KULIAH PUBLIK: Pembangunan Infrastruktur Dipastikan Menopang Perekonomian Warga Miskin

SOSIAL MEDIA

PIKIRKAN YANG BAIK ~ o ~ LAKUKAN YANG TERBAIK ~ o ~ Ini Kuliah MetodeCHAT ~ o ~ Cepat_Hemat_Akrab_Terpadu ~ o ~ Silahkan Membaca dan Berkomentar

Ketahui Bagaimana Kondisi Ekonomi dan Bisnis Anda Terkini

  Baru-baru ini, pemerintah telah mulai melonggarkan mobilitas seiring menurunnya kasus covid-19. Sementara pada Juli hingga awal Agustus ek...

Wednesday, July 25, 2018

Pembangunan Infrastruktur Dipastikan Menopang Perekonomian Warga Miskin


Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data kemiskinan dan ketimpangan teranyar. Per Maret 2017 jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 27,7 juta bertambah 6.900 orang dibandingkan dengan September 2016 yang sebesar 27,76 juta. Angka kemiskinan bertambah, dan tingkat ketimpangan (gini ratio) bergerak stagnan. Angka kemiskinan di Indonesia tersebut diukur dalam gini ratio per Maret 2017 sebesar 0,393, relatif stagnan dibandingkan gini ratio pada September 2016 yang mencapai 0,394 atau turun tipis 0,001 poin.

Kepala BPS Suhariyanto,(ANTARA, Senin, 17/7/2017) mengatakan persentase penduduk miskin di Indonesia per Maret 2017 mencapai 10,64 persen, turun tipis dibandingkan September 2016, yaitu 10,7 persen. Namun, secara nilai, jumlahnya justru meningkat menjadi 27,77 juta orang ketimbang 27,76 juta. Masih ada disparitas tinggi antara desa dan kota. Di kota 7,72 persen, tetapi di desa 13,93 persen, hampir dua kali lipat. Ini menunjukkan persoalan kemiskinan itu ada di pedesaan. Penurunan persentase penduduk miskin relatif lebih lambat dibandingkan periode-periode sebelumnya, sebagaimana dilansir Badan Pusat Statistik (BPS).

Persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada September 2016 sebesar 7,73 persen atau turun menjadi 7,72 persen pada Maret 2017. Sedangkan persentase penduduk miskin di daerah perdesaan pada September 2016 sebesar 13,96 persen, turun menjadi 13,93 persen pada Maret 2017.

Selama periode September 2016 - Maret 2017, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan naik sebanyak 188,19 ribu orang (dari 10,49 juta orang pada September 2016 menjadi 10,67 juta orang pada Maret 2017). Sementara, di daerah perdesaan turun sebanyak 181,29 ribu orang, yakni dari 17,28 juta orang pada September 2016 menjadi 17,10 juta orang pada Maret 2017.

Sumbangan Garis Kemiskinan Makanan terhadap garis kemiskinan pada Maret 2017 tercatat sebesar 73,31 persen. Kondisi ini tidak jauh berbeda dengan kondisi September 2016, yaitu sebesar 73,19 persen. Peranan komoditi makanan terhadap Garis Kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan).

Jenis komoditi makanan yang berpengaruh besar terhadap nilai garis kemiskinan di perkotaan maupun di pedesaan, yaitu beras, rokok kretek filter, telur ayam ras, daging ayam ras, mie instan, gula pasir, kopi bubuk dan kopi instan (sachet), dan bawang merah. Untuk komoditi bukan makanan yang besar pengaruhnya adalah biaya perumahan, listrik, bensin, pendidikan, angkutan, kesehatan, dan perlengkapan mandi.

Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kebutuhan dasar. Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan akanan yang diukur menurut garis kemiskinan (makanan dan bukan makanan). 
Garis kemiskinan makanan adalah nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan atau setara 2.100 kalori per kapita per hari. Garis kemiskinan bukan makanan adalah nilai minimum pengeluaran untuk perumahan, sandang, pendidikan, kesehatan, dan kebutuhan pokok non makanan lainnya.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution di kantornya, (Senin,17/7/2017) mengakui pemerintah semakin sulit menurunkan angka kemiskinan di Indonesia. Target pemerintah untuk menekan angka kemiskinan di bawah 10 persen pun menurutnya bukan perkara mudah mengingat jumlah penduduk miskin saat ini tumbuh berkali-kali lipat jika dibandingkan beberapa tahun lalu. Rancangan program pemerataan kesejahteraan pun menurutnya belum optimal untuk menekan angka kemiskinan, lantaran namun belum seluruhnya jalan sesuai dengan target yang telah ditetapkan sebelumnya. Memang makin lama makin susah itu menurunkannya karena orang miskinnya enggak seperti dulu kan. Satu itu kalau turun ke bawah 10 persen tuh sudah kita tidak mudah. Tapi ya memang kebijakan pemerataan harus bisa kita push. Upaya pemerintah dalam menambah utang hingga ribuan triliun pun belum begitu dirasa dalam menurunkan penduduk miskin lantaran utang tersebut difokuskan untuk membangun infrastruktur yang memiliki manfaat jangka panjang. 

Utang pemerintah itu banyak arahnya ke infrastruktur. Tergantung tahapnya kalau infrastruktur itu, kalau tahapnya baru pinjaman tapi belum ada pembangunan nggak akan menurunkan (kemiskinan). Ketika pembangunan sudah berjalan, maka dipastikan imbasnya akan mengarah kepada pengurangan angka kemiskinan di Indonesia. Sebab dengan ditopang infrastruktur maka perekonomian akan bergerak.  Biasanya pengaruhnya lumayan bagus. Karena orang yang bekerja di waktu pembangunan, itu umumnya yang bekerja adalah yang menengah ke bawah

Sumber :

No comments:

Post a Comment

Saran-Kritik-Komentar Anda sangat bermanfaat.
Terima Kasih Telah Bergabung.