KULIAH PUBLIK: Publik

SOSIAL MEDIA

PIKIRKAN YANG BAIK ~ o ~ LAKUKAN YANG TERBAIK ~ o ~ Ini Kuliah MetodeCHAT ~ o ~ Cepat_Hemat_Akrab_Terpadu ~ o ~ Silahkan Membaca dan Berkomentar

Ketahui Bagaimana Kondisi Ekonomi dan Bisnis Anda Terkini

  Baru-baru ini, pemerintah telah mulai melonggarkan mobilitas seiring menurunnya kasus covid-19. Sementara pada Juli hingga awal Agustus ek...

Showing posts with label Publik. Show all posts
Showing posts with label Publik. Show all posts

Thursday, May 27, 2021

Kebijakan Pemerintah Mengembangkan Industri Furnitur Dan Woodworking


 Instrumen-instrumen kebijakan pemerintah.

 

Dalam rangka mengembangkan industri furnitur dan woodworking antara lain, fasilitasi pusat logistik bahan baku, program revitalisasi mesin atau peralatan, fasilitasi politeknik furnitur, program pengembangan desain furnitur.

Lalu, insentif tax holiday, tax allowance, super deduction tax untuk reseach and development (R&D) dan vokasi, penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) dan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI), serta Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN).

"Selanjutnya, ketersediaan bahan baku yang melimpah sebagai comparative advantage, serta didukung dengan kemudahan iklim berusaha Pemerintah melalui UU 11/2020 tentang Cipta Kerja diharapkan juga dapat mewujudkan industri yang menghasilkan nilai tambah tinggi, berdaya saing global, dan berwawasan lingkungan," tukasnya.

 

 

Perluasan Investasi Pabrik Pintu Kayu dengan Tingkatkan Produksi

 

Selasa (25/5/2021) Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita meresmikan perluasan investasi PT. Woodone Integra Indonesia senilai Rp255,8 miliar di Sidoarjo, Jawa Timur. Investasi ini dilakukan untuk pengembangan produk pintu dari kayu.

Secara keseluruhan, perusahaan memproduksi barang bangunan dari kayu dan komponen bahan bangunan dari kayu yang meliputi wooden step, pintu kayu, stair riser, kusen kayu, list kayu/architrave, dan plinth kayu/skirting. Produk utama saat ini adalah pintu kayu dengan kapasitas produksi 35.000 set per bulan.

Selama ini, perkembangan permintaan global produk industri furnitur dan woodworking secara keseluruhan sangat menjanjikan. Hal ini tercermin dari meningkatnya pendapatan industri baik yang diperoleh dari dalam negeri maupun ekspor, ujar Menperin Agus dalam pernyataannya, Rabu (26/5).

"Ekspor produk furnitur (HS 9401-9403) di tahun 2020 mengalami peningkatan dengan nilai USD1,91 miliar atau meningkat 7.6 persen dari tahun 2019 yaitu senilai USD1.77 miliar," ungkapnya.

Pola belanja furnitur dan renovasi rumah, termasuk pintu melalui gawai atau belanja online juga mengalami kenaikan yang sangat signifikan. Dalam hal belanja rumah tangga, pandemi mengakibatkan adanya fenomena reorganisasi signifikan belanja rumah tangga akibat pandemi. Yaitu peralihan dari hiburan, pariwisata dan transportasi, ke sektor lain seperti produk teknologi dan kebutuhan menata atau renovasi rumah, kata Menperin.

"PT. Woodone Integra Indonesia tentu telah memahami besarnya pasar konsumen dalam negeri Indonesia maupun pasar ekspor. Dukungan bahan baku dan permesinan yang canggih, efisien dan ramah lingkungan diharapkan dapat menunjang kelancaran produksi kedepannya. Perusahaan tersebut pada hari ini juga melakukan ekspor ke-1000 untuk pintu kayu sejumlah tiga container dengan nilai mencapai USD120.000. Pada bulan Maret 2021, perusahaan telah mengirimkan sejumlah 35.450 set pintu serta 3.570 set tangga/BC.

Perusahaan tersebut masih berpeluang untuk meningkatkan produksinya. Guna mendorong terus tumbuhnya investasi pada industri furnitur di tanah air, Kementerian Perindsutrian juga terus memberikan fasilitas kemudahan iklim berusaha terutama antisipasi penyediaan faktor-faktor produksi utama yaitu bahan baku, modal, dan tenaga kerja. Pemerintah mendorong agar Woodone bisa memproduksi hingga 100.000 set pintu per bulan.

Sunday, May 23, 2021

SIMAK PENJELASAN SEPUTAR ASN 2021

 


Pendaftaran CPNS dan PPPK Akan Dibuka 31 Mei 2021

 

Pendaftaran untuk Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dipastikan akan dimulai pada Mei hingga Juni 2021. Proses pendaftaran akan dimulai pada 31 Mei hingga 21 Juni 2021. Setelahnya, pemerintah akan memulai tahap seleksi kompetensi dasar (SKD) pada Juli 2021.

Kendati demikian, kata Kepala Biro Hukum, Komunikasi dan Informasi Publik KemenPAN RB, Andi Rahadian, Selasa (11/5/2021), ada kemungkinan tanggal tersebut akan berubah nantinya.

Sementara proses pendaftaran dijadwalkan selama periode Mei - Juni 2021, pihak KemenPAN RB pada bulan lalu mengungkapkan bahwa proses seleksinya akan berlangsung mulai Juli hingga Oktober 2021. Pengumumannya pada November 2021.

 

Pengadaan calon ASN pada tahun ini mencapai 1.275.387.

 

Dari total tersebut, sebanyak 83.669 formasi untuk pemerintah pusat dan instansi pemerintah daerah 1.191.718. Jumlah ini termasuk guru PPPK sebanyak 1.002.616, serta PPPK non guru dan CPNS sebanyak 119.094 formasi.

Proses pendaftaran CPNS 2021 ini akan dilakukan beriringan dengan beriringan dengan seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

Dengan semakin dekatnya seleksi CPNS 2021, Plt Asisten Deputi Perencanaan dan Pengadaan SDM Aparatur Kementerian PANRB Katmoko Ari Sambodo, Selasa (11/5/2021) mengimbau seluruh pejabat pembina kepegawaian (PPK) untuk mempersiapkan dokumen yang diperlukan.

"PPK dapat segera melakukan persiapan seperti dokumen persyaratan pengumuman, sistem pendaftaran terintegrasi dengan Badan Kepegawaian Negara (BKN), serta online help desk/call center yang dikelola masing-masing kementerian/lembaga," imbuhnya Katmoko Ari Sambodo.

