KULIAH PUBLIK: Catat. WTP Tidak Untuk Menilai Efisiensi dan Tidak Ditujukan Untuk Menilai Keberhasilan PencapaianTarget

SOSIAL MEDIA

PIKIRKAN YANG BAIK ~ o ~ LAKUKAN YANG TERBAIK ~ o ~ Ini Kuliah MetodeCHAT ~ o ~ Cepat_Hemat_Akrab_Terpadu ~ o ~ Silahkan Membaca dan Berkomentar

Ketahui Bagaimana Kondisi Ekonomi dan Bisnis Anda Terkini

  Baru-baru ini, pemerintah telah mulai melonggarkan mobilitas seiring menurunnya kasus covid-19. Sementara pada Juli hingga awal Agustus ek...

Saturday, July 14, 2018

Catat. WTP Tidak Untuk Menilai Efisiensi dan Tidak Ditujukan Untuk Menilai Keberhasilan PencapaianTarget

Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Moermahadi Soerja Djanegara, memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) pada Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas LKPP Tahun 2017. Hal itu disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam Sidang Paripurna DPR di Jakarta hari ini (31/5/2018). Opini WTP mengandung arti bahwa pertanggungjawaban pemerintah atas pelaksanaan APBN tahun 2017 dalam laporan keuangan secara material telah disajikan dengan Standar Akuntansi Pemerintahan.


Ketua BPK menyebutkan bahwa opini WTP diberikan kepada LKPP Tahun 2017 berdasarkan hasil pemeriksaan atas 87 Laporan Keuangan Kementerian Lembaga (LKKL) dan 1 Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LKBUN) Tahun 2017. Terdapat 79 LKKL dan 1 LKBUN yang memperoleh opini WTP. BPK juga memberikan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) pada 6 LKKL dan opini Tidak Memberikan Pendapat (TMP) pada 2 LKKL.

Dari pantauan dan pemeriksaan BPK RI pada periode 2005 sampai semester II 2017 mencatat sebanyak 13.469 rekomendasi atau 80,14 persen senilai Rp 5,09 triliun rupiah telah dilaksanakan. Opini WDP diberikan kepada Kementerian Pertahanan, Kementerian Pemuda dan Olahraga, Komisi Nasional HAM, Badan Pengawas Tenaga Nuklir, LPP TVRI, dan LPP RRI. Opini TMP diberikan kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta Badan Keamanan Laut (Bakamla). Alasan pemberian opini TMP pada Kementerian Kelautan dan Perikanan di antaranya pembatasan lingkup pada belanja modal dan belanja barang. Pada Badan Keamanan Laut antara lain karena aset tetap konstruksi dalam proses (KDP) tidak dapat diyakini keberadaannya, serta pembatasan lingkup pemeriksaan. Sehingga BPK tidak memiliki keyakinan yang memadai untuk menyatakan opini kewajaran atas laporan keuangan KKP dan BAKAMLA.

Permasalahan dari 8 LKKL yang belum memperoleh opini WTP tersebut secara keseluruhan tidak berdampak material pada kesesuaian LKPP Tahun 2017 terhadap Standar Akuntansi Pemerintahan. Permasalahan pada 8 LKKL tersebut meliputi permasalahan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), Belanja Barang, Belanja Modal, Piutang Bukan Pajak, Persediaan, Aset Tetap, Aset Lainnya, dan Utang kepada Pihak Ketiga.

