Capaian pertumbuhan ekonomi di kuartal I tahun 2018 sebesar 5,06 persen diperkirakan akan terus meningkat dan berlanjut di kuartal II tahun 2018. Peningkatan pertumbuhan ekonomi tersebut terutama didorong oleh membaiknya investasi dan ekspor, serta dampak dari pembangunan infrastruktur dan program-program pembangunan yang telah berjalan. Hal ini turut memberikan dukungan bagi pencapaian pendapatan negara dalam semester I tahun 2018, serta peluang pencapaiannya pada paruh kedua tahun 2018, dengan tetap mewaspadai tantangan perekonomian global serta tren kenaikan harga komoditas dunia.
Dibandingkan
rata-rata capaian pertumbuhan pendapatan negara pada semester I dalam tiga
tahun terakhir (2016-2018) sebesar 8,1 persen, maka pertumbuhan pendapatan
negara dalam semester I tahun 2018 sebesar 15,8 persen merupakan capaian yang
baik. Nilai realisasi pendapatan negara semester I tahun 2018 sebesar Rp 833,4
triliun, atau mencapai 44,0 persen dari targetnya dalam APBN tahun 2018, lebih
tinggi dari realisasi periode yang sama tahun 2017 sebesar 41,5 persen dari target
APBNP tahun 2017. Realisasi pendapatan negara tersebut utamanya bersumber dari penerimaan
perpajakan yang berasal dari Pajak Penghasilan (tumbuh 14,3 persen), PPN (tumbuh
13,6 persen), dan cukai (tumbuh 15,0 persen). Selain itu, Penerimaan Negara
Bukan Pajak (PNBP) yang berasal dari sumber daya alam (SDA) juga mencatatkan
pertumbuhan yang signifikan sebesar 43,4 persen dibandingkan realisasi periode
yang sama tahun 2017.
Kinerja
penerimaan perpajakan yang mampu tumbuh 14,3 persen atau mencapai 40,4 persen
dari targetnya dalam APBN tahun 2018, terutama dipengaruhi peningkatan aktivitas
ekonomi dan keberhasilan reformasi perpajakan. Selain menghasilkan penerimaan
dari uang tebusan mencapai hingga 1 persen dari PDB, program pengampunan pajak
(Tax Amnesty) di tahun 2016-2017 juga
telah memperkuat basis data perpajakan dan mendorong kepatuhan wajib pajak.
Peningkatan tax compliance ditunjukkan dengan bertambahnya jumlah Wajib Pajak
dari 32,8 juta pada tahun 2016 menjadi 36 juta pada tahun 2017, serta
meningkatnya capaian rasio kepatuhan penyampaian Surat Pemberitahuan Pajak
(SPT) menjadi 96 persen dari target di tahun 2017, dari sebelumnya sebesar 86
persen di tahun 2016. Di samping itu, terjadi peningkatan pembayaran pajak yang
signifikan oleh Wajib Pajak peserta program pengampunan pajak (tax amnesty).
Pertumbuhan
penerimaan pajak (non migas) yang mencapai 14,3 persen, ditopang oleh beberapa
jenis pajak utama seperti PPh Pasal 21 (tumbuh 22,2 persen), PPh 25/29 Badan
(tumbuh 23,4 persen), PPh 25/29 Orang Pribadi (tumbuh 20,7 persen), serta PPN
dan PPNBM (tumbuh 13,6 persen). Demikian beberapa sektor utama mencatatkan pertumbuhan
yang signifikan seperti industri pengolahan (15,4 persen) dan perdagangan (tumbuh
31,4 persen). Pertumbuhan positif penerimaan pajak (non migas) selain
dipengaruhi oleh kondisi perekonomian secara umum, dipengaruhi pula oleh
peningkatan kepatuhan wajib pajak sebagai bagian dari upaya-upaya yang telah
dilakukan: (i) peningkatan kualitas layanan perpajakan dan perbaikan
infrastruktur pendukung; (ii) peningkatan kualitas dan tata kelola basis data
perpajakan; (iii) peningkatan kualitas dan tata kelola pengawasan serta
pengujian kepatuhan wajib pajak; dan (iv) penguatan SDM, proses bisnis, dan
tata kelola organisasi Direktorat Jenderal Pajak.
