Mismatch Janji
Rumah murah
Dalam urusan
perumahan, pemerintah Indonesia belum bisa memenuhi hak warga negara secara
baik. Bahkan, dalam soal penyedian rumah yang layak, pemerintah bisa dinilai
melanggar Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang telah diproklamirkan
Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB). Pelanggaran tersebut dituduhkan akibat
ketidakmampuan pemerintah dalam mengurangi angka kumulatif kekurangan (backlog)
perumahan. Jumlah di tanah air mencapai lebih dari 13 juta unit (berdasar
perhitungan Badan Statistik Nasional tahun 2010 untuk kategori rumah milik
sendiri) dan lebih dari 8 juta unit (berdasar data Kementerian Perumahan Rakyat
tahun 2010 untuk kategori rumah layak huni).
Kebijakan
penyediaan rumah murah yang digelar pemerintah belum terealisasi maksimal.
Sebagian kalangan menyebut program pemerintah mengalami mismatch
(ketidakcocokan) saat diterapkan di lapangan. Mengapa? Apakah ada program lain
yang disiapkan pemerintah?
Sekelumit
persoalan muncul dalam pengentasan backlog perumahan. Misalnya harga jual rumah
yang disediakan sering kali mengalami ketidakcocokan harga yang membuat target
sasaran seperti halnya masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), kesulitan
mengakses pembiayaan semisal dalam program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan
Perumahan (FLPP) yang merupakan bentuk lain dari Kredit Pemilikan Rumah (KPR).
Ketidakcocokan
(mismatch) harga dari sejumlah program perumahan yang dicanangan akibat
tingginya suku bunga kredit perumahan bagi MBR karena ditetapkan dalam jangka
waktu yang lama, supplai rumah yang belum maksimal dari program FLPP juga
sering kali membuat kesulitan menyalurkan pembiayaan perumahaan. Pemecahan
masalah terhadap pembiayaan perumahan yang selama ini dinilai masih belum dapat
optimal tergarap oleh MBR menyebabkan masalah pengentasan backlog urung
mengalami banyak kendala.
Kalangan
Perbankan menilai dibutuhkan konsep pembiayaan yang lebih strategis yang dapat
menghimpun dana pembiayaan yang berbasiskan peran masyarakat. Pembiayaan itu
sebagai sumber utama pembiayaan perumahan dan pemukiman, agar diperoleh sumber
pendanaan perumahan yang lebih optimal. Masyarakat diajak pada suatu kontrak
tabungan dalam jumlah dana tertentu secara rutin dan berkala (mingguan dan
bulanan) hingga jangka waktu tertentu untuk memenuhi kebutuhan sejumlah dana
yang diprasyaratkan agar memperoleh rumah. Meski sepenuhnya belum dapat
dikatakan gagal, berbagai langkah pemerintah melalui Kementerian Perumahan
Rakyat (KEMENPERA) dalam mengatasi backlog perumahan khusus pada persoalan
pembiayaan, sampai saat ini masih terus digalakkan. Salah satu upaya yang
dilakukan melalui draf rancangan Tabungan Perumahan Nasional (TAPERNAS).
Sekretaris
Kementerian Perumahan Rakyat, Iskandar Saleh, mengatakan pembiayaan perumahan
seperti TAPERNAS merupakan bentuk konsep lain dari sistem jaminan sosial perumahan
bagi masyarakat. Konsep TAPERNAS dirangkum agar penyediaan perumahan dari aspek
pembiayaan lebih efektif, karena dengan TAPERNAS berbagai pihak dilibatkan
seperti pelaku usaha (employer) agar menyisihkan dari gaji pekerja. Dengan
Tapernas pemerintah, akan meleburkan semua program dari badan dan lembaga yang
selama ini menghimpun dana khusus perumahan agar semakin mengefektifkan
pengelolaan dana bagi perumahan.
Potensi Dana
Iskandar
menyebut, potensi dana Tapernas yang dapat dimobilisisasi mencapai lebih dari 3
triliun rupiah jika mengacu pada anggota aktif Jamsostek yang jumlah mencapai 8
juta peserta, jumlah tersebut melebihi jumlah anggaran perumahan yang
ditetapkan pemerintan sebesar 2,7 triliun rupiah per tahun. Target
Undang-Undang tentang Tabungan Perumahan Nasional akan masuk dalam Program
Legislasi Nasional Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada 2013 mendatang,
sebagaimana Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman Bab X Pasal 124. Sebagaimana Undang-undang Sistem Jaminan Sosial
Nasional (SJSN), keberadaan Tapernas akan mendukung berdirinya housing
provident fund atau penghematan dana perumahan, melalui keterlibatan pengusaha
agar mendukung pendapatan dari hasil pekerja untuk mendukung pengadaan
perumahan. Pengaplikasian anggaran perumahan melalui Tapernas yang diikuti
sejumlah bank-bank yang bekerjasama paling tidak juga akan lebih menghemat
anggaran negara. Saya perkirakan jumlah FLPP hingga tahun 2017 atau 2020
mendatang mencapai 50 triliun rupiah, harus bisa lebih dihemat. Melalui
Tapernas, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dapat direvisi,
setidaknya menurut Iskandar APBN untuk perumahan akan menurun jumlahnya dari
sebelumnya yang ditetapkan senilai 2,7 triliun rupiah menjadi 2,3 triliun
rupiah per tahun.
anggota
Komisi V DPR, Malkan Amin, mengatakan, Tapernas nantinya mesti diarahkan secara
tepat agar dapat mengatasi backlog. Selama ini, kata Malkan, program pembiayaan
perumahan yang digalakkan pemerintah memang sedikit banyak telah menekan angka
backlog, tapi tidak sedikit juga dari sejumlah program perumahan yang dibangun
banyak yang disalahgunakan. Kebocoran anggaran belanja negara mencapai 40
persen, memang dibutuhkan secepat mungkin model pembiayaan yang lebih efektif
tidak bergantung annggaran, selain untuk mengatasi backlog. Malkan berharap
agar Tapernas nantinya dapat mengakomodir berbagai persoalan perumahan yang
selama ini justeru menghambat pengentasan backlog, karena melalui Tapernas
semua pihak termasuk target sasaran akan dapat mengawasi pelaksanaan program
perumahan rakyat. Tapernas harus segera memiliki payung hukum agar jelas
mekanisme dan aturannya. Bila perlu 6 bulan dari sekarang harus segera dibahas,
3 bulan kemudian diputuskan.
Kisah
Backlog Sukses
Mr V dan Mr
E warga negara asing yang bekerja untuk perusahaan pengembangan perangkat lunak
yang sama. Setelah tinggal di AS selama bertahun-tahun, mereka menjadi semakin
gelisah tentang situasi imigrasi mereka. Status mereka berdua di tahun 7 H-1B
adalah Sistem Arsitek berpengalