Presiden
Amerika Serikat (AS) Donald Trump memberi warning perang dagang ke Indonesia
terkait tengah dilaksanakannya evaluasi produk asal Indonesia yang selama ini
diberi perlakuan khusus. Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump mengancam
akan mengenakan tarif bea masuk 124 produk asal Indonesia. Padahal Indonesia
merupakan salah satu negara Generalized Sisytem of Preference (GPS) dari
pemerintah AS, yaitu negara yang mendapat fasilitas keringanan bea masuk dari
negara maju untuk produk-produk ekspor negara berkembang dan miskin.
Dalam siaran
pers tertanggal 12 April 2018, Deputy USTR Jeffrey Gerish (dikutip dari CNBC
Indonesia, Jumat, 6/7/2018) mengatakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald
Trump berkomitmen menjamin bahwa seluruh negara penerima manfaat GSP menjunjung
tinggi prinsip tawar-menawar mereka dengan terus mematuhi kriteria kelayakan
yang diatur oleh Kongres. Diharapkan India, Indonesia, dan Kazakhstan dapat
bekerja sama dengan untuk membahas kekhawatiran yang mendasari review ini.
Kekhawatiran dimaksud adalah terkait kriteria dalam GSP soal akses pasar serta
jasa dan investasi. Indonesia telah menerapkan beragam hambatan perdagangan dan
investasi yang mengakibatkan dampak negatif yang serius atas perdagangan AS.
Perwakilan
Perdagangan Amerika Serikat atau United States Trade Representative (USTR)
telah melakukan evaluasi terhadap India, Indonesia, dan Kazakhstan terkait
dengan pantas atau tidaknya tiga negara itu menerima generalized system of
preferences (GSP). Evaluasi ini didasari adanya kekhawatiran atas kepatuhan
negara-negara terhadap program GSP itu.
Pada Oktober
2017, USTR memulai proses penilaian tiga tahunan terhadap kelayakan negara
penerima GSP. Tahap pertama mencakup 25 negara penerima GSP di Asia dan
kepulauan Pasifik. USTR juga menerima petisi dari stakeholders di AS yang
meminta diadakannya kembali peninjauan ulang atas kelayakan negara penerima
GSP. Berdasarkan analisa informasi dari proses penilaian serta petisi yang
diterima dari stakeholders, USTR akhirnya menetapkan peninjauan ulang atas kelayakan
Indonesia sebagai penerima GSP.
Ketua Tim
Ahli Wakil Presiden, Sofjan Wanandi, dalam Halal Bihalal APINDO, di Jakarta,
(Kamis, 5/7/2018) mengatakan Donald Trump saat ini tengah mengambil
ancang-ancang untuk mencabut beberapa tarif khusus yang diberikan Amerika
Serikat (AS) kepada Indonesia. Ini dilatarbelakangi atas putusan AS agar
Indonesia tak membanjiri negeri tersebut dengan produk ekspor asal Tanah Air. AS
sudah kasih warning, kalau ekspor Indonesia tidak boleh lebih banyak kepada AS.
Ada aturan yang diberikan, beberapa special tarif arrangement mau cabut.
Terutama di bidang tekstil. Memang saat ini keadaan perekonomian global tengah
berada dalam ketidakpastian (uncertainty). Pemicunya kerap berasal dari
kebijakan yang diambil Presiden AS Donald Trump yang memang susah ditebak.
Perang dagang US-China ini kayak apa? apa benar terjadi? Tidak ada yang
mengerti Trump maunya apa. Oleh karena itu, diharapkan di tengah ancang-ancang
perang dagang AS-China, semua pengusaha untuk tetap menjaga situasi bisnis
masing-masing sembari terus melakukan koordinasi dengan pemerintah. Jadi jaga
saja cash flow-nya masing-masing, jaga perusahaan masing-masing, karena efeknya
tidak akan terjadi segera, tapi setelahnya. Meski merasakan ketidakpastian,
warga di Amerika tidak terlalu memperhitungkan hal tersebut karena ekonomi di
sana sedang tumbuh pesat. Di Amerika saat ini mal-mal penuh, restoran penuh.
Tingkat penganggurannya juga paling kecil.