Dalam pemeriksaan atas LKPP Tahun 2017 ini, BPK juga menyampaikan temuan-temuan pemeriksaan atas Sistem Pengendalian Intern dan Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-undangan. Karena itu, kata dia, BPK merekomendasikan pemerintah agar melakukan perbaikan pengelolaan dan pertanggungjawaban APBN tahun mendatang. Di antaranya yakni :
  • sistem informasi penyusunan LKPP Tahun 2017 belum dapat menyelesaikan selisih transaksi antar entitas dan transaksi timbal balik serta sistem pengendalian piutang perpajakan masih memiliki kelemahan;
  • utang/piutang atas kelebihan/kekurangan pendapatan badan usaha dari selisih Harga Jual Eceran (HJE) Formula dan HJE penetapan pemerintah atas penyaluran minyak solar dan premium belum dilaporkan dan diselesaikan.
  • dana cadangan program Jaminan Kesehatan Nasional tahun 2017 belum mampu menyelesaikan permasalahan defisit Dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan;
  • penatausahaan dan pencatatan PNBP, belanja, piutang PNBP, persediaan, aset tetap, dan utang, terutama pada kementerian/lembaga yang belum memperoleh opini WTP; serta
  • penambahan pagu anggaran subsidi listrik tahun 2017 sebesar Rp. 5,22 Triliun tidak sesuai UU APBN-P dan tidak berdasarkan pertimbangan yang memadai.
Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Soeja Djanegara, saat penyampaikan laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan Pemerintah Pusat 2017 di Istana Negara, Jakarta, Senin (4/6/2018) menyampaikan hasil pemeriksaan laporan keuangan pemerintah pusat kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Menurut BPK, kualitas opini terhadap 87 laporan keuangan Kementerian/Lembaga (LKKL) dan 1 laporan keuangan Bendahara Umum Negara (LKBUN) pada 2017 meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap 80 LKKL/ LKBUN meningkat hingga 91 persen pada 2017. Pada tahun sebelumnya, opini WTP ini diberikan kepada 74 LKKL/LKBUN atau sekitar 84 persen. Opini WTP ini merupakan kedua kalinya diraih setelah pemerintah pusat memperoleh WTP atas LKPP 2016. Opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) juga meningkat. Pada 2017, BPK memberikan opini WDP kepada enam LKKL yang pada tahun sebelumnya sebanyak delapan LKKL. Sedangkan, opini Tidak Menyatakan Pendapat (TMP) diberikan pada dua LKKL pada 2017 dan pada 2016 sebanyak enam LKKL.

Kabiro Humas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah (dalam pesan singkat, Senin, 4/6/2018) mengatakan opini wajar tanpa pengecualian (WTP) pada Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2017 yang diberikan BPK merupakan hal positif yang patut disyukuri bersama. Artinya dari salah satu aspek telah terjadi perbaikan yg cukup signifikan terhadap penyajian laporan keuangan pemerintah pusat. Hal tersebut dapat menjadi pendorong bersama ubtuk melalkuka perbaikan yang lebih signifikan dalam penggunaan uang negara dan khususnya pencegahan korupsi.

Wakil Ketua BPK Bahrullah Akbar di Kantor Pusat BPK, (Rabu, 30/5/2018) mengatakan, pemeriksaan itu dilakukan pada 87 Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga (LKKL) dan 1 Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LKBUN). Opini yang diberikan kepada pemerintah pusat wajar tanpa pengecualian. BPK meminta bantuan Pimpinan dan Anggota DPR untuk terus mendorong Pemerintah Pusat dalam rangka perbaikan tanggung jawab pelaksanaan APBN.

Anggota BPK RI Agung Firman Sampurna di Pusdiklat BPK RI, Kalibata, Jakarta Selatan, (Rabu, 6/6/2018) mengatakan Kemenko Polhukam, Badan Intelijen Negara (BIN), dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) memperoleh opini wajar tanpa pengecualian (WTP). Opini tersebut berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas 20 Laporan Keuangan Kementerian Lembaga (LKKL) tahun 2017 dari Auditorat Utama Keuangan Negara I Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI. Selain ketiga instansi itu, LHP diserahkan kepada 17 kementerian dan lembaga lainnya yaitu Kementerian Pertahanan, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Perhubungan, Polri, Kejaksaan RI, Lembaga Sandi Negara, Lemhannas, Wantannas, Bakamla, Komnas HAM, Komisi Pemberantasan Korupsi, Badan Narkotika Nasional, Komisi Pemilihan Umum, Bawaslu, BMKG, dan Basarnas. Namun, opini WTP yang diterima belum tentu bisa diulangi pada tahun selanjutnya. Karena itu bergantung pada upaya setiap instansi negara untuk meningkatkan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan negara. WTP tahun ini tidak menjamin kementerian dan lembaga negara yang menerima akan mendapatkan hal yang sama tahun depan, oleh karena itu setiap instansi perlu terus mengupayakan pengelolaan keuangan negara yang akuntabilitas.

Auditor Utama Keuangan I (Tortama I) Heru Khresna Reza mengatakan, BAKAMLA tak memberikan laporan keuangan yang masih ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi. Karena itulah, BPK tak mengetahui apakah laporan keuangan Bakamla 2017 wajar atau tidak. Tahun 2016 lalu BAKAMLA juga disclaimer (opini TMP). Untuk kasus yang masih ditangani KPK tidak diberikan ke BPK.