Secara total, seleksi CPNS 2021 akan membuka 1.275.387 formasi, terdiri dari 83.669 formasi untuk pemerintah pusat dan 1.191.718 formasi untuk pemerintah daerah.

Adapun berdasarkan jadwal yang telah dipersiapkan, pengumuman seleksi CPNS 2021 akan dimulai sejak 30 Mei. Kemudian proses pendaftaran dibuka sehari setelahnya, atau pada 31 Mei 2021.

 

Rincian Seleksi

 

Berikut rincian jadwal seleksi CPNS 2021 dan PPPK:

 

- Pengumuman Seleksi: 30 Mei-13 Juni 2021

 

- Pendaftaran Seleksi: 31 Mei-21 Juni 2021

 

- Seleksi Pengumuman Administrasi dan Pengumuman Hasil: 1-30 Juni 2021

 

- Masa Sanggah: 1-11 Juli 2021

 

- Pelaksanaan SKD CPNS (CAT BKN): Juli-September 2021

 

- Seleksi PPPK non-Guru (CAT BKN): Juli-September 2021 (setelah SKD CPNS selesai di masing-masing lokasi)

 

- Seleksi PPPK Guru (CBT Kemendikbud): Agustus 2021 (Tes Satu), Oktober 2021 (Tes Dua), Desember 2021 (Tes Tiga)

 

- Pelaksanaan SKB (Seleksi Kompetensi Bidang) CPNS: September-Oktober 2021

 

- Pengumuman Akhir dan Masa Sanggah: November 2021

 

- Penetapan NIP (Nomor Induk Pegawai) CPNS/Nomor Induk PPPK: Desember 2021.

 

 

Pembukaan Seleksi CPNS 2021 Masih Proses Persiapan

 

Badan Kepegawaian Negara (BKN) menyatakan belum mengantongi tanggal pasti pembukaan seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil atau CPNS 2021 dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Padahal sebelumnya, pembukaan CPNS 2021 dan PPPK dikabarkan akan dibuka pada 31 Mei 2021 ini.

Plt Kepala Biro Hubungan Masyarakat, Hukum dan Kerja Sama BKN, Paryono, di Jakarta, Rabu (26/5/2021) mengatakan; “Belum ada kepastian”, sampai saat ini belum ada kepastian mengenai pembukaan pendaftaran CPNS 2021.

Menurut Paryono, saat ini BKN bersama instansi terkait tengah menyiapkan seleksi CPNS 2021 dan PPPK. Setidaknya, ada 4 hal yang sedang disiapkan untuk seleksi CPNS 2021 tersebut.

Pertama, yaitu regulasi berupa Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Permenpan). Kedua, titik lokasi tes terkait Sarpras CAT. Ketiga, kesiapan SDM BKN yang akan bertugas dalam CAT. Keempat, koordinasi dengan BNPT, Gugus Tugas terkait prokes (protokol kesehatan) saat tes (CPNS 2021) berlangsung.

Paryono juga menegaskan jika BKN akan memberikan informasi secara resmi jika sudah ada kejelasan mengenai tanggal pembukaan pendaftaran CPNS 2021 dan PPPK. Penentuan tanggalnya sendiri masih dalam persiapan. Masyarakat masih harus lebih sabar menunggu dibukanya seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil atau CPNS 2021 dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

Tampaknya pembukaan seleksi CPNS 2021 dan PPPK akan mundur dari jadwal yang telah beredar sebelumnya yaitu pada 31 Mei 2021. Hal tersebut diungkapkan oleh Kepala Pusat Pengembangan Sistem Seleksi BadanKepegawaian Negara (BKN) Mohammad Ridwan. Lewat akun Twitter-nya, @abiridwan2173, Ridwan menyatakan jika seleksi CPNS 2021 belum akan dibuka pada 31 Mei 2021.

"Tgl 31 Mei 2021 penerimaan #CPNS2021 (CPNS 2021) #P3K2021 BELUM DIBUKA," kata dia, Rabu (26/5/2021).

Menurut dia, hingga saat ini masih banyak hal yang harus dipersiapkan oleh Panitia Seleksi Nasional (Panselnas) sebelum secara resmi membuka penerimaan CPNS 2021 dan PPPK.

Thursday, August 02, 2018

Mengapa Memiliki Rumah SelaluTerhambat?


Rasial Antara Saham dan Rumah di Amerika

Peluang & Inklusif Growth Institute pada bulan Juni 2018 membahas ketidakseimbangan dengan sekumpulan data baru yang dikembangkan dari survei historis, dan menunjukkan bahwa kekayaan, khususnya, kepemilikan saham dan rumah, telah menjadi kekuatan utama di balik tren ketidaksetaraan AS selama 70 tahun.

... Analisis mereka dimulai dengan mengkonfirmasi temuan para sarjana lain: polarisasi pendapatan meningkat sejak tahun 1970-an, dengan kerusakan tertentu pada posisi relatif kelas menengah. Ini juga memberi penerangan baru pada ketidaksetaraan ekonomi antara orang kulit hitam dan kulit putih dengan mengukur perbedaan besar dalam kekayaan serta penghasilan, dan tidak ada kemajuan dalam mengurangi kesenjangan itu.

"Ketidaksetaraan hitam-putih ekonomi tetap besar dan persisten, dan tren ketidaksetaraan kekayaan terbaru untuk semua orang Amerika dijelaskan oleh aset, bukan pendapatan"

Kontribusi paling baru dari studi ini adalah mengungkapkan peran tunggal dari komposisi portofolio rumah tangga — kepemilikan berbagai jenis aset — dalam menentukan tren ketidaksetaraan. Karena sumber utama kekayaan kelas menengah Amerika adalah kepemilikan rumah, dan kepemilikan aset utama dari 10 persen teratas adalah kesetaraan, harga relatif dari dua aset telah menetapkan jalur distribusi kekayaan dan mendorong irisan antara evolusi pendapatan dan kekayaan.

Singkatnya, ketika harga rumah naik dari tahun 1950 hingga pertengahan tahun 2000-an, kekayaan kelas menengah mempertahankan kekayaannya sendiri terhadap kekayaan kelas atas bahkan ketika pendapatan kelas menengah stagnan. Tetapi setelah krisis keuangan, pemulihan pasar saham yang cepat dan perputaran harga perumahan yang lambat berarti melonjaknya ketidaksetaraan kekayaan yang bahkan melebihi dekade terakhir dalam ketidaksetaraan pendapatan. ...