Sebagai
bagian dari penerimaan perpajakan, kinerja kepabeanan dan cukai dalam semester
I tahun 2018 mencatatkan pertumbuhan tertinggi dalam tiga tahunterakhir yaitu
16,7 persen. Peningkatan perdagangan internasional dan berbagai perbaikan
kebijakan kepabeanan dan cukai (seperti penertiban impor berisiko tinggi/PIBT, dan
penertiban cukai) turut berkontribusi pada capaian tersebut. Penerimaan
kepabeanan dan cukai dalam semester I tahun 2018 mencapai Rp71,9 triliun atau
37,1 persen dari targetnya dalam APBN tahun 2018. Pertumbuhan positif tersebut
terdapat pada semua komponen baik penerimaan cukai, bea masuk, maupun bea
keluar yang didukung oleh kebijakan tarif yang efektif, membaiknya kinerja
ekspor dan impor, serta peningkatan harga komoditas internasional.
Perbaikan
harga komoditas sumber daya alam utama berdampak pada peningkatan Penerimaan
Negara Bukan Pajak (PNBP) berbasis sumber daya alam. Dalam semester I tahun
2018, harga rata-rata minyak mentah Indonesia (ICP) telah meningkat menjadi
US$66,5 per barel, dibandingkan dengan semester I tahun 2017 sebesar US$48,9
per barel. Perbaikan harga juga dialami pada komoditas batubara yang meningkat
19,1 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
Kenaikan
harga komoditas telah meningkatkan PNBP dari sumber daya alam (migas dan nonmigas)
dalam semester I tahun 2018 hingga mencapai 72,4 persen dari targetnya dalam APBN
tahun 2018, lebih tinggi dari capaian pada periode yang sama tahun 2017 sebesar
55,1 persen dari target APBNP tahun 2017.
Berbagai
tantangan eksternal dan internal diantisipasi untuk mengamankan target pendapatan
negara di sepanjang tahun 2018, khususnya terkait penerimaan pajak.
Perkembangan ekonomi global perlu terus diawasi, seperti perbaikan indikator
ekonomi AS, rencana peningkatan suku bunga The Fed, harga minyak dunia, serta
risiko perang dagang antara AS dan Tiongkok, yang dapat menghambat pertumbuhan ekonomi
domestik dan menurunkan aktivitas ekonomi maupun penerimaan pajak.
Disamping
itu, upaya optimalisasi pajak harus dilakukan dengan tetap memperhatikan iklim
investasi dan daya saing nasional, serta meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat. Berbagai faktor tersebut merupakan tantangan dan peluang dalam
pencapaian target pendapatan negara di tahun 2018.
1. Realisasi
Penerimaan Pajak
Dalam
semester I tahun 2018, realisasi penerimaan perpajakan mencapai Rp 653,5
triliun atau sebesar 40,4 persen dari targetnya dalam APBN tahun 2018. Capaian
tersebut lebih tinggi dari realisasi penerimaan perpajakan dalam periode yang
sama tahun 2017 sebesar Rp571,9 triliun, atau mengalami pertumbuhan sebesar 14,3
persen. Apabila tidak memperhitungkan penerimaan dari program pengampunan pajak
(tax amnesty), pertumbuhannya
tercatat sebesar 16,7 persen. Selain didukung oleh membaiknya perekonomian
domestik dan meningkatnya aktivitas perdagangan internasional, pertumbuhan
tersebut merupakan hasil dari program reformasi perpajakan yang meliputi
reformasi regulasi, dan reformasi organisasi, termasuk penguatan teknologi informasi
perpajakan.
Meningkatnya
penerimaan pajak juga mengindikasikan adanya penguatan aktivitas ekonomi,
termasuk peningkatan impor dan produksi. Dalam triwulan I tahun 2018, beberapa
sektor ekonomi utama dengan penerimaan pajak terbesar, yaitu sektor industri
pengolahan, perdagangan, jasa keuangan dan pertambangan, mampu tumbuh tinggi.
Penerimaan pajak (PPh Badan) dari sektor industri pengolahan tumbuh 11,1
persen, sektor perdagangan tumbuh 18,5 persen, jasa keuangan tumbuh 16,8 persen
dan sektor pertambangan tumbuh tertinggi mencapai 121,0 persen. Hal ini sejalan
dengan realisasi PDB sisi produksi dalam triwulan I tahun 2018, dimana sektor
industri pengolahan tumbuh 4,5 persen dan juga memiliki kontribusi terbesar
(1,0 persen) terhadap penciptaan pertumbuhan ekonomi.
Pendapatan
pajak penghasilan (PPh) memiliki kontribusi terbesar terhadap total penerimaan
perpajakan. Selama kurun tiga tahun terakhir, pendapatan PPh yang terdiri dari
PPh migas dan PPh nonmigas memiliki kontribusi sebesar 53,8 persen dari total penerimaan
perpajakan atau sebesar 43,9 persen dari total pendapatan negara. Realisasi pendapatan
PPh semester I tahun 2018 terus tumbuh melanjutkan tren positif mencapai Rp359,4
triliun atau 42,0 persen dari targetnya dalam APBN tahun 2018. Faktor-faktor yang
mempengaruhi capaian PPh semester I tahun 2018 terutama dari meningkatnya harga
minyak dunia, perbaikan basis data wajib pajak, dan peningkatan kepatuhan wajib
pajak antara lain sebagai dampak program pengampunan pajak (tax amnesty) tahun
2016-2017.
Tren
kenaikan harga minyak dunia belum berpengaruh signifikan terhadap pendapatan
PPh Migas semester I tahun 2018. Hal ini disebabkan karena penerimaan PPh Migas
tidak semata-mata dipengaruhi oleh kenaikan harga minyak tetapi juga oleh
faktor seperti (i) lifting migas, (ii) cost recovery, (iii) penghasilan
dan/atau beban usaha yang sifatnya one-off (misalnya investment credit), dan
(iv) perubahan tarif pajak penghasilan migas sebagai dampak dari perubahan
kontrak migas beberapa KKKS antara lain pada blok mahakam. Realisasi pendapatan
PPh Migas semester I tahun 2018 tercatat sebesar Rp30,1 triliun atau 78,8
persen dari targetnya dalam APBN tahun 2018. Realisasi tersebut hanya mengalami
kenaikan 9,0 persen dibandingkan realisasi pada periode yang sama tahun lalu.
Dalam
semester I tahun 2018, realisasi PPh nonmigas mencapai Rp329,3 triliun atau
mencapai 40,3 persen dari target APBN tahun 2018. Kebijakan pengampunan pajak
(tax amnesty) dan perbaikan basis data Wajib Pajak membawa dampak positif
terhadap peningkatan PPh Nonmigas. Jumlah Wajib Pajak tercatat meningkat 10 persen
setelah program pengampunan pajak berakhir, dimana peningkatan Wajib Pajak terbesar
terdapat pada Wajib Pajak Orang Pribadi Non Karyawan. Perkembangan jumlah wajib
pajak tahun 2012-2017 dapat dilihat pada Tabel 2.2.2.
Perbaikan
dalam basis pajak ini mampu mendorong peningkatan penerimaan PPh Nonmigas
terutama Pendapatan PPh Pasal 25/29 Orang Pribadi, sehingga realisasi
pendapatan PPh Pasal 25/29 Orang Pribadi pada semester I tahun 2018 meningkat sebesar
20,1 persen dari tahun sebelumnya. Sampai dengan batas akhir pelaporan SPT bagi
Wajib Pajak Orang Pribadi pada akhir Maret 2018, jumlah SPT Tahunan Pajak
Penghasilan yang disampaikan telah mencapai 10,59 juta SPT atau tumbuh 14,01
persen. Pertumbuhan penyampaian SPT tertinggi dicatatkan oleh Wajib Pajak Orang
Pribadi Non Karyawan yang tumbuh hingga 30,5 persen (year-on-year terhadap periode yang sama tahun 2017). Hal tersebut
mengindikasikan adanya peningkatan tax compliance dan kesadaran Wajib Pajak Orang
Pribadi untuk berkontribusi dan berpartisipasi aktif dalam pembangunan
nasional.
Sementara
itu, pendapatan PPh Badan menunjukkan peningkatan seiring dengan meningkatnya
kinerja korporasi dan aktivitas dunia usaha. Pendapatan PPh Badan dalam
semester I tahun 2018 mencapai Rp118,7 triliun atau tumbuh 23,3 persen dari
periode yang sama tahun 2017. Hal ini didorong oleh kebijakan pemerintah untuk
memperbaiki iklim usaha dan meningkatkan investasi, sehingga mampu menjaga peningkatan
pendapatan PPh Badan pada semester I tahun 2018. Peningkatan kepatuhan juga
tercermin dari tumbuhnya SPT Tahunan Wajib Pajak Badan yang dilaporkan sampai dengan
tanggal 30 April 2018 sebesar 11,23 persen, yakni sebanyak 665 ribu SPT.