Menko Polhukam Wiranto setuju dengan pernyataan Agung Firman bahwa WTP bukan lah prestasi tapi sebuah kewajiban kementerian dan lembaga sebagai pengelola keuangan negara. Itu uang rakyat dan harus hati-hati dikelola.

Anggota III BPK RI, Agus Joko Pramono yang mendampingi Wakil Ketua BPK RI, di Auditorium BPK RI, Jakarta, (Jumat, 20/6/2014) mengatakan Banyaknya entitas yang memperoleh opini WTP, menunjukkan bahwa sebagian besar kementerian/lembaga di lingkungan pemeriksaan AKN III telah menerapkan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) sesuai dengan PP nomor 71 tahun 2010. Setelah tahun 2011 dan 2012 tidak ada yang mendapatkan opini disclaimer. Pemeriksaan atas laporan keuangan tidak dirancang untuk menilai efisiensi dan kehematan penggunaan sumber daya dan juga tidak ditujukan untuk menilai keberhasilan pencapaian target atau tujuan entitas atau program. Namun, BPK RI harus mengungkapkan dalam laporan pemeriksaan apabila menemukan ketidakpatuhan, kecurangan, dan ketidakpatutan baik yang berpengaruh terhadap opini maupun tidak.

Wakil Ketua BPK RI menambahkan, pemeriksaan laporan keuangan menekankan bagaimana menggunakan uang, mengelola aset, mencatat pengeluaran, penerimaan, kekayaan, dan kewajiban. Pemeriksaan laporan keuangan itu bukan memeriksa kinerja kementerian/lembaga dalam pencapaian tujuan, tetapi kinerja dalam pengelolaan sumber daya. Transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara sudah menjadi komitmen pemerintah. Oleh karena itu, kementerian/lembaga yang belum memperoleh opini WTP untuk segera membuat action plan, mendiagnosis masalah, agar dapat memperbaiki laporan keuangannya. Sebelumnya, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) serta Badan Informasi Geopasial memperoleh opini disclaimer.

Anggota V BPK Perwakilan DKI Jakarta Isma Yatun di DPRD DKI Jakarta, (Senin, 28/5/2018) mengatakan, opini WTP diberikan kepada DKI atas usahanya menindaklanjuti rekomendasi-rekomendasi BPK. Di beberapa tahun terakhir atas rekomendasi tersebut, Pemprov DKI Jakarta membuat satuan kerja organisasi yaitu Badan Pengelola Aset Daerah. Dari mulai pembentukan organisasi SDM, sampai sistem dengan adanya inventaris barang. Di tahun sebelumnya, BPK memberikan opini wajar dengan pengecualian (WDP). Hal itu dikarenakan pengendalian pencatatan Barang Milik Daerah (aset tetap) yang belum memadai. BPK meminta pencatatan dan pengamanan aset DKI dikelola lebih baik lagi ke depan. BPK juga memberikan penekanan atas suatu hal yaitu perlunya perhatian terhadap penatausahaan aset tetap secara sistematis dan berkelanjutan, mengingat besarnya nilai jumlah serta kompleksitas jenis aset tetap Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Kepala BPK Perwakilan Sumatera Utara, Vincentia Moli Ambar Wahyuni saat menyerahkan audit atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017 secara langsung LHP LKPD kepada Ketua DPRD Provinsi Sumatera Utara, Wagirin Arman dan Gubernur Provinsi Sumatera Utara, Tengku Erry Nuradi mengatakan pemeriksaan Keuangan tidak dimaksudkan untuk mengungkapkan adanya penyimpangan (fraud) dalam pengelolaan keuangan. Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), termasuk implementasi rencana aksi yang telah dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Utara maka BPK memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).

Meski demikian jika pemeriksa menemukan adanya penyimpangan, kecurangan, atau pelanggaran terhadap ketentuan perundangundangan khususnya yang berdampak adanya potensi dan indikasi kerugian negara, maka hal ini harus diungkap dalam laporan hasil pemeriksaan. Dalam batas tertentu terkait materialitasnya hal ini mungkin mempengaruhi opini atau mungkin juga tidak mempengaruhi opini atas kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan.

Dengan demikian opini yang diberikan oleh pemeriksa termasuk opini WTP merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai kewajaran laporan keuangan, bukan merupakan jaminan tidak adanya fraud yang ditemui atau kemungkinan timbulnya fraud dikemudian hari.

SUMBER :

No comments:

Post a Comment

Saran-Kritik-Komentar Anda sangat bermanfaat.
Terima Kasih Telah Bergabung.