Detail demografi dan rentang waktu 70 tahun dari basis data baru juga memungkinkan analisis yang ketat atas ketidaksetaraan ras, era hak-hak pra dan pasca-sipil. Gambar itu mengecewakan. Disparitas pendapatan saat ini sama besarnya dengan tahun 1950, dengan pendapatan rumah tangga yang masih setengah dari rumah tangga kulit putih. Kesenjangan ras dalam kekayaan bahkan lebih luas, dan juga stagnan. Rumah tangga hitam rata-rata memiliki kurang dari 11 persen kekayaan rumah tangga putih median (sekitar $ 15.000 versus $ 140.000 dalam harga tahun 2016). Para ekonom juga menemukan bahwa krisis keuangan sangat memukul keluarga kulit hitam.

 “Lebih dari tujuh dekade, di samping tidak ada kemajuan yang telah dibuat dalam menutup jurang pendapatan hitam-putih. Kesenjangan kekayaan rasial juga sama gigihnya. ... Rumah tangga hitam khas tetap lebih miskin dari 80% rumah tangga kulit putih. ”

Untuk menjelaskan perbedaan tren dalam ketimpangan pendapatan dan kekayaan sebelum krisis, para ekonom memanfaatkan kekuatan kunci dari basis data: Ini mencakup informasi pendapatan dan kekayaan, rumah tangga-oleh-rumah tangga, dan neraca 70 tahun dengan komposisi portofolio yang terperinci. Mereka menemukan bahwa 50 persen terbawah sekarang memiliki sedikit atau kekayaan negatif (yaitu, utang), dan bagiannya turun dari 3 persen dari total kekayaan pada 1950 menjadi 1,2 persen pada tahun 2016. Untuk setengah bagian atas, diversifikasi portofolio menentukan tren kekayaan. Data menunjukkan bahwa rumah adalah aset utama untuk rumah tangga antara ke-50 dan ke-90 persentil, sedangkan 10 teratas juga memiliki bagian besar dari ekuitas. Oleh karena itu, kekayaan rumah tangga kelas menengah sangat dipengaruhi oleh fluktuasi harga rumah, dan 10 persen teratas lebih sensitif terhadap variasi pasar saham.

Perbedaan dalam kepemilikan aset ini menjelaskan bagaimana, sebelum krisis, rumah tangga kelas menengah mengalami peningkatan kekayaan secara paralel dengan peringkat 10 teratas, meskipun pendapatan riil mereka stagnan dan tabungan tidak berarti. Tetapi gambar berubah secara dramatis pasca-krisis.

Para ekonom menyimpulkan, dalam "perlombaan antara pasar saham dan pasar perumahan, 10 persen terkaya, berdasarkan pasar saham pendakian, menikmati kekayaan pasca-krisis yang melonjak, sementara kekayaan rumah tangga rata-rata sebagian besar stagnan. Ketika harga rumah ambruk pada krisis 2008, posisi portofolio yang diuntungkan dari kelas menengah membawa kerugian kekayaan substansial, sementara rebound cepat di pasar saham mendorong kekayaan di atas. Perubahan harga relatif antara rumah dan ekuitas setelah tahun 2007 telah menghasilkan lonjakan terbesar dalam ketidaksetaraan kekayaan dalam sejarah Amerika pascaperang. ”

Kepemilikan Properti di Indonesia

PEMERINTAH pusat maupun daerah diharapkan bisa bersama-sama mengembangkan rumah susun sederhana sewa (rusunawa) atau rumah susun sederhana milik (rusunami) untuk memenuhi kebutuhan hunian masyarakat perkotaan, terutama di Jakarta.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro (Metro TV, Jumat, 14/7/2016) menyebut, survei ekonomi nasional yang digelar Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat kepemilikan rumah di Jakarta menduduki peringkat paling rendah, yakni sekitar 50,16%. Angka tersebut masih jauh lebih rendah ketimbang rata-rata angka kepemilikan rumah tingkat nasional yang mencapai angka 82,58%. Bicara tentang properti yang paling utama salah satunya masalah kepemilikan. Melihat data BPS, tugas pemerintah sangat penting untuk bisa menyediakan perumahan yang affordable sehingga terjangkau oleh masyarakat khususnya kelas menengah ke bawah. Kemampuan membeli properti di Indonesia masih didominasi penduduk berpenghasilan di atas Rp12 juta, sedangkan jumlah penduduk dengan penghasilan sebesar itu kurang dari 5%. Akibatnya, masyarakat terutama di kota-kota besar seperti Jakarta tidak mampu membeli rumah yang harganya ditaksir rata-rata sudah mencapai Rp480 juta per unit.

Idealnya, pemerintah melakukan kebijakan bidang perumahan seperti yang berlaku di Singapura. Melalui sistem yang seperti rusunami, mereka (Singapura) berhasil menjadikan warganya memiliki kemampuan untuk membeli rumah dan rumahnya itu memang disiapkan oleh negara. Itu yang mungkin masih kurang dikembangkan di kita.

Di sisi lain, dukungan pemerintah tidak cukup hanya dari sisi operasional, tetapi dalam kapasitas sebagai regulator. Salah satu yang menjadi kendala di sektor properti ialah lantaran belum adanya peraturan yang benar-benar mendukung, baik dari sisi pengembang maupun konsumen. Sebagai contoh peraturan tentang kepemilikan lahan kosong atau dikenal dengan istilah land bank. Pemerintah saat ini sedang mendorong terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) tentang land bank yang memasuki tahap akhir. Kebijakan tersebut dinilai penting karena secara hukum semua tanah pada dasarnya milik negara. Tapi secara de facto kan tidak demikian. Kita berharap mudah-mudahan (Perpres) tahun ini segera selesai karena kalau tidak akan terus membuka potensi bagi para spekulan untuk bermain.
Bukan hanya itu, peraturan mengenai pajak progresif juga sudah menjadi perbincangan sejak lama. Diharapkan nantinya kebijakan tersebut bisa mencegah para spekulan dalam memanfaatkan land bank yang selalu mencari keuntungan besar. Tujuan utamanya supaya orang-orang seperti itu tidak mendapatkan keuntungan berlebihan. Caranya ya kita tax. Tapi bukan berarti akan menghalangi perusahaan properti atau orang-orang yang punya land bank luas untuk berinvestasi perkantoran, industri, atau perumahan," terang Bambang.

Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengungkapkan, dalam Property Report Congress, di Jakarta, (Kamis, 13/10/2016) mengatakan Bappenas mencatat persentase kepemilikan rumah di Indonesia hanya sebanyak 78,7 persen. Dalam persentase tersebut perbandingan pemilik rumah yang membangun sendiri dengan yang membeli dari pengembang jauh berbeda. Sebanyak 71 persen di antaranya membangun sendiri, hanya 4 persen yang membeli dari pengembang, artinya potensinya masih besar. Selain itu, masalah backlog kepemilikan rumah di Indonesia juga, kata Bambang masih besar, yakni sebesar 11,8 juta. Untuk itu penyediaan perumahan bagi masyarakat menengah bawah khususnya jadi perhatian pemerintah. Ada dua agenda yang pertama adalah mengurangi defisit rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah, dengan menyediakan 1 juta rumah tiap tahun dan memberikan subsidi 1,75 juta unit rumah baru. Yang kedua, tambah Bambang, pemerintah menargetkan bisa turut meningkatkan kualitas rumah tidak layak dengan memberi subsidi terhadap 1,5 juta rumah serta mengurangi 38.341 hektare area kumuh sampai 2019.

