Ketua
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Moermahadi Soerja Djanegara, memberikan opini
Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) pada Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas LKPP
Tahun 2017. Hal itu disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam
Sidang Paripurna DPR di Jakarta hari ini (31/5/2018). Opini WTP mengandung arti
bahwa pertanggungjawaban pemerintah atas pelaksanaan APBN tahun 2017 dalam
laporan keuangan secara material telah disajikan dengan Standar Akuntansi
Pemerintahan.
Ketua
BPK menyebutkan bahwa opini WTP diberikan kepada LKPP Tahun 2017 berdasarkan
hasil pemeriksaan atas 87 Laporan Keuangan Kementerian Lembaga (LKKL) dan 1
Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LKBUN) Tahun 2017. Terdapat 79 LKKL dan
1 LKBUN yang memperoleh opini WTP. BPK juga memberikan opini Wajar Dengan
Pengecualian (WDP) pada 6 LKKL dan opini Tidak Memberikan Pendapat (TMP) pada 2
LKKL.
Dari
pantauan dan pemeriksaan BPK RI pada periode 2005 sampai semester II 2017
mencatat sebanyak 13.469 rekomendasi atau 80,14 persen senilai Rp 5,09 triliun
rupiah telah dilaksanakan. Opini WDP diberikan kepada Kementerian Pertahanan,
Kementerian Pemuda dan Olahraga, Komisi Nasional HAM, Badan Pengawas Tenaga
Nuklir, LPP TVRI, dan LPP RRI. Opini TMP diberikan kepada Kementerian Kelautan
dan Perikanan, serta Badan Keamanan Laut (Bakamla). Alasan pemberian opini TMP
pada Kementerian Kelautan dan Perikanan di antaranya pembatasan lingkup pada
belanja modal dan belanja barang. Pada Badan Keamanan Laut antara lain karena
aset tetap konstruksi dalam proses (KDP) tidak dapat diyakini keberadaannya,
serta pembatasan lingkup pemeriksaan. Sehingga BPK tidak memiliki keyakinan
yang memadai untuk menyatakan opini kewajaran atas laporan keuangan KKP dan BAKAMLA.
Permasalahan
dari 8 LKKL yang belum memperoleh opini WTP tersebut secara keseluruhan tidak
berdampak material pada kesesuaian LKPP Tahun 2017 terhadap Standar Akuntansi
Pemerintahan. Permasalahan pada 8 LKKL tersebut meliputi permasalahan
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), Belanja Barang, Belanja Modal, Piutang
Bukan Pajak, Persediaan, Aset Tetap, Aset Lainnya, dan Utang kepada Pihak
Ketiga.
Dalam
pemeriksaan atas LKPP Tahun 2017 ini, BPK juga menyampaikan temuan-temuan
pemeriksaan atas Sistem Pengendalian Intern dan Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-undangan.
Karena itu, kata dia, BPK merekomendasikan pemerintah agar melakukan perbaikan
pengelolaan dan pertanggungjawaban APBN tahun mendatang. Di antaranya yakni :
- sistem informasi penyusunan LKPP Tahun 2017 belum dapat menyelesaikan selisih transaksi antar entitas dan transaksi timbal balik serta sistem pengendalian piutang perpajakan masih memiliki kelemahan;
- utang/piutang atas kelebihan/kekurangan pendapatan badan usaha dari selisih Harga Jual Eceran (HJE) Formula dan HJE penetapan pemerintah atas penyaluran minyak solar dan premium belum dilaporkan dan diselesaikan.
- dana cadangan program Jaminan Kesehatan Nasional tahun 2017 belum mampu menyelesaikan permasalahan defisit Dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan;
- penatausahaan dan pencatatan PNBP, belanja, piutang PNBP, persediaan, aset tetap, dan utang, terutama pada kementerian/lembaga yang belum memperoleh opini WTP; serta
- penambahan pagu anggaran subsidi listrik tahun 2017 sebesar Rp. 5,22 Triliun tidak sesuai UU APBN-P dan tidak berdasarkan pertimbangan yang memadai.
Ketua
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Soeja Djanegara, saat penyampaikan laporan hasil
pemeriksaan atas laporan keuangan Pemerintah Pusat 2017 di Istana Negara,
Jakarta, Senin (4/6/2018) menyampaikan hasil pemeriksaan laporan keuangan
pemerintah pusat kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Menurut BPK, kualitas
opini terhadap 87 laporan keuangan Kementerian/Lembaga (LKKL) dan 1 laporan
keuangan Bendahara Umum Negara (LKBUN) pada 2017 meningkat dibandingkan tahun
sebelumnya. Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap 80 LKKL/ LKBUN
meningkat hingga 91 persen pada 2017. Pada tahun sebelumnya, opini WTP ini
diberikan kepada 74 LKKL/LKBUN atau sekitar 84 persen. Opini WTP ini merupakan
kedua kalinya diraih setelah pemerintah pusat memperoleh WTP atas LKPP 2016. Opini
Wajar Dengan Pengecualian (WDP) juga meningkat. Pada 2017, BPK memberikan opini
WDP kepada enam LKKL yang pada tahun sebelumnya sebanyak delapan LKKL.
Sedangkan, opini Tidak Menyatakan Pendapat (TMP) diberikan pada dua LKKL pada
2017 dan pada 2016 sebanyak enam LKKL.
Kabiro
Humas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah (dalam pesan singkat,
Senin, 4/6/2018) mengatakan opini wajar tanpa pengecualian (WTP) pada Laporan
Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2017 yang diberikan BPK merupakan hal
positif yang patut disyukuri bersama. Artinya dari salah satu aspek telah
terjadi perbaikan yg cukup signifikan terhadap penyajian laporan keuangan
pemerintah pusat. Hal tersebut dapat menjadi pendorong bersama ubtuk melalkuka
perbaikan yang lebih signifikan dalam penggunaan uang negara dan khususnya
pencegahan korupsi.
Wakil
Ketua BPK Bahrullah Akbar di Kantor Pusat BPK, (Rabu, 30/5/2018) mengatakan,
pemeriksaan itu dilakukan pada 87 Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga
(LKKL) dan 1 Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LKBUN). Opini yang
diberikan kepada pemerintah pusat wajar tanpa pengecualian. BPK meminta bantuan
Pimpinan dan Anggota DPR untuk terus mendorong Pemerintah Pusat dalam rangka
perbaikan tanggung jawab pelaksanaan APBN.
Anggota
BPK RI Agung Firman Sampurna di Pusdiklat BPK RI, Kalibata, Jakarta Selatan, (Rabu,
6/6/2018) mengatakan Kemenko Polhukam, Badan Intelijen Negara (BIN), dan Badan
Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) memperoleh opini wajar tanpa
pengecualian (WTP). Opini tersebut berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP)
atas 20 Laporan Keuangan Kementerian Lembaga (LKKL) tahun 2017 dari Auditorat
Utama Keuangan
Negara I Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI. Selain ketiga instansi itu, LHP
diserahkan kepada 17 kementerian dan lembaga lainnya yaitu Kementerian
Pertahanan, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Luar Negeri, Kementerian
Perhubungan, Polri, Kejaksaan RI, Lembaga Sandi Negara, Lemhannas, Wantannas,
Bakamla, Komnas HAM, Komisi Pemberantasan Korupsi, Badan Narkotika Nasional,
Komisi Pemilihan Umum, Bawaslu, BMKG, dan Basarnas. Namun, opini WTP yang
diterima belum tentu bisa diulangi pada tahun selanjutnya. Karena itu
bergantung pada upaya setiap instansi negara untuk meningkatkan akuntabilitas
dalam pengelolaan keuangan negara. WTP tahun ini tidak menjamin kementerian dan
lembaga negara yang menerima akan mendapatkan hal yang sama tahun depan, oleh
karena itu setiap instansi perlu terus mengupayakan pengelolaan keuangan negara
yang akuntabilitas.
Auditor
Utama Keuangan I (Tortama I) Heru Khresna Reza mengatakan, BAKAMLA tak
memberikan laporan keuangan yang masih ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi.
Karena itulah, BPK tak mengetahui apakah laporan keuangan Bakamla 2017 wajar
atau tidak. Tahun 2016 lalu BAKAMLA juga disclaimer (opini TMP). Untuk kasus
yang masih ditangani KPK tidak diberikan ke BPK.
Menko
Polhukam Wiranto setuju dengan pernyataan Agung Firman bahwa WTP bukan lah
prestasi tapi sebuah kewajiban kementerian dan lembaga sebagai pengelola
keuangan negara. Itu uang rakyat dan harus hati-hati dikelola.
Anggota
III BPK RI, Agus Joko Pramono yang mendampingi Wakil Ketua BPK RI, di
Auditorium BPK RI, Jakarta, (Jumat, 20/6/2014) mengatakan Banyaknya entitas
yang memperoleh opini WTP, menunjukkan bahwa sebagian besar kementerian/lembaga
di lingkungan pemeriksaan AKN III telah menerapkan Standar Akuntansi
Pemerintahan (SAP) sesuai dengan PP nomor 71 tahun 2010. Setelah tahun 2011 dan
2012 tidak ada yang mendapatkan opini disclaimer. Pemeriksaan atas laporan
keuangan tidak dirancang untuk menilai efisiensi dan kehematan penggunaan
sumber daya dan juga tidak ditujukan untuk menilai keberhasilan pencapaian
target atau tujuan entitas atau program. Namun, BPK RI harus mengungkapkan
dalam laporan pemeriksaan apabila menemukan ketidakpatuhan, kecurangan, dan
ketidakpatutan baik yang berpengaruh terhadap opini maupun tidak.
Wakil
Ketua BPK RI menambahkan, pemeriksaan laporan keuangan menekankan bagaimana
menggunakan uang, mengelola aset, mencatat pengeluaran, penerimaan, kekayaan,
dan kewajiban. Pemeriksaan laporan keuangan itu bukan memeriksa kinerja
kementerian/lembaga dalam pencapaian tujuan, tetapi kinerja dalam pengelolaan
sumber daya. Transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara sudah
menjadi komitmen pemerintah. Oleh karena itu, kementerian/lembaga yang belum
memperoleh opini WTP untuk segera membuat action plan, mendiagnosis masalah,
agar dapat memperbaiki laporan keuangannya. Sebelumnya, Kementerian Pariwisata
dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) serta Badan Informasi Geopasial memperoleh
opini disclaimer.
Anggota
V BPK Perwakilan DKI Jakarta Isma Yatun di DPRD DKI Jakarta, (Senin, 28/5/2018)
mengatakan, opini WTP diberikan kepada DKI atas usahanya menindaklanjuti
rekomendasi-rekomendasi BPK. Di beberapa tahun terakhir atas rekomendasi
tersebut, Pemprov DKI Jakarta membuat satuan kerja organisasi yaitu Badan
Pengelola Aset Daerah. Dari mulai pembentukan organisasi SDM, sampai sistem
dengan adanya inventaris barang. Di tahun sebelumnya, BPK memberikan opini
wajar dengan pengecualian (WDP). Hal itu dikarenakan pengendalian pencatatan
Barang Milik Daerah (aset tetap) yang belum memadai. BPK meminta pencatatan dan
pengamanan aset DKI dikelola lebih baik lagi ke depan. BPK juga memberikan
penekanan atas suatu hal yaitu perlunya perhatian terhadap penatausahaan aset
tetap secara sistematis dan berkelanjutan, mengingat besarnya nilai jumlah
serta kompleksitas jenis aset tetap Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Kepala
BPK Perwakilan Sumatera Utara, Vincentia Moli Ambar Wahyuni saat menyerahkan audit
atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Provinsi Sumatera Utara Tahun
Anggaran 2017 secara langsung LHP LKPD kepada Ketua DPRD Provinsi Sumatera
Utara, Wagirin Arman dan Gubernur Provinsi Sumatera Utara, Tengku Erry Nuradi
mengatakan pemeriksaan Keuangan tidak dimaksudkan untuk mengungkapkan adanya
penyimpangan (fraud) dalam pengelolaan keuangan. Berdasarkan pemeriksaan yang
telah dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), termasuk implementasi
rencana aksi yang telah dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Utara
maka BPK memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
Meski
demikian jika pemeriksa menemukan adanya penyimpangan, kecurangan, atau
pelanggaran terhadap ketentuan perundangundangan khususnya yang berdampak
adanya potensi dan indikasi kerugian negara, maka hal ini harus diungkap dalam
laporan hasil pemeriksaan. Dalam batas tertentu terkait materialitasnya hal ini
mungkin mempengaruhi opini atau mungkin juga tidak mempengaruhi opini atas kewajaran
laporan keuangan secara keseluruhan.
Dengan
demikian opini yang diberikan oleh pemeriksa termasuk opini WTP merupakan
pernyataan profesional pemeriksa mengenai kewajaran laporan keuangan, bukan
merupakan jaminan tidak adanya fraud yang ditemui atau kemungkinan timbulnya
fraud dikemudian hari.
SUMBER
:
No comments:
Post a Comment
Saran-Kritik-Komentar Anda sangat bermanfaat.
Terima Kasih Telah Bergabung.