Kebijakan pemerintah untuk memperbaiki iklim usaha dan meningkatkan investasi
diharapkan mampu menjaga peningkatan pendapatan PPh Badan pada semester II tahun
2018.
Peningkatan
konsumsi domestik dan impor barang sepanjang tahun 2018 berdampak positif
terhadap capaian realisasi pendapatan PPN semester I tahun 2018. Pendapatan PPN
dan PPn BM semester I tahun 2018 tumbuh 13,6 persen mencapai sebesar Rp218,1
triliun atau 40,1 persen dari targetnya dalam APBN tahun 2018. Realisasi
tersebut lebih tinggi dari rata-rata realisasi PPN dan PPnBM dalam tiga tahun terakhir
sebesar 8,0 persen. Hal ini mengindikasikan terjaganya daya beli masyarakat dan
menunjukkan peningkatan volume perekonomian nasional.
Pendapatan
PPN Dalam Negeri dan PPN Impor berkontribusi terbesar dalam total pendapatan
PPN dan PPn BM masing-masing sebesar 58,3 persen dan 38,4 persen. Tingkat konsumsi
domestik sepanjang semester I tahun 2018 mampu tumbuh 4,9 persen (triwulan I
2018), salah satunya ditopang dari kegiatan hari besar keagamaan Idul Fitri.
Selain itu, pertumbuhan proyek infrastruktur serta geliat sektor manufaktur
menjadi faktor pendorong impor barang modal dan bahan baku penolong.
Kinerja
kepabeanan dan cukai dalam semester I tahun 2018 mencatatkan pertumbuhan
tertinggi dalam tiga tahun terakhir yaitu 16,7 persen. Penerimaan kepabeanan
dan cukai dalam semester I tahun 2018 mencapai Rp71,9 triliun atau 37,1 persen
dari targetnya dalam APBN tahun 2018. Pertumbuhan positif tersebut terdapat pada
semua komponen baik penerimaan cukai, bea masuk, maupun bea keluar yang didukung
oleh beberapa faktor seperti kebijakan tarif yang efektif, membaiknya ekspor impor,
serta peningkatan harga komoditas internasional. Peningkatan perdagangan internasional
dan berbagai perbaikan kebijakan kepabeanan dan cukai (seperti penertiban impor
berisiko tinggi/PIBT, dan penertiban cukai) juga turut berkontribusi pada
capaian tersebut.
Kebijakan
cukai yang tepat dan efektif mampu meningkatkan pendapatan cukai tertinggi
dalam tiga tahun terakhir. Capaian pendapatan cukai pada semester I tahun 2018
mencapai Rp50,9 triliun atau tumbuh 15,0 persen dibandingkan periode yang sama
tahun lalu. Capaian pendapatan cukai semester I tahun 2018 merupakan yang tertinggi
dalam tiga tahun terakhir. Beberapa kebijakan lain yang mendasari capaian
kinerja pendapatan cukai antara lain kebijakan pemberantasan cukai ilegal serta
peningkatan tariff cukai hasil tembakau (CHT) melalui PMK-146/PMK.010/2017 di
tahun 2018. Kebijakan peningkatan tarif cukai tersebut didasarkan atas upaya
untuk mengendalikan konsumsi rokok guna meningkatkan kesehatan masyarakat
dengan tetap memperhitungkan aspek penyerapan tenaga kerja pada industri rokok,
optimalisasi penerimaan cukai serta peredaran rokok ilegal.
Pertumbuhan
penerimaan bea masuk pada bulan Mei 2018 sebesar 13,0 persen, merupakan yang
tertinggi bila dibandingkan rata-rata penerimaan bea masuk pada periode yang
sama dalam 3 tahun terakhir yang hanya sebesar 5,4 persen. Penerimaan bea masuk
sepanjang semester 1 2018 telah mencapai Rp17,7 triliun atau 49,6 persen dari
target dalam APBN Tahun 2018. Realisasi penerimaan Bea Masuk tersebut lebih
tinggi dari periode yang sama tahun lalu sebesar Rp15,7 triliun atau 47,1
persen dari target dalam APBNP Tahun 2017.