Direktur Jenderal Penyediaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Syarif Burhanudin (Kompas.com, 25 Agustus 2016) di tengah perayaan Hari Perumahan Nasional Hapernas mengatakan masih banyak rakyat Indonesia yang belum memiliki rumah. Kendati Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan pada 2015 silam terdapat 82,8 persen masyarakat Indonesia yang sudah memiliki rumah atau meningkat dari 72 persen saat 2010, hal itu belum menjadi indikator membaiknya realisasi pemenuhan rumah bagi rakyat. Tetapi tetap itu hanya menjadi data dan kami beranggapan masih banyak masyarakat yang belum memiliki rumah sehingga ini yang harus difokuskan.

Hingga saat itu ada beberapa kondisi yang menghambat realisasi pembangunan perumahan rakyat. Kondisi pertama adalah kondisi pekerja informal di perkotaan. Syarif menilai bahwa pekerja informal seperti penjual bakso, pedagang kaki lima, dan lainnya memang tidak memiliki rumah di kota namun mereka memiliki rumah di daerah asalnya. Mereka urbanisasi, cari pekerjaan di kota tapi sesungguhnya mereka punya rumah dari hasil keuntungan dia kerja di kota sehingga ini tidak bisa dikategorikan sebagai masyarakat yang belum memiliki rumah. Hal itu disebut sebagai pembangunan rumah swadaya. Saat ini di Indonesia lebih banyak pembangunan rumah swadaya ketimbang lewat pengembang ataupun bank.

Berdasarkan data, pembangunan rumah swadaya berjumlah 70 hingga 80 persen dari total rumah yang dibangun. Namun sayangnya, pembangunan rumah swadaya ini justru kerap luput dari perhatian. Imbasnya kemudian berpengaruh terhadap raihan pencapaian pembangunan rumah yang ada dari tahun ke tahun. Tetapi kadang-kadang kita lupa mendata bahwa rumah-rumah di Indonesia tidak melalui pengembang dan bank tapi bersifat swadaya sehingga pertumbuhan rumah di Indonesia ini berdasarkan data masih lebih bagus dibanding tahun-tahun sebelumnya.

Hingga Agustus 2016, realisasi Program Nasional Pembangunan Sejuta Rumah berdasarkan data dari Kementerian PUPR semester II-2016 adalah sebanyak 345.501 unit. Masih jauh dari target 1 juta unit, Laporan dari BTN baru terbangun 220.000 unit, dari APBN sekitar 100.000, pemerintah daerah 8.500 unit, kemudian Kementerian/Lembaga Transmigrasi 16.923 unit, dan rumah komersial yang dibangun masyarakat 78 unit.

Kemampuan pengembang Real Estat Indonesia (REI) dan Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) dalam membangun rumah untuk rakyat. REI menargetkan membangun 250.000 sampai dengan 300.000 unit rumah sedangkan Apersi sebanyak 70.000 unit rumah tahun ini. Saya tanya Apersi-nya, mereka mau bangun 70.000 dan ini naik dari 45.000 target mereka tahun lalu.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan kendala yang mengadang pemerintah dalam percepatan pembangunan salah satunya adalah perizinan. Setelah pada Rabu (24/8/2016) pemerintah mengeluarkan Paket Kebijakan Ekonomi (PKE) XIII tentang perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah. PKE ini diluncurkan untuk mendukung realisasi Program Nasional Pembangunan Satu Juta Rumah yang merupakan bagian dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2014-2019. Dengan paket kebijakan ekonomi ini, akan meningkatkan akses masyarakat untuk mendapatkan rumah. Melalui PKE XIII itu, pemerintah akan menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) yang isinya meliputi penyederhanaan jumlah dan waktu perizinan pembangunan perumahan. Adanya PKE XIII ini juga menghapus atau mengurangi berbagai perizinan dan rekomendasi yang diperlukan untuk membangun rumah MBR dari semula sebanyak 33 izin dan tahapan menjadi 11 izin dan rekomendasi. Dengan pengurangan perizinan dan tahapan itu, maka waktu pembangunan rumah MBR yang selama ini rata-rata mencapai 769-981 hari dapat dipercepat menjadi 44 hari.

Kenaikan harga rumah tinggal (perumahan) .

Setiap kuartal Bank Indonesia mengadakan survei ke mayoritas pengembang properti di 16 daerah/kota Indonesia termasuk: Jabodetabek-Banten, Bandung, Surabaya, Semarang, Yogyakarta, Manado, Makassar, Denpasar, Pontianak, Banjarmasin, Bandar Lampung, Palembang, Padang, Medan, Batam, dan Balikpapan. Jumlah responden dari survei ini per tahun 2016 meliputi 50 pengembang besar dan 441 pengembang yang tersebar di 15 kantor regional Bank Indonesia. Data dikumpulkan langsung melalui wawancara tatap muka langsung yang menyertakan informasi harga rumah, jumlah unit yang dikembangkan dan terjual dalam kuartal yang bersangkutan. Daerah yang disurvei BI awalnya hanya 12 kota, sejak 2008 bertambah menjadi 14 kota, dan sejak 2015 menjadi 16 kota. Dengan bertambahnya daerah ini BI telah melakukan penyesuaian indeks ke belakang. Sayang data tersebut tidak tersedia secara lengkap di laporan 5 tahun terakhir.

Indeks Properti Bolasalju yang diolah dari Residential Property Price Index (RPPI) melansir data indeks yang mewakili perkembangan data harga properti yang dilaporkan BI.

Pada tahun 2012 dan pertengahan pertama tahun 2013 sektor properti Indonesia bertumbuh cepat, hingga pertumbuhan keuntungan para developer properti Indonesia melonjak tajam (dari 45 perusahaan properti yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2012, 26 perusahaan mencatat pertumbuhan laba bersih lebih dari 50%) dan, jelas, harga properti Indonesia meningkat sejalan dengan itu (pada umumnya harga properti residensial bertumbuh hampir 30% per tahun antara 2011 dan 2013).
Di pertengahan kedua tahun 2013, Bank Indonesia semakin kuatir mengenai berkembangnya gelembung properti karena perekonomian umum sedang melambat namun sektor properti naik sangat tinggi di pertengahan pertama tahun 2013 . Bank Indonesia mengatakan bahwa pihak BI sudah mendeteksi pembelian spekulatif dan karenanya mengimplementasikan kebijakan pengetatan moneter.

