Di tahun 2018,
melihat indikasi pulihnya perekonomian global tahun 2017 yang ditandai oleh
peningkatan pertumbuhan di lebih dari separuh ekonomi dunia, peningkatan
aktivitas perdagangan, dan kenaikan harga komoditas, diperkirakan secara umum
perkembangan positif masih akan dinikmati perekonomian global, meskipun pada
tingkat akselerasi yang melambat. Pertumbuhan ekonomi global diperkirakan akan
berada pada tingkat 3,9 persen, meningkat dibandingkan pertumbuhan 2016 dan
2017 masing-masing 3,2 persen dan 3,7 persen.
Sejalan
dengan aktivitas perekonomian global yang terus memulih, perekonomian Indonesia
pada semester pertama tahun 2018 mampu melanjutkan tren penguatan pertumbuhan ekonomi.
Realisasi pertumbuhan ekonomi semester pertama tahun 2018 diperkirakan akan tumbuh
lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu, dengan kinerja
investasi sebagai motor penggerak utama. Peningkatan pertumbuhan ekonomi pada
semester pertama secara umum juga didukung dengan lingkungan makroekonomi
Indonesia yang stabil. Kondisi ini antara lain tercermin pada pergerakan
inflasi Indeks Harga Konsumen sepanjang semester pertama tahun 2018 yang rendah
dan terkendali, permintaan SBN yang masih cukup besar serta persepsi positif
berbagai lembaga internasional.
Sementara
itu, dampak kebijakan fiskal dan moneter Amerika Serikat, serta sentiment penerapan
proteksionisme, menyebabkan mata uang negara-negara di dunia mengalami depresiasi
terhadap dolar Amerika Serikat, termasuk nilai tukar rupiah. Namun demikian, volatilitas
nilai tukar rupiah tetap terkendali meskipun mengalami depresiasi. Pemerintah,
bersama
dengan Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan, terus memperkuat koordinasi
dalam
menjalankan bauran kebijakan dengan memprioritaskan stabilitas ekonomi makro jangka
pendek namun tetap mendorong pertumbuhan jangka menengah.
Indikator
asumsi dasar ekonomi makro yang bergerak cukup signifikan dari asumsi yang
ditetapkan dalam APBN tahun 2018 adalah harga minyak mentah Indonesia (ICP). Sejalan
dengan tren pergerakan harga minyak dunia yang masih berlanjut sampai dengan pertengahan
tahun 2018, realisasi harga minyak mentah Indonesia sepanjang semester pertama
sudah mencapai kisaran harga US$ 67 per barel atau melampaui asumsi APBN tahun
2018. Di sisi lain, realisasi lifting minyak dan gas bumi diperkirakan
mengalami tantangan di sepanjang tahun 2018 untuk dapat mencapai target yang
ditetapkan dalam APBN tahun 2018. Melihat pada kondisi terkini dan prospek
ekonomi ke depan, Pemerintah tetap optimis perekonomian Indonesia masih akan
terus melanjutkan perbaikan didukung dengan stabilitas ekonomi makro yang
terjaga baik dan kondisi fiskal yang tetap sehat.
1. Pertumbuhan Ekonomi
Kinerja
perekonomian Indonesia pada triwulan I tahun 2018 tumbuh 5,1 persen, atau lebih
tinggi dibanding kinerja pada triwulan I tahun 2017 sebesar 5,0 persen. Sementara
itu, kinerja konsumsi Pemerintah tumbuh stabil sebesar 2,7 persen sebagaimana
tahun sebelumnya.
Pembentukan
Modal Tetap Bruto (PMTB) atau investasi mencatat pertumbuhan tertinggi sejak
triwulan IV tahun 2012, yaitu sebesar 7,9 persen.
Dari sisi
perdagangan internasional, impor mencatat pertumbuhan double digit sebesar 12,7
persen, jauh di atas kinerja ekspor yang hanya tumbuh 6,2 persen.
Dari sisi
produksi, seluruh sektor mampu tumbuh positif pada triwulan I tahun 2018.
Kinerja pertumbuhan ditopang oleh sektor-sektor kunci seperti industri
pengolahan, perdagangan, konstruksi serta jasa-jasa.
Kinerja
pertumbuhan pada triwulan I ini tetap mengindikasikan bahwa momentum
peningkatan pertumbuhan terus berlanjut. Kinerja ekonomi Indonesia pada periode
ini terutama didorong oleh pertumbuhan investasi yang mencatat pertumbuhan
tertinggi dalam lima tahun terakhir. Di samping itu, kinerja pertumbuhan double
digit impor yang ditopang oleh kenaikan impor barang modal mengindikasikan
peningkatan gairah aktivitas investasi dan perdagangan di Indonesia.
