KULIAH PUBLIK: Rupiah Tertekan, Impor Dipangkas Dengan Ketat Sampai Blokir Importir

SOSIAL MEDIA

PIKIRKAN YANG BAIK ~ o ~ LAKUKAN YANG TERBAIK ~ o ~ Ini Kuliah MetodeCHAT ~ o ~ Cepat_Hemat_Akrab_Terpadu ~ o ~ Silahkan Membaca dan Berkomentar

Ketahui Bagaimana Kondisi Ekonomi dan Bisnis Anda Terkini

  Baru-baru ini, pemerintah telah mulai melonggarkan mobilitas seiring menurunnya kasus covid-19. Sementara pada Juli hingga awal Agustus ek...

Wednesday, July 25, 2018

Rupiah Tertekan, Impor Dipangkas Dengan Ketat Sampai Blokir Importir

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), sepanjang paruh pertama 2018, neraca perdagangan Indonesia defisit US$1,02 miliar. Defisit terjadi karena secara kumulatif ekspor hanya sebesar US$88,02 miliar sedangkan impor paruh pertama tahun ini mencapai US$89,04 miliar. Sebagai upaya memperketat pengawasan impor, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai akan berkoordinasi dengan  Kementerian/ Lembaga terkait. Di sektor minyak dan gas (migas), misalnya, pengawasan bisa dilakukan mulai dari evaluasi Rencana Impor Barang (RIB) suatu proyek. Jika barang tidak tercantum dalam RIB, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tidak bisa mengizinkan impor barang tersebut untuk masuk. Supaya tidak ada lagi barang yang seharusnya tidak diimpor masuk dan tahu-tahu sudah masuk ke industri.

Jika kebijakan itu diimplementasikan impor Indonesia bisa terpangkas sekitar US$20 miliar atau sekitar Rp290 triliun per tahun (asumsi kurs Rp14.500 per dolar AS). Langkah itu juga sejalan dengan upaya pemerintah untuk mengurangi tekanan terhadap nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang telah menembus Rp14.500 ribu per dolar AS. Salah satu industri yang menjadi perhatian pemerintah adalah industri migas, khususnya sektor hulu, yang banyak mengimpor pipa.

Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo usai menghadiri rapat koordinasi di kantor Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, (Selasa, 24/7/2018) mengatakan Pemerintah bakal memperketat pengawasan impor bahan baku atau barang modal yang bisa diproduksi di dalam negeri guna memperbaiki neraca perdagangan Indonesia yang tengah mengalami defisit. Kalau diputuskan barang bisa diproduksi di dalam negeri, barang tidak bisa masuk. Kriteria barang yang bisa diimpor ada tiga, yaitu barang tidak tersedia di dalam negeri, barang ada tapi kuantitas tidak mencukupi, dan/atau barang ada tetapi tidak memenuhi spesifikasi yang dibutuhkan.

Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar mengungkapkan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) industri migas dari tahun ke tahun terus meningkat. Pada 2016, rata-rata penggunaan TKDN industri migas sebesar 55 persen. Selang setahun, rata-rata TKDN naik jadi 58 persen. Tahun ini, TKDN industri migas sekitar 64 persen. Industri migas merupakan industri yang sangat terikat oleh peraturan. Bisa jadi, spesifikasi pipa yang diimpor memang belum bisa dipenuhi oleh industri dalam negeri. Kalau spesifikasinya tidak masuk susah. Keselamatan adalah nomor satu.

Sebelumnya, jika ingin mendatangkan barang dari luar negeri, kepala badan internasional harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada menteri melalui Direktur Jenderal atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk ,setelah mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari Menteri Sekretaris Negara. Namun dengan terbitnya dua peraturan PMK bernomor 148 dan 149 tahun 2015 proses tersebut dihilangkan. Peraturan PMK bernomor 148 tahun 2015 yang mengatur pembebasan bea masuk atas impor barang untuk keperluan badan internasional beserta perjabatnya yang bertugas di Indonesia. PMK nomor 149 tahun 2015 yang mengatur pembebasan bea masuk dan cukai atas impor barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia. Peraturan itu sebagai aturan administrasi bea masuk atas impor barang untuk keperluan badan internasional dan pejabat perwakilan negara asing yang bertugas di Indonesia.

Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, (Senin, 17/8/ 2015) menjelaskan, terbitnya dua peraturan tersebut merupakan harmonisasi dari Peraturan Menteri Keuangan Nomor 142/PMK.010/2015 tentang Barang Kena Pajak yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk. Itu menyesuaikan dengan kebijakan pajak sebelumnya, jadi satu kesatuan. Jadi harmonisasi antara kebijakan PPN dengan kebijakan kepabeanan. Secara historis, contohnya, pejabat yang ingin mendatangkan barang keperluan dinas selama ini harus mendapat legitimasi dari otoritas kepabeanan melalui surat atau formulir. Ke depan tidak ada lagi, tidak perlu lagi ke Bea Cukai karena dia tidak termasuk pembelian impor, sehingga mereka langsung berurusan dengan pajak dan di kepolisian. Tidak ada potensi kehilangan penerimaan negara dari penerapan aturan tersebut. Itu hanya untuk kemudahan-kemudahan secara administrasi saja.

Kemudian, pada bulan Juni 2017, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, surplus perdagangan Indonesia tercatat sebesar US$1,63 miliar. Surplus tersebut naik signifikan dibandingkan bulan sebelumnya yang masih mencapai US$470 juta. Neraca perdagangan pada bulan Juni, Indonesia mencatatkan ekspor sebesar US$11,64 miliar dan impor US$10,1 miliar. Dengan demikian, sepanjang semester I BPS mencatat surplus neraca perdagangan Indonesia mencapai US$7,63 miliar.

Kepala BPS Suhariyanto (Senin, 17/7/2017) mengatakan, surplus yang dicatatkan Indonesia pada semester I tahun ini merupakan yang tertinggi sejak tahun 2012. Yang tinggi dulu pernah terjadi di tahun 2012 US$15 miliar, setelah kita lacak capaian tahun ini yang tertinggi sejak tahun 2012. Tentu saja ini perkembangan yang menggembirakan.

Jika dirinci lebih jauh, maka surplus neraca perdagangan Juni tahun ini disebakan oleh penurunan nilai impor Indonesia yang mencapai US$10,01 miliar atau turun 27,26 persen dibanding Mei 2017, demikian pula apabila dibandingkan Juni 2016 turun 17,21 persen. Impor nonmigas Juni 2017 tercatat hanya mencapai US$8,40 miliar turun 29,88 persen dibanding Mei 2017, demikian juga bila dibanding Juni 2016 turun 18,65 persen. Untuk impor migas Juni 2017 mencapai US$1,61 miliar atau turun 9,79 persen dibanding Mei 2017 dan turun 8,80 persen jika dibanding Juni 2016. Penurunan impor migas ini dipicu oleh turunnya impor semua komponen mulai dari minyak mentah 7,20 persen, hasil minyak 11,23 persen dan gas hingga 8,7 persen.

Sedangkan peningkatan impor nonmigas terbesar Juni 2017 dibanding Mei 2017 hanya terjadi pada beberaoa jenis barang seperti golongan kapal laut dan bangunan terapung US$171,1 juta (295,51 persen), sedangkan penurunan terbesar adalah golongan mesin dan peralatan listrik US$559,1 juta (35,15 persen). Pangsa impor non migas impor kita berasal dari China, disusul oleh Jepang dan Thailand.

Sementara itu, nilai ekspor Indonesia Juni 2017 juga tercatat menurun hingga 18,82 persen dibanding Mei 2017 mencapai US$11,64 miliar. Demikian juga apabila dibandingkan dengan Juni 2016 menurun 11,82 persen.

Ekspor nonmigas Juni 2017 mencapai US$10,35 miliar, turun 20,66 persen dibanding Mei 2017, demikian juga dibanding ekspor Juni 2016 turun 13,85 persen. Secara kumulatif nilai ekspor Indonesia sepanjang Januari hingga Juni 2017 mencapai US$79,96 miliar atau meningkat 14,03 persen dibanding periode yang sama tahun 2016, sedangkan ekspor nonmigas mencapai US$72,36 miliar atau meningkat 13,73 persen.