Di pertengahan kedua tahun 2013, Bank Indonesia mengetatkan kebijakannya dengan menaikkan persyaratan uang muka minimum dan memotong pinjaman hipotek untuk kepemilikan rumah kedua. Bank-bank juga dilarang memberikan pinjaman untuk properti-properti yang masih dalam proses pembangunan (untuk para pembeli hunian kedua atau lebih). Persyaratan uang muka yang lebih tinggi (atau rasio loan-to-value yang lebih rendah) diaplikasikan untuk properti-properti berukuran lebih dari 70 meter persegi, dan karenanya secara spesifik ditujukan untuk pasar menengah ke atas.

Pada tengah 2014 ketidakjelasan politik (dan karenanya ketidakjelasan perekonomian juga) menjelang pemilihan Presiden dan Legislatif, para pengembang Indonesia cenderung menunda proyek-proyek baru, factor menyebabkan penurunan pasar properti Indonesia. Contohnya, Indeks Harga Properti Hunian dari Bank Indonesia menurun 6,3% di 2014, turun dari tingkat pertumbuhan tahunan sebesar 11,5% pada setahun sebelumnya (terlebih lagi inflasi Indonesia naik 8,4% di 2014, karenanya melebihi kecepatan pertumbuhan indeks harga propperti). Penurunan terbesar untuk pertumbuhan properti dirasakan di wilayah Jakarta Bogor Depok Tangerang & Bekasi (Jabodetabek). Ini juga merupakan akibat dari pasar properti Jakarta (dan juga pasar-pasar lainnya di kota-kota besar di Jawa seperti Surabaya dan Bandung) telah menjadi agak jenuh karena pembangunan properti besar-besaran di tahun-tahun sebelumnya. Pulau-pulau lain, seperti Sumatra, Sulawesi dan Kalimantan, kini dipandang sebagai pasar berpotensi besar untuk pembangunan properti (perkotaan) karena saat ini masih belum banyak dikembangkan.

Pada 2007 sebuah rumah dijual seharga Rp500 juta. Pada akhir 2016, rumah baru dengan tipe yang sama mungkin dijua seharga Rp1,5 miliar. Jika dihitung dengan kenaikan biasa, kenaikannya adalah 3 kali lipat atau 200% (disetahunkan 11,61%—bukan rata-rata 20%). Indeks RPPI ini sama dengan inflasi dan rerata IHSG yang bersifat majemuk, kalkulasi harus dengan compounding interest, efek bunga majemuk, bukan rata-rata biasa.  Tidak semua properti mengalami kenaikan fenomenal seperti itu. Sifat kenaikan terkait erat lokasi dan pertumbuhan daerah. Di kota lain yang belum tumbuh, kenaikannya tidak seberapa.

Kesimpulan Indeks Harga Rumah Tinggal (Properti) di Indonesia; Total akumulasi keuntungan investasi properti di Indonesia dari 2002 hingga 2016 adalah 135,53% untuk waktu 15 tahun; CAGR properti di Indonesia dari 2002 hingga 2016 adalah 5,88% (rata-rata 5,91%); Total akumulasi keuntungan investasi properti di Indonesia 10 tahun terakhir adalah 65,16%; CAGR properti di Indonesia 10 tahun terakhir adalah 4,67% (rata-rata 5,18%). Dari data yang tersedia dari 2002-2016, keuntungan dari investasi properti tidak bisa mengalahkan inflasi. Dengan perbandingan 10 tahunan dalam rentang 2007-2016 pun hasilnya masih tidak memadai.

Sebuah survei dari Bank Indonesia menunjukkan bahwa penjualan properti hunian di kuartal 1 tahun 2015 mengalami penurunan signifikan dalam perbandingan quarter-to-quarter (q/q). Hasil dari penjualan di kuartal pertama tahun 2015 mencatat pertumbuhan 26,6% dibandingkan dengan 40,1% di kuartal ke-4 tahun 2014. Sementara itu, tingkat pencairan pijaman hipotek di bank-bank untuk rumah dan apartemen di kuartal 1 tahun 2015 naik hanya 0,12% (q/q) dibandingkan kuartal sebelumnya.

Pertumbuhan perekonomian Indonesia melambat sampai level terendah selama enam tahun terakhir di kuartal 1 tahun 2015 dan karenanya pihak-pihak berwenang bertekad untuk mengimplementasikan tindakan-tindakan untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi. Karena bank sentral tidak punya ruang untuk memotong BI rate (karena inflasi tinggi, defisit transaksi berjalan yang lebar dan tekanan-tekanan eksternal yang berat), BI memutuskan untuk menaikkan rasio LTV untuk pinjaman hipotek rumah mulai dari Juni 2015, karenanya mengurangi kewajiban uang muka minimum untuk para pembeli rumah pertama. Rasio LTV maksimum untuk pembelian rumah pertama dinaikkan menjadi 80% (dari sebelumnya 70%), sementara untuk pembelian rumah kedua rasio LTV dinaikkan menjadi 70% ( dari sebelumnya 60%). Terakhir, untuk rumah ketiga rasio barunya adalah 60% (dari sebelumnya 50%). Ini berlaku untuk properti-properti yang luasnya di atas 70 meter persegi yang dibeli menggunakan pembiayaan konvensional.

Pemerintah Indonesia mengumumkan bahwa orang-orang asing akan diizinkan untuk memiliki apartemen-apartemen mewah dengan nilai minimum Rp 5 miliar, yang berarti Pemerintah perlu merevisi Peraturan Pemerintah No. 41/1996 tentang Perumahan untuk Warganegara Asing yang Tinggal di Indonesia yang sekarang masih melarang warganegara asing memiliki properti jenis apapun di Indonesia. Pada saat ini, orang-orang asing hanya bisa menggunakan properti melalui pemakaian ‘hak guna’ (bukan ‘hak milik’) untuk periode maksimum 25 tahun (namun dapat diperbaharui untuk tambahan waktu 20 tahun). Diprediksi bahwa orang-orang asing akan tetap hanya memiliki ‘hak guna’ setelah revisi ini namun dengan durasi tak dibatasi dan juga hak untuk dapat mewariskannya pada para pewaris dari warganegara asing tersebut. Beberapa analis mengklaim bahwa tindakan ini dapat mendongkrak sektor properti domestik sebanyak 20%.

Sudahkah punya rumah? Bersyukurlah sebagian besar masyarakat Indonesia belum punya dan akan kesulitan untuk memiliki.


