terakhir, anggaran subsidi tembus Rp 714 triliun,
sedangkan spending kesehatan Rp 240 triliun dan Rp 540 triliun untuk
infrastruktur dalam periode yang sama,” tutur Sofyan.
Dengan
penghematan kenaikan BBM subsidi, Sofyan berjanji akan mengalokasikan atau
mengalihkan untuk pembangunan infrastruktur, perbaikan irigasi yang 42 persen
rusak parah, membangun waduk dan lainnya. “Jumlah waduk kita lebih dikit dari
Malaysia, sehingga nggak bisa simpan air baku, dan saat hujan kebanjiran.
Makanya kebijakan diarahkan kesana, karena misalnya dengan rata-rata Rp 500
miliar saja, kita bisa bangun 1.500 waduk,” tandas dia.
Guru Besar
Ilmu Ekonomi Universitas Indonesia (UI) Anwar Nasution menilai, kondisi ekonomi
Indonesia mirip dengan krisis keuangan di periode 1997-1998. Untuk keluar dari
masalah tersebut, pemerintah Joko Widodo (Jokowi) perlu merombak kebijakan
pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
“Kita ini
punya masalah serius, di mana pertumbuhan ekonomi terus menurun, rupiah
melemah. Ini menggambarkan ada masalah, khususnya di sektor perbankan dan utang
luar negeri swasta. Utang pemerintah terkontrol, yang bermasalah utang luar
negeri swasta. Harga komoditas yang anjlok, tingkat suku bunga naik dan
pelemahan kurs rupiah mengakibatkan sektor swasta enggak bisa bayar utang.
Akhirnya banyak kredit macet mengganggu likuiditas perbankan. Jadi kondisinya
persis sama dengan 1997,” ujar Anwar di Jakarta, Rabu (8/7/2015).
Mantan
Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) ini mengakui saat krisis moneter melanda
Indonesia pada 1997, kredit macet atau Non Performing Loan (NPL) perbankan
meningkat, dan ketidakmampuan swasta membayar utang luar negeri. Pemerintah
perlu merombak total kebijakan pemerintahan sebelumnya untuk keluar dari
kesulitan ekonomi ini. Mulai dari penghapusan subsidi bahan bakar minyak (BBM),
meningkatkan ekspor industri manufaktur, dan membangun infrastruktur.
“Rombak
kebijakan bodoh SBY. Sebab pemerintah SBY menganggarkan seperlima dari uang
negara untuk belanja subsidi BBM. Sayangnya bukan orang miskin yang menikmati.
Kebijakan lain, memacu investasi industri padat karya dan manufaktur yang mampu
menyerap banyak tenaga kerja. zaman SBY rupiah menguat secara efektif, tapi
pepaya pun impor dari California karena harga murah. Akhirnya kita tidak bisa
bersaing di luar negeri,” ucap Anwar.
”Subsidi BBM
Premium memang sudah dicabut pemerintah tapi itu masih kecil. Bagaimana
meningkatkan pertumbuhan pajak dan menambah infrastruktur melalui peran Badan
Usaha Milik Negara ke depan Ini yang tidak dijalankan pemerintah SBY. Kesalahan
lain, pemerintahan SBY melalui aturan berencana membangun industri hilirasi
seperti pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter). Hanya saja kesiapan
infrastruktur belum mendukung, seperti listrik, pelabuhan dan lainnya,” tambah
Anwar.
Anwar
mengutip istilah Presiden pertama RI, Soekarno yang mengatakan, Indonesia
adalah bangsa kuli karena penyerapan tenaga kerja di dalam negeri sangat minim.
Kemudian terpaksa masyarakat mencari mata pencaharian di negara lain sebagai
Tenaga Kerja Indonesia (TKI).
“Kita ini
bangsa kuli, ekspornya cuma hasil tambang, hasil kebun dan para babu karena
tidak punya pendidikan dan keahlian. Mereka bekerja di pabrik Korea, Jepang dan
negara lain,” ucapnya.
Untuk itu,
pemerintah Jokowi harus agresif mengundang investor masuk ke Indonesia
membangun sektor industri di Pulau Jawa agar warga Indonesia tidak perlu
melanglang buana ke berbagai negara.
Sumber :
http://bisnis.liputan6.com
No comments:
Post a Comment
Saran-Kritik-Komentar Anda sangat bermanfaat.
Terima Kasih Telah Bergabung.