Ketua
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) bidang Hubungan Internasional dan
Investasi Shinta Widjaja Kamdani di Jakarta, (Kamis, 5/7/2018) menyebut saat
ini Trump sedang mengevaluasi sekitar 124 produk. GSP (The Generalized System
of Preferences/Sistem Preferensi Umum) sedang di-review, dan ada sekitar 124
produk dan sektor yang saat ini sedang dalam review. Dari 124 produk asal
Indonesia yang sedang direview Trump diantaranya kayu plywood, cotton, dan lain
sebagainya. Sementara tekstil tidak termasuk di dalamnya, tapi dia juga kena
akan direview secara menyeluruh untuk lebih mendapatkan manfaatnya. Lalu juga
ada produk-produk pertanian, udang dan kepiting kalau nggak salah. GSP sendiri adalah semacam sistem
penghapusan bea masuk untuk produk impor dari negara yang dianggap AS sektor
industrinya masih berkembang. Kalau kehilangan GSP-nya, ekspor ke AS akan lebih
mahal karena tarifnya lebih tinggi. Saat ini pemerintah Indonesia dan asosiasi
juga sudah dipanggil ke AS untuk dengar pendapat (hearing). Proses evaluasi GSP
itu, sudah memasuki tahap public hearing. Nanti asosiasi, importir dari sana,
juga dipanggil. Ada panel pendukung dan panel oposisi. Juli ini (sekitar
tanggal 19) ada review kedua.
Ketua Umum
Apindo, Hariyadi Sukamdani, mengatakan sebetulnya GSP untuk tekstil Indonesia
sudah dihapus AS sejak Januari 2018. Jadi memang AS menerapkan itu tidak hanya
ke China, tapi semua negara yang AS defisit, termasuk Indonesia. Itu tantangan
ke ekpor Indonesia.
Menteri
Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita Jakarta, (Kamis, 5/7/2018) berkomentar
bahwa kini Pemerintah AS sedang mengevaluasi keberadaan generalized system of
preference (GSP) yang diberikan ke produk-produk asal Indonesia.terkait ancaman
perang dagang Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump terhadap Indonesia.
GSP-nya itu, termasuk dalam negara yang memiliki surplus besar makanya sudah
kirim surat dan sudah menyampaikan mengenai yang pasti ada perbedaan angka
dulu, bagaimana menghitungnya, jumlah defisit mereka dengan surplus kita
berbeda angkanya. Berdasarkan hitungan yang dilakukan surplus Indonesia bukan
berasal dari daftar bea masuk yang dikenakan. Untuk itu, pendekatan dan lobi
digunakan KEMENDAG untuk menyampaikan hal tersebut. Duta Besar Indonesia di AS
pun telah diminta untuk membantu Kemendag, menyampaikan pendekatan dan
melakukan komunikasi dengan Amerika untuk meyakinkan, sebab pada dasarnya tidak
setuju dengan perang dagang karena semua pihak akan dirugikan, lebih senang
kolaborasi. Ancaman AS itu karena ada defisit dalam hubungan perdagangan
AS-Indonesia. Padahal, ada kesalahan penghitungan dari pihak Amerika Serikat.
Untuk menyelesaiakan persoalan tersebut, Yang GSP-nya, termasuk dalam daftar
negara yang memiliki surplus yang besar. Tapi sudah kirim surat dan sudah
menyampaikan mengenai yang pasti ada perbedaan angka dulu, bagaimana
menghitungnya, jumlah defisit mereka dengan surplus kita berbeda angkanya.
GSP (The Generalized System of
Preferences/Sistem Preferensi Umum) Indonesia sedang di-review, dan ada sekitar
124. Dari 124 produk asal Indonesia yang sedang di-review Trump diantaranya
kayu plywood, cotton, dan lain sebagainya.
Indonesia
dan AS pun sedang mengupayakan hubungan diplomasi membahas mengenai masalah
tersebut. Pasalnya, jika GSP ini dihilangkan maka bea masuk ekspor produk
Indonesia ke AS lebih mahal. Itu yang jadi kuncinya, karena kalau kita
kehilangan GSPnya, kita ekspor kesana akan lebih mahal karena tarifnya lebih
tinggi.
Namun demikian,
Pemerintah Indonesia tak segan mengambil tindakan jika Trump tetap dengan
ancamannya. Kalau ditekan, maka hal itu (perang dagang) bisa dilakukan. Sama
halnya dengan AS dan China. Imbasnya akan berdampak di seluruh dunia.