SUMBER :

Monday, July 30, 2018

Begini Penilaian 15 Standar Akreditasi Institusi Perguruan Tinggi Yang Diperbaharui


Akreditasi sebagai Sistem Penjaminan Mutu Eksternal memiliki peranan penting dalam peningkatan mutu berkelanjutan. Akreditasi mendorong perguruan tinggi dan Pemerintah untuk melakukan perbaikan mutu berdasarkan hasil akreditasi. Hasil akreditasi secara eksplisit memberikan rekomendasi bagi perbaikan internal perguruan tinggi dan perbaikan secara sistem oleh Pemerintah.

Akreditasi harus dilaksanakan berlandaskan pada asas yaitu asas kejujuran, keamanahan, keharmonisan, dan kecerdasan sehingga pelaksanaan akreditasi mencerminkan keterpercayaan dan tanggung jawab dalam melakukan penjaminan mutu kepada para pemangku kepentingan (stakeholders).

Berdasarkan hal tersebut akreditasi pendidikan tinggi dilaksanakan dengan prinsip:
1. Independen. Akreditasi dilaksanakan oleh lembaga yang memiliki otoritas yang bersifat mandiri dalam pengambilan keputusan akreditasi dan terbebas dari konflik kepentingan maupun intervensi pihak ketiga.
2. Akurat. Akreditasi dilaksanakan berdasarkan pada data dan informasi yang sahih (valid), dan andal (reliable).
3. Objektif. Akreditasi dilaksanakan berdasarkan atas bukti data dan informasi.
4. Transparan. Akreditasi dilakukan secara terbuka baik persyaratan, proses, maupun hasilnya.
5. Akuntabel. Akreditasi dilakukan dengan penuh tanggung jawab dalam rangka akuntabilitas publik.
6. Ketidakberpihakan. Akreditasi dilakukan dengan menjunjung tinggi prinsip kesejawatan (peer review), kesetaraan, keadilan, dan tidak memihak.
7. Kredibel. Akreditasi dilaksanakan dengan menjunjung tinggi prinsip-prinsip profesionalisme, keterpercayaan (trustworthiness), dan kejujuran untuk membangun kredibilitas BAN-PT, LAM, asesor, program studi, dan perguruan tinggi.
8. Menyeluruh. Akreditasi dilaksanakan secara komprehensif yang mencakup seluruh aspek tridharma, sistem manajemen dan penjaminan mutu pendidikan tinggi.
9. Efektif. Akreditasi dilaksanakan dengan cerminan hasil guna dalam membangun budaya mutu, menjaga dan meningkatkan mutu pendidikan tinggi.
10. Efisien. Akreditasi dilaksanakan dengan menggunakan sumberdaya yang berdaya guna dan tepat guna.

Penilaian dan instrumen akreditasi harus dapat mengukur dimensi:
1. Mutu Kepemimpinan Dan Kinerja Tata Kelola : meliputi integritas visi dan misi,  kepemimpinan (leadership), sistem manajemen sumberdaya, kemitraan strategis (strategic partnership), dan SPMI;
2. Mutu Dan Produktivitas Luaran (Outputs), Capaian (Outcomes), Dan Dampak (Impacts) : berupa kualitas lulusan, produk ilmiah dan inovasi, serta kemanfaatan bagi masyarakat;
3. Mutu Proses : mencakup proses pembelajaran, penelitian, pengabdian kepada masyarakat, dan suasana akademik;
4. Kinerja Mutu Input : meliputi sumber daya manusia (dosen dan tenaga kependidikan), mahasiwa, kurikulum, sarana prasarana, keuangan (pembiayaan dan pendanaan).


Kriteria Penilaian Akreditasi

1. Visi, misi, tujuan, dan strategi:
Penilaian difokuskan pada kejelasan arah, komitmen dan konsistensi pengembangan program studi dan perguruan tinggi untuk mencapai kinerja dan mutu yang ditargetkan dengan langkah-langkah program yang terencana, efektif, dan terarah dalam rangka pewujudan visi dan penyelenggaraan misi.

2. Tata pamong, tata kelola dan kerjasama:
Penilaian difokuskan pada kinerja dan keefektifan kepemimpinan; tata pamong, sistem manajemen sumberdaya program studi dan perguruan tinggi; sistem penjaminan mutu; sistem komunikasi dan teknologi informasi; program dan kegiatan yang diarahkan pada perwujudan visi dan penuntasan misi perguruan tinggi yang bermutu, serta terbangun dan terselenggaranya kerjasama dan kemitraan strategis dalam penyelenggaraan pendidikan tinggi, baik akademik maupun non akademik, pada program studi dan perguruan tinggi secara berkelanjutan pada tataran nasional, regional, maupun internasional untuk meningkatkan daya saing perguruan tinggi.

3. Mahasiswa:
Penilaian difokuskan pada keefektifan sistem penerimaan mahasiswa baru yang adil dan objektif, keseimbangan rasio mahasiswa dengan dosen dan tenaga kependidikan yang menunjang pelaksanaan pembelajaran yang efektif dan efisien, serta program dan keterlibatan mahasiswa dalam pembinaan minat, bakat, dan keprofesian.

4. Sumberdaya manusia:
Penilaian difokuskan pada keefektifan sistem perekrutan, ketersedian sumberdaya dari segi jumlah, kualifikasi pendidikan dan kompetensi, program pengembangan, penghargaan, sanksi dan pemutusan hubungan kerja, baik bagi dosen maupun tenaga kependidikan untuk menyelenggarakan kegiatan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat yang bermutu sesuai visi dan misi perguruan tinggi.

5. Keuangan, sarana dan prasarana:
Penilaian keuangan termasuk pembiayaan difokuskan pada kecukupan, keefektifan, efisiensi, dan akuntabilitas, serta keberlanjutan pembiayaan untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Penilaian sarana dan prasarana difokuskan pada pemenuhan ketersediaan (availability) sarana prasarana, akses civitas akademika terhadap sarana prasarana (accessibility), kegunaan atau pemanfaatan (utility) sarana prasarana oleh civitas akademika, serta keamanan, keselamatan, kesehatan dan lingkungan dalam menunjang tridharma perguruan tinggi.

6. Pendidikan:
Penilaian difokuskan pada kebijakan dan pengembangan kurikulum, kesesuaian kurikulum dengan bidang ilmu program studi beserta kekuatan dan keunggulan kurikulum, budaya akademik, proses pembelajaran, sistem penilaian, dan system penjaminan mutu untuk menunjang tercapainya capaian pembelajaran lulusan dalam rangka pewujudan visi dan misi penyelenggaraan perguruan tinggi.

7. Penelitian:
Penilaian difokuskan pada komitmen untuk mengembangkan penelitian yang bermutu, keunggulan dan kesesuaian program penelitian dengan visi keilmuan program studi dan perguruan tinggi, serta capaian jumlah dan lingkup penelitian.

8. Pengabdian kepada masyarakat:
Penilaian difokuskan pada komitmen untuk mengembangkan dan melaksanakan pengabdian kepada masyarakat, jumlah dan jenis kegiatan, keunggulan dan kesesuaian program pengabdian kepada masyarakat, serta cakupan daerah pengabdian.

9. Kinerja output, outcome, dan dampak pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat:
Penilaian difokuskan pada pencapaian kualifikasi dan kompetensi lulusan berupa gambaran yang jelas tentang profil dan capaian pembelajaran lulusan dari program studi, penelusuran lulusan, umpan balik dari pengguna lulusan, dan persepsi public terhadap lulusan sesuai dengan capaian pembelajaran lulusan/ kompetensi yang ditetapkan oleh program studi dan perguruan tinggi dengan mengacu pada KKNI; jumlah dan keungggulan publikasi ilmiah, jumlah sitasi, jumlah hak kekayaan intelektual, dan kemanfaatan/dampak hasil penelitian terhadap pewujudan visi dan penyelenggaraan misi, serta kontribusi pengabdian kepada masyarakat pada pengembangan dan pemberdayaan sosial, ekonomi, dan kesejahteraan masyarakat.

Di samping mengacu kepada prinsip-prinsip di atas, akreditasi dilakukan sebagai upaya pencegahan (preventif) terhadap terjadinya penyelenggaraan, pengelolaan dan layanan pendidikan yang tidak bermutu dan tidak bertanggung jawab. Pelaksanaan akreditasi dilakukan secara berkala, sehingga program studi dan perguruan tinggi dapat memperbaiki diri, dan masyarakat lebih terjamin kepentingannya.

Undang-undang Nomor 12 tahun 2012 mengharuskan dilaksanakannya Akreditasi Perguruan Tinggi (APT) dan Akreditasi Program Studi (APS). Akreditasi yang satu tidak dapat menggantikan akreditasi yang lain karena terdapat perbedaan karakteristik antara keduanya.

APS bertitik berat pada kompetensi lulusan. Dengan demikian, isi pembelajaran, dosen, sarana dan prasarana, pendanaan, dan sebagainya ditujukan untuk tercapainya kompetensi lulusan yang diharapkan.

Di pihak lain, APT lebih mengedepankan tata pamong yang memungkinkan tercapainya visi dan misi perguruan tinggi. Sekalipun ada perbedaan pada kriteria akreditasi tersebut, keduanya harus mengacu pada Standar Nasional Pendidikan Tinggi. Oleh karena itu, 9 (sembilan) kriteria yang mengacu pada Standar Nasional Pendidikan Tinggi dan peraturan perundangan lain yang relevan, sebagaimana diuraikan di atas, digunakan di dalam menyusun instrumen akreditasi untuk APT dan APS dengan tetap memperhatikan perbedaan karakteristik yang ada pada keduanya.

SPMI yang ditetapkan dan dilaksanakan oleh perguruan tinggi, kepuasan pemangku kepentingan, dan rekognisi masyarakat akan menjiwai setiap kriteria penilaian di atas. Dalam hal ini akan dinilai implementasi dan efektifitas SPMI dalam meningkatkan mutu secara berkelanjutan pada setiap kriteria penilaian, yang kemudian menghasilkan kepuasan pemangku kepentingan dan pengakuan masyarakat.

Kriteria penilaian akreditasi di atas berlaku bagi APS dan APT yang diharapkan menjadi daya dorong bagi unit pengelola program studi atau perguruan tinggi untuk mengembangkan dan meningkatkan mutu secara berkelanjutan.

Dengan demikian Pimpinan Perguruan Tinggi harus mapan dalam aspek kepemimpinan, tata pamong dan tata kelola, sumberdaya manusia, keuangan dan sarana prasarana, serta kebijakan pengembangan pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat sesuai dengan visi-misi yang ditetapkan.

Demikian juga Pejabat Program Studi harus mumpuni dalam aspek kebijakan teknis, pelaksanaan, dan pengendalian mutu akademik.

Selain itu, kerjasama akademik yang meliputi pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat sesuai dengan visi misi yang ditetapkan harus bersinerji.

Sedangkan pendirian perguruan tinggi baru atau pembukaan program studi baru harus mampu memenuhi aspek legal formal administrasi; rencana strategis yang meliputi visi, misi, tujuan, dan strategi; sumberdaya manusia; sarana prasarana; keuangan; dan kurikulum.

Semoga dengan hadirnya akreditasi pendidikan tinggi ini mampu menentukan kelayakan dan mutu program studi atau perguruan tinggi di Indonesia. Dengan demikian, jaminan kepentingan masyarakat dan mahasiswa untuk memperoleh layanan pendidikan tinggi yang bermutu tercapai, serta masyarakat dilindungi dari pelayanan pendidikan tinggi yang tidak memenuhi Standar Nasional Pendidikan Tinggi.

Sumber:

Saturday, July 28, 2018

Daftar Perguruan Tinggi Terbaik di Indonesia ala KEMRISTEK Dipertanyakan


Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi [KEMENRISTEKDIKTI] merampungkan pengelompokan perguruan tinggi se-Indonesia. Dari klasterisasi ini didapati ada 100 perguruan tinggi non-politeknik dan sebanyak 25 perguruan tinggi politeknik yang dianggap memenuhi empat komponen utama klasterisasi, yakni kualitas sumber daya manusia, kelembagaan, kualitas kegiatan kemahasiswaan, dan kualitas penelitian serta publikasi ilmiah.

MENRISTEKDIKTI Mohamad Nasir dikutip dari laman resmi ristekdikti.go.id, (Selasa, 22 Agustus 2017) mengatakan daftar klasterisasi perguruan tinggi ini merupakan data resmi dari KEMENRISTEKDIKTI yang dapat digunakan sebagai informasi valid bagi masyarakat, jangan percaya data hoax yang tidak sesuai dengan daftar yang dikeluarkan Kementerian. Pengelompokan itu ditujukan untuk meningkatkan mutu perguruan tinggi. Sekaligus juga sebagai motivasi bagi penyelenggara perguruan tinggi di Indonesia untuk memberikan pelayanan yang terbaik. (Klasterisasi) sebagai refleksi dan motivasi bagi peningkatan kualitas perguruan tingginya, baik dari segi kualitas sumber daya manusia, kurikulum, manajemen organisasi, riset, publikasi, pengabdian kepada masyarakat dan aspek lainnya.