Peningkatan investasi dan impor barang modal pada periode ini diyakini akan
menjadi kunci peningkatan kapasitas produksi dan aktivitas ekonomi di masa yang
akan datang.
Dari sisi
pengeluaran, stabilitas kinerja konsumsi masyarakat dan peningkatan investasi
menopang kinerja perekonomian nasional. Konsumsi masyarakat yang terdiri atas
rumah tangga dan lembaga nonprofit rumah tangga (LNPRT) tumbuh relatif stabil
sebesar 5,0 persen, didukung oleh tingkat inflasi yang terjaga dan pelaksanaan
bantuan sosial yang lebih tepat waktu. Hal ini tercermin pada beberapa komponen
konsumsi pokok yang kembali menunjukkan tren peningkatan setelah sempat
melambat dalam beberapa periode terakhir, seperti konsumsi kebutuhan pakaian dan
perlengkapan rumah tangga. Di samping itu, belanja masyarakat yang terkait
dengan persiapan pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2018 di
beberapa daerah pemilihan besar memberikan dorongan tambahan terhadap konsumsi
masyarakat.
Kinerja impor
yang tinggi dipengaruhi oleh peningkatan permintaan domestic terhadap barang
input produksi serta tingginya pertumbuhan impor barang modal seperti mesin,
kendaraan, dan peralatan lainnya. Sementara itu, pertumbuhan ekspor masih tumbuh
positif meskipun tidak secepat laju pertumbuhan impor. Hal ini ditopang oleh peningkatan
ekspor beberapa komoditas dan produk industri ke negara mitra dagang utama.
Sektor industry
pengolahan (manufaktur) tumbuh sebesar 4,5 persen, atau lebih tinggi dibanding
periode yang sama tahun 2017 sebesar 4,3 persen. Kinerja positif tersebut
terutama ditopang oleh peningkatan produksi pada kelompok industri makanan dan
minuman, produk tekstil, serta produk kulit dan alas kaki seiring dengan
peningkatan permintaan baik untuk ekspor maupun kebutuhan persiapan bulan
Ramadan dan Hari Raya Idulfitri. Industri mesin dan perlengkapan juga mencatat
pertumbuhan yang tinggi sejalan dengan kinerja komponen investasi mesin dan
perlengkapan. Namun demikian, terdapat pula beberapa kelompok industri yang
mengalami penurunan kinerja seperti industri pengolahan tembakau, produk kertas,
barang logam dan elektronik, serta industri kimia dan farmasi.
2. Laju Inflasi
Sepanjang
semester I tahun 2018, laju inflasi mencapai 1,90 persen (ytd) atau 3,12 persen
(yoy) relatif masih berada pada level yang terkendali sesuai dengan target
inflasi tahun 2018. Berbeda dengan tahun sebelumnya yang lebih dipengaruhi oleh
komponen administered price, komponen volatile food merupakan faktor yang
mempengaruhi inflasi di paruh pertama tahun 2018.
Sementara
itu, laju inflasi komponen administered price masih dapat dijaga pada tingkat
yang lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya.
Kenaikan
harga komponen volatile food terutama terjadi pada bulan Januari tahun 2018
yang mencapai 2,58 persen (ytd) seiring dengan kenaikan harga bahan pangan,
terutama beras, yang disebabkan terbatasnya pasokan.
Rendahnya
laju inflasi komponen administered price tersebut terutama dipengaruhi oleh
kebijakan Pemerintah dalam menjaga harga energi domestik, terutama tarif bahan
bakar dan listrik. Sampai dengan bulan Juni, komponen administered price
mengalami inflasi sebesar 2,03 persen (ytd) atau 2,88 persen (yoy) lebih rendah
dibandingkan semester I tahun sebelumnya yang mengalami inflasi mencapai 10,64
persen (yoy). Sementara itu, laju inflasi komponen inti (core inflation)
relatif lebih rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Sampai dengan Juni
tahun 2018, inflasi yang berasal dari core inflation mencapai 1,37 persen (ytd)
atau 2,72 persen (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan periode tahun
sebelumnya yang mencapai 3,13 persen (yoy).
3. Nilai Tukar Rupiah
Nilai tukar
rupiah terhadap dolar AS pada semester I tahun 2018 bergerak fluktuatif dengan
kecenderungan mengalami depresiasi yang dipengaruhi terutama oleh faktor
eksternal. Peningkatan risiko akibat ketidakpastian yang terjadi pada pasar
keuangan dunia menjadi faktor utama yang memengaruhi pelemahan nilai tukar
rupiah terhadap dolar AS.