Peningkatan
aktifitas impor yang berdampak pada tingginya nilai devisa impor, berdampak
positif pada penerimaan bea masuk. Sampai dengan Mei 2018, devisa impor
mencapai Rp77,3 triliun atau tumbuh 10,6 persen. Pertumbuhan impor tersebut terutama
didominasi oleh impor Bahan Baku/Barang Penolong dan Barang Modal yang tumbuh
masing-masing sebesar 9,6 persen dan 15,2 persen (yoy). Hal ini mengindikasikan
bergairahnya aktifitas produksi nasional baik untuk kepentingan pemenuhan
kebutuhan barang secara domestik maupun ekspor. Dari sisi sektor industri,
industri pengolahan berkontribusi terbesar pada devisa impor sebesar 88,0
persen dan sepanjang semester 1 mengalami pertumbuhan 9,0 persen. Efek Lebaran
turut memberikan pengaruh positif terhadap kinerja impor melalui peningkatan
impor barang konsumsi yang diperlukan oleh masyarakat guna persiapan Ramadhan
dan Lebaran.
Perdagangan
global yang mulai pulih dengan ditandai membaiknya harga komoditas di pasaran
dunia, berpengaruh positif terhadap penerimaan bea keluar. Ekspor mengalami
peningkatan sebesar 9,7 persen atau mencapai US$74,9 miliar. Ekspor komoditas
mineral yang tumbuh signifikan sebesar 156,3 persen menjadi contributor utama
penerimaan bea keluar yang hingga Mei 2018 mencapai sebesar Rp2,8 triliun atau 92,4
persen dari target APBN 2018. Pertumbuhan ekspor komoditas minerba tersebut tidak
terlepas dari pengaruh tren membaiknya harga komoditas di pasar internasional
dan meningkatnya permintaan di negara-negara tujuan utama.
Meningkatnya
nilai ekspor dan impor berdampak positif terhadap meningkatnya pendapatan pajak
perdagangan internasional. Sampai dengan kuartal I tahun 2018, nilai ekspor
nonmigas Indonesia mengalami kenaikan sebesar 8,8 persen dibandingkan periode
yang sama tahun lalu. Kenaikan tersebut terutama berasal dari ekspor industri
pengolahan dan ekspor hasil tambang. Sementara itu, nilai impor Indonesia
mengalami kenaikan sebesar 9,1 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu,
terutama berasal jenis impor golongan mesin dan impor golongan besi dan baja.
Walaupun
secara keseluruhan neraca perdagangan bulan Mei 2018 mengalami deficit sebesar
US$2,8 miliar (sedangkan pada periode yang sama tahun 2017 yang mengalami surplus
sebesar US$6,0 miliar), berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), deficit neraca
perdagangan yang terjadi sepanjang Januari sampai dengan Mei 2018, berasal dari
tingginya impor sektor non migas terutama jenis mesin dan alat angkutan yang
dinilai memiliki korelasi positif terhadap kinerja produksi ke depan. Di sisi
lain, Pemerintah juga menerapkan kebijakan impor yang terukur antara lain
melalui pemberlakuan kebijakan penertiban impor berisiko tinggi untuk menjaga
iklim perdagangan yang sehat di dalam negeri.
Melalui
berbagai kebijakan dan upaya ekstra dalam rangka optimalisasi pendapatan negara,
serta terjaganya pertumbuhan ekonomi dan aktivitas perdagangan yang terus meningkat,
maka realisasi penerimaan perpajakan semester I tahun 2018 dapat lebih baik
dibandingkan penerimaannya dalam semester I tahun 2017.
2. Realisasi Penerimaan
Negara Bukan Pajak [PNBP]
Kenaikan
PNBP berkontribusi besar dalam mendorong peningkatan pendapatan negara. Sampai
dengan semester I tahun 2018, realisasi PNBP mampu mencapai Rp176,8 triliun
atau 64,2 persen dari APBNnya. Nilai tersebut lebih tinggi 21,0 persen
dibandingkan dengan realisasi periode yang sama tahun sebelumnya.
Tingginya
realisasi PNBP SDA migas berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan positif
PNBP semester I tahun 2018. Sampai dengan semester I tahun 2018, PNBP SDA migas
mencapai Rp58,8 triliun atau sebesar 73,1 persen dari APBN 2018. PNBP SDA migas
mampu tumbuh sebesar 47,9 persen dari periode yang sama di tahun sebelumnya.
Tren kenaikan harga minyak Indonesia (ICP) sebagaimana kenaikan harga minyak
mentah dunia yang dipicu oleh faktor fundamental seperti tingginya permintaan minyak
mentah global, pembatasan produksi oleh negara-negara OPEC dan negara nonOPEC serta
tren membaiknya perekonomian dunia, menjadi faktor pendorong tingginya capaian
realisasi PNBP SDA migas sepanjang semester I Tahun 2018. Harga rata-rata minyak
mentah indonesia (ICP) pada semester I tahun 2018 mencapai US$66,6 per barel lebih
tinggi dari harga rata-rata sebesar US$48,9 per barel di semester I tahun 2017.