Menanggapi
hal tersebut Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita di Kementerian
Perdagangan, (Kamis, 5/7/2018) menjelaskan, jika Indonesia mendapat tekanan
tersebut maka RI akan melakukan 'serangan balik'. 'Serangan balik' pernah
dilakukan saat sawit RI diancam dilarang masuk Eropa, maka RI 'mengancam balik'
akan melarang produk eropa masuk ke Indonesia. Enggartiasto mencontohkan salah
satu perlawanan yang pernah dilakukan terhadap pemerintah Norwegia. Norwegia
melarang masuknya impor sawit dari Indonesia, pihak Indonesia juga mengancam
tidak akan mengizinkan komoditi andalan Norwegia yaitu ikan salmon masuk ke
Indonesia. Akhirnya, perlawanan tersebut berhasil dan pihak Norwegia batal
memblokir kelapa sawit asal Indonesia. Untuk itu, optimistis perang dagang
Amerika dengan Indonesia bisa dicegah. GSP itu masih dalam pembicaraan untuk
tidak masuk dalam watch list itu, dan nanti akan bahas.
Menteri
Koordinator (Menko) Perekonomian Darmin Nasution dan Menteri Perindustrian
Airlangga Hartarto melakukan rapat soal peningkatan investasi dan ekspor di
sektor industri. Rapat tersebut berlangsung selama 2,5 jam dari pukul 09.00 WIB
hingga 11.30 WIB. Rapat membahas rencana membuat working grup atau kerja sama
lintas kementerian untuk memperbaiki neraca perdagangan ekspor-impor Indonesia
di tengah gempuran perang dagang Amerika Serikat (AS) dan China.
Menteri
Perindustrian Airlangga Hartarto di Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian, Jakarta, (Jumat, 6/7/2018) mengatakan rapat itu mengenai neraca
pembayarannya, melihat sektor-sektor yang bisa untuk memperbaiki impor dan
ekspor, salah satunya perlu mengantisipasi adanya trade war dengan Amerika dan
dampaknya karena trade war ini dampaknya bisa satu sector. Harus dipersiapkan
agar tidak menjadi kebanjiran impor karena selama ini produksi baja krakatau
steel, misalnya, kalau dibanjiri oleh produk impor sulit untuk bisa
meningkatkan utilisasi pabrik. Selain sektor baja, sektor keramik bisa
terdampak dari perang dagang. Hal ini pun bisa menjadi pukulan bagi industri di
Indonesia. Oleh karena itu, kerja sama lintas kementerian tersebut diharapkan
bisa membantu dengan memanfaatkan bahan baku dari dalam negeri. Jadi kalau
industri tidak mendapatkan gas sesuai dengan apa yang diharapkan ditambah lagi
kebanjiran impor maka industri itu kena double hit. Dua kali pukulan, karena
itu tadi disampaikan perlu membuat working group, working level agar industri
baja kemudian industri keramik itu bisa memanfaatkan dalam negeri (bahan baku).
Selain itu,
pemerintah akan mendorong investasi dengan cara substitusi atau mengganti bahan
baku impor. Hal itu akan dilakukan dengan investasi. Cara penghematannya adalah
substitusi impor. Nah substitusi impor bahan baku kita dorong untuk investasi.
Tetapi kalau industri yang ada itu kan immediately langsung penghematan devisa.
Nah yang bisa langsung penghematan devisa ini harus digenjot karena ini
hasilnya instan.
Sementara
itu, kerja sama tersebut juga akan membahas untuk swap rate atau kesepakatan
pertukaran pembayaran yang saat ini berkaitan dengan pelemahan nilai tukar
rupiah terhadap dolar. Hal ini agar sebagai upaya mendorong sektor industri. Di
tengah pelemahan kurs akibat gejolak ataupun global ini, ekonomi AS membaik
mereka tingkatkan tingkat suku bunga. Kemudian di Eropa juga ekonomi membaik,
Indonesia yang menggunakan rezim devisa bebas dan sekarang kita tahu di capital
market 45% sampai 50% adalah investor asing sehingga ini rentan terhadap
capital flight. Oleh karena itu perlu didorong dengan BI adalah swap rate yang
jelas untuk longterm swap rate. Dengan swap rate yang jelas maka mereka yang
punya devisa hasil ekspor bisa dengan cepat dia merupiahkan ekspor dan pada
saat mereka butuh terhadap dolar mereka bisa cari dolar. Jadi itulah yang
dibahas untuk kemudian dibuat dalam working grup detail.
Walau siap
melawan, barangkali solusi terbaik bukanlah perang!
Semoga
ekonomi Indonesia tetap Jaya.
SUMBER :
No comments:
Post a Comment
Saran-Kritik-Komentar Anda sangat bermanfaat.
Terima Kasih Telah Bergabung.