Setelah
sempat mengalami penguatan pada bulan Januari tahun 2018 dengan rata-rata
sebesar Rp13.380 per dolar AS akibat pengaruh kondisi politik di AS dengan
tidak disetujuinya anggaran Pemerintah oleh senat AS, nilai tukar rupiah
mengalami tren pelemahan pada bulan-bulan berikutnya hingga mencapai Rp14.404
per dolar AS pada akhir Juni 2018 yang merupakan angka tertinggi sejak akhir
tahun 2015. Penguatan nilai dolar AS tidak hanya terjadi terhadap nilai tukar
rupiah, tetapi juga terjadi secara meluas (broad based) terhadap hampir semua
nilai tukar mata uang negara lain di dunia.
Dari sisi
domestik, pelemahan nilai tukar rupiah dipengaruhi antara lain oleh
meningkatnya kebutuhan pembiayaan impor yang mengalami peningkatan cukup besar
pada pertengahan pertama tahun 2018, yang sampai dengan bulan April telah naik
lebih dari 20 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya,
serta untuk keperluan pembayaran utang luar negeri yang jatuh tempo. Berbagai
faktor di atas, menyebabkan nilai tukar rupiah terus mengalami pelemahan, sehingga
sampai dengan semester I rata-rata nilai tukar rupiah terhadap dolar AS
mencapai Rp 13.746.
4. Suku Bunga SPN 3 Bulan
Lelang SPN 3
bulan sepanjang semester I tahun 2018 masih mendapatkan minat yang besar dari
investor. Pada lelang pertama di awal tahun tingkat suku bunga SPN 3 bulan
mencapai 4,19 persen, namun pada lelang kedua dan ketiga tingkat suku bunga
yang dimenangkan sedikit menurun masingmasing menjadi sebesar 4,02 persen dan
3,95 persen. Seiring dengan maraknya aksi jual investor asing, tingkat suku
bunga SPN 3 bulan mengalami peningkatan pada bulan Februari dan Maret 2018
dengan tingkat suku bunga rata-rata mencapai 4,08 persen dan 4,17 persen. Pada
triwulan II tahun 2018, tingkat suku bunga SPN 3 bulan kembali menunjukkan tren
peningkatan. Hasil lelang pada bulan April 2018 mencatatkan tingkat suku bunga
SPN 3 bulan sebesar 4,19 persen.
5. Harga Minyak Mentah Indonesia
Sejak awal
tahun 2018 harga minyak mentah tercatat lebih tinggi dibandingkan tahun 2017. Harga
minyak mentah melanjutkan tren peningkatan yang telah dimulai di pertengahan
tahun 2017 dan mencapai titik tertingginya sejak Desember 2014.
Harga minyak
mentah utama dunia, West Texas Intermediate (WTI) dan Brent hingga semester I
tahun 2018 tercatat masing-masing sebesar US$68,3 per barel dan US$70,8 per
barel. Sejalan dengan tren peningkatan harga minyak mentah dunia, harga minyak
mentah Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP) juga tercatat meningkat.
Rata-rata
ICP semester I tahun 2018 mencapai US$66,6 per barel, lebih tinggi dibandingkan
dengan ratarata ICP pada periode yang sama tahun sebelumnya sebesar US$48,9 per
barel.
6. Lifting Minyak dan Gas Bumi
Realisasi
lifting minyak bumi Januari hingga Mei 2018 mencapai rata-rata sebesar 758 ribu
barel per hari (rbph). Sementara itu, realisasi lifting gas bumi hingga Mei
2018 rata-rata sebesar 1.146 ribu barel setara minyak per hari (rbsmph).
Kondisi ini menunjukkan perbaikan jika dibandingkan dengan capaian lifting pada
semester I tahun 2017 yang mencapai 1.130 rbsmph.
Dengan
mengasumsikan kondisi tersebut tetap sepanjang semester I tahun 2018, lifting
minyak mentah dimaksud masih lebih rendah dibandingkan capaian periode yang
sama tahun sebelumnya yang mencapai 801 rbph. Kondisi penurunan alamiah
sumur-sumur migas yang ada menjadi factor utama capaian kinerja dimaksud.
Selain itu,
berbagai kendala teknis di fasilitas tangki penampungan Blok Cepu dan Jabung,
serta peningkatan kandungan air di Blok Offshore North West Java (ONWJ) juga
berdampak pada kurang optimalnya tingkat produksi dan lifting minyak di
semester I tahun 2018
SUMBER :
www.anggaran.depkeu.go.id
No comments:
Post a Comment
Saran-Kritik-Komentar Anda sangat bermanfaat.
Terima Kasih Telah Bergabung.