Di
sisi lain, tren kenaikan harga komoditas batubara mendorong meningkatnya realisasi
PNBP SDA Nonmigas. Harga Batubara Acuan (HBA) rata-rata hingga semester I 2018
mencapai US$96,5 per ton atau lebih tinggi dari US$81,0 per ton pada semester I
tahun 2017. Meningkatnya HBA berpengaruh besar terhadap PNBP SDA nonmigas, sehingga
realisasinya tercatat mencapai Rp16,4 triliun atau sebesar 70,1 persen dari
APBN 2018. Capaian realisasi tersebut lebih tinggi 29,1 persen bila
dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
Realisasi
pendapatan dari kekayaan negara dipisahkan semester I tahun 2018 mencapai
Rp35,5 triliun atau 79,5 persen terhadap APBN 2018. Realisasi pendapatan dari
kekayaan negara dipisahkan terdiri dari pendapatan yang bersumber dari sektor
perbankan mencapai Rp16,3 triliun dan non perbankan mencapai Rp19,3 triliun. Peningkatan
realisasi pendapatan dari kekayaan negara dipisahkan tersebut disebabkan adanya
BUMN yang telah melaksanakan rapat umum pemegang saham (RUPS) dan menyetorkan
dividen tahun buku 2017 bagian Pemerintah, serta pembayaran piutang dividen
tahun buku sebelum 2017 oleh beberapa BUMN.
Realisasi
PNBP Lainnya pada semester I tahun 2018 mencapai sebesar Rp45,5 triliun atau
54,3 persen dari target dalam APBN tahun 2018. Realisasi tersebut mengalami
peningkatan sebesar 8,5 persen jika dibandingkan dengan pencapaian periode yang
sama tahun sebelumnya. Naiknya pertumbuhan realisasi tersebut terutama disebabkan
adanya pembayaran biaya hak penggunaan izin stasiun radio pada Kementerian Komunikasi
dan Informatika, serta adanya peningkatan volume layanan atas jasa pada Kementerian
Negara/Lembaga antara lain jasa kepolisian (penerbitan BPKB dan STNK), jasa
kepelabuhan dan jasa pertanahan (access reform).
Sementara
itu, Pendapatan BLU pada semester ini mencapai sebesar Rp20,7 triliun atau 47,9
persen dari target dalam APBN tahun 2018. Realisasi tersebut meningkat sebesar
1,7 persen bila dibandingkan pada periode yang sama tahun sebelumnya. Capaian
positif pendapatan BLU ini terutama dipengaruhi oleh peningkatan kapasitas dan kualitas
layanan BLU dan peningkatan pengelolaan aset BLU, serta adanya peralihan status
25 satuan kerja menjadi satker BLU pada Kepolisian Republik Indonesia,
Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Kementerian Energi dan
Sember Daya Mineral dan Kementerian Perhubungan
3. Realisasi
Penerimaan Hibah
Realisasi
penerimaan hibah dalam periode Januari hingga semester I tahun 2018 tercatat
sebesar Rp3,1 triliun atau 260,7 persen dari target dalam APBN tahun 2018.
Penerimaan tersebut naik 1.363,8 persen, jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan
realisasinya pada periode yang sama tahun 2017 sebesar Rp0,2 triliun. Realisasi
penerimaan hibah dalam semester I tahun 2018 yang meningkat tersebut
dipengaruhi meningkatnya pencairan beberapa program hibah yang lebih besar di
awal tahun antara lain pada beberapa program hibah yang disalurkan melalui
Kementerian Negara/ Lembaga. Realisasi hibah dalam semester I tahun 2018
tersebut antara lain terdiri atas:
(1)
Hibah Australia-Indonesia untuk pembangunan sanitasi;
(2)
Hibah Air Minum-Australia; dan
(3)
Biodiversity Conservation and Climate Protection in The Gunung Lauser
Ecosystem.
DOWNLOAD : Laporan
Pemerintah Tentang Pelaksanaan APBN Semester I T.A. 2018.
No comments:
Post a Comment
Saran-Kritik-Komentar Anda sangat bermanfaat.
Terima Kasih Telah Bergabung.