Penurunan terbesar ekspor nonmigas Juni 2017 terhadap Mei 2017 terjadi pada lemak dan minyak hewani atau nabati sebesar US$308,2 juta (16,48 persen), sedangkan peningkatan terbesar terjadi pada bubur kayu/pulp sebesar US$32,6 juta (20,05 persen).

Menurut sektornya, ekspor nonmigas hasil industri pengolahan sepanjang tahun 2017 naik 10,05 persen dibanding periode yang sama tahun 2016, demikian juga ekspor hasil pertanian naik 23,44 persen dan ekspor hasil tambang dan lainnya naik 37,23 persen.

Ekspor nonmigas Juni 2017 terbesar adalah ke China yaitu US$1,35 miliar, disusul Amerika Serikat US$1,19 miliar dan Jepang US$1,01 miliar, dengan kontribusi ketiganya mencapai 34,35 persen. Sementara ekspor ke Uni Eropa (28 negara) sebesar US$1,19 miliar.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), realisasi impor Juni lalu sebesar US$10,01 miliar atau menurun sekitar 27,26 persen dibandingkan Mei 2017 dan turun sekitar 17,21 persen dari Juni 2016. Sedangkan, ekspor Juni sebesar US$11,64 miliar. Dengan begitu, Indonesia masih mencatatkan surplus mencapai US$1,63 miliar atau meningkat sekitar US$470 juta dari bulan sebelumnya.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), (Selasa, 18/7.2017) menilai penurunan nilai impor di Juni lalu sedikit banyak dipengaruhi oleh masa libur lebaran yang cukup panjang. Libur panjang membuat mesin produksi industri sempat terhenti dan membuat serapan bahan baku, modal, dan konsumsi dari impor sedikit menurun. Kendati begitu, kondisi neraca perdagangan secara keseluruhan, baik dari sisi ekspor maupun impor masih berada pada kondisi yang baik dan memberikan topangan yang besar bagi pertumbuhan ekonomi. Penyebabnya karena masalah lebaran yang cukup panjang. Tapi momentum pertumbuhan ini cukup positif. Dibandingkan tahun lalu, ekspor naik 14 persen dan impor naik 9 persen. Kalau dilihat dari komposisinya, momentum pertumbuhan ekonomi masih positif di semester itu dan akan dijaga di semester II.

Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, penurunan impor dipicu oleh semua komponen. Mulai dari minyak mentah 7,2 persen, hasil minyak 11,23 persen, dan gas hingga 8,7 persen.  Secara rinci, impor minyak dan gas bumi (migas) Juni 2017 mencapai US$1,61 miliar atau turun 9,79 persen dibanding Mei 2017 dan turun 8,8 persen jika dibanding Juni 2016. Sedangkan impor non-migas Juni 2017 tercatat hanya mencapai US$8,40 miliar turun 29,88 persen dibanding Mei 2017, demikian juga bila dibanding Juni 2016 turun 18,65 persen.

Sementara itu, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (DJBC Kemenkeu) telah melakukan pemblokiran izin terhadap 9.568 perusahaan yang tidak melakukan kegiatan impor selama 12 bulan. Kebijakan ini dilakukan sebagai bagian upaya penguatan reformasi kepabeaan dan cukai dalam memperbaiki pelayanan kepada publik dan penegakan hukum.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers di Gedung Djuanda I Kemenkeu, (Senin, 3/4/2017) mengatakan nama perusahaannya ada, cuma tidak melakukan kegiatan. Selain itu, DJBC juga telah mencabut izin 50 perusahaan penerima fasilitas Gudang Berikat serta 88 penerima fasiltas Kawasan Berikat karena dianggap tidak memenuhi ketentuan. Ini tujuannya untuk membersihkan yang buruk-buruk sehingga yang baik memang patut mendapatkan pelayanan yang baik. Bukan mau mengintimidasi.

Melalui upaya penertiban iniu, kepatuhan pengguna jasa diharapkan akan meningkatkan serta mengamankan fasilitas fiskal yang diberikan. Dengan demikian, ke depan, optimalisasi penerimaan DJBC dapat tercapai, tercipta perbaikan data statistik impor (devisa) dan perbaikan waktu layanan

SUMBER :

No comments:

Post a Comment

Saran-Kritik-Komentar Anda sangat bermanfaat.
Terima Kasih Telah Bergabung.