Dalam rilis yang diterbitkan KEMENRISTEKDIKTI pada 21 Agustus 2017, diumumkan 100 Besar Perguruan Tinggi non-Politeknik dan 25 Besar Perguruan Tinggi Politeknik di Indonesia. Pada 100 perguruan tinggi yang terdaftar itu, 14 di antaranya adalah klaster 1 perguruan tinggi dan 78 perguruan tinggi klaster 2. Tetapi dalam daftar 100 besar perguruan tinggi itu, nama UMY yang juga perguruan tinggi klaster 2, tidak tercantum di dalamnya. Civitas academica UMY pun bertanya-tanya mengapa kampus itu sebagai salah satu universitas swasta terbaik di Indonesia tidak terdaftar dalam pemeringkatan. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) memprotes hasil pemeringkatan perguruan tinggi se-Indonesia yang diselenggarakan KEMENRISTEK DIKTI itu. Soalnya kampus UMY tak masuk dalam 100 terbaik.


Wakil Rektor UMY di Yogyakarta, Achmad Nurmandi, (Senin, 28 Agustus 2017) mengatakan tidak adanya nama UMY dalam daftar seratus besar perguruan tinggi tersebut, menjadi pertanyaan, apakah ada penilaian tertentu yang dijadikan acuan KEMENRISTEK DIKTI dalam pemeringkatan tersebut. Padahal UMY juga termasuk perguruan tinggi klaster dua. Hasil pemeringkatan perguruan tinggi saat ini seringkali dijadikan referensi masyarakat. Umumnya, pemeringkatan tersebut dilakukan untuk melihat kualitas sebuah perguruan tinggi. Begitu pula dengan pemeringkatan yang dilakukan oleh KEMENRISTEKDIKTi. Dari website pemeringkatan KEMENRISTEKDIKTI tersebut, UMY berada di Peringkat Umum di nomor 71. Dengan rincian untuk kategori sumber daya manusia UMY di peringkat 653, kategori kemahasiswaan di peringkat 50, kategori akreditasi UMY berada di peringkat 17, dan kategori penelitian dan publikasi di peringkat 48. Kemungkinan kesalahan KEMENRISTEKDIKTI dalam penyusunan pemeringkatan itu, sehingga berdampak negatif pandangan publik terhadap UMY. Karena itu, UMY mengharapkan klarifikasi KEMENRISTEKDIKTI.

Jika merujuk pada laman Pemeringkatan.ristekdikti.go.id, seperti yang disarankan KEMENRISTEKDIKTI untuk mengetahui informasi lebih detil tentang hasil 100 besar perguruan tinggi, UMY sesungguhnya juga termasuk dalam daftar 100 besar itu.

Sebagaimana diketahui, pada tahun 2017 upaya memetakan mutu dan potensi perguruan tinggi di Indonesia, KEMENRISTEKDIKTI melakukan pengelompokkan/klasterisasi perguruan tinggi.  Performa perguruan tinggi Indonesia dinilai dari 4 (empat) komponen utama, yaitu:
a) Kualitas SDM;
b) Kualitas Kelembagaan;
c) Kualitas Kegiatan Kemahasiswaan; serta
d) Kualitas Penelitian dan Publikasi Ilmiah.

Setelah diumumkan klaster 1 perguruan tinggi di Indonesia pada tanggal 17 Agustus 2017 di Puspitek Serpong, hari ini (Senin, 21 Agustus 2017) Kemenristekdikti mengumumkan 100 Besar Perguruan Tinggi non Politeknik dan 25 Besar Perguruan Tinggi Politeknik di Indonesia.


Direktur Jenderal Kelembagaan Iptek Dikti Patdono Suwignjo mengatakan telah dilakukan penyempurnaan dari tahun sebelumnya. Penyempurnaan tersebut meliputi beberapa perubahan/penambahan indikator sehingga diharapkan komponen utama tersebut dapat lebih mencerminkan kondisi perguruan tinggi Indonesia sesuai dengan cakupan pada masing-masing komponen utama tersebut.

Pada pengelompokan/klasterisasi tahun 2017, indikator pada Kualitas SDM relatif tetap seperti yang digunakan pada tahun sebelumnya, yaitu meliputi
i) presentase dosen berpendidikan S3;
ii) presentase dosen dalam jabatan lektor kepala dan guru besar;
iii) rasio jumlah dosen terhadap jumlah mahasiswa.

Indikator kualitas kelembagaan mengalami perubahan. Pada tahun sebelumnya hanya dicermin oleh indikator i) Akreditasi Institusi dan ii) Akreditasi Program Studi, maka pada tahun 2017 ini indikator kualitas kelembagaan ditambah dengan indikator i) jumlah program studi yang telah memiliki Akreditasi/Sertifikasi International, dan ii) jumlah mahasiswa asing.

Indikator yang mencerminkan Kualitas Kemahasiswaan tidak mengalami perubahan yaitu prestasi mahasiswa. Akan tetapi variabel yang mencerminkan prestasi mahasiswa tersebut lebih dipertajam dan diperluas, yaitu prestasi mahasiswa secara nasional dan internasional baik dalam kegiatan-kegiatan yang dikelola oleh Kemenristekdikti maupun non-kemenristekdikti, juga tingkat kepedulian perguruan tinggi/institusi terhadap kegiatan kemahasiswaan pun menjadi pertimbangan.

Sedangkan indikator yang mencerminkan Kualitas Penelitian mengalami penambahan yaitu tidak hanya i) kinerja penelitian, dan ii) rasio jumlah publikasi terindeks terhadap jumlah dosen, tetapi juga ditambah indikator terkait kinerja pengabdian pada masyarakat.
Sejalan dengan upaya pemerintah melalui Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi untuk lebih mendorong peningkatan kualitas pendidikan vokasi melalui revitalisasi politeknik, maka klasterisasi perguruan tinggi Indonesia pada tahun 2017 ini digolongkan dalam 2 (dua) kelompok yaitu i) kelompok Politeknik; dan ii) kelompok non-politeknik (universitas, institut, dan lainnya).

Diharapkan hasil pengelompokan/klasterisasi ini dapat mendorong perguruan tinggi di Indonesia untuk terus melakukan perbaikan mutu secara berkelanjutan dan memutakhirkan datanya di Pangkalan Data Perguruan Tinggi (PD DIKTI) secara teratur sesuai amanat Pasal 56 UU No.12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Selain itu, hasil pengelompokan/klasterisasi ini akan digunakan sebagai pertimbangan untuk merancang program-program pembinaan dan penguatan perguruan tinggi Indonesia.

Untuk mengetahui informasi lebih detail mengenai hasil pengelompokan/klasterisasi perguruan tinggi Indonesia tahun 2017, dapat mengunjungi laman :
http://pemeringkatan.ristekdikti.go.id dengan memasukkan 6 (enam) digit kode perguruan tinggi masing-masing yang tercatat pada PD DIKTI Kemenristekdikti.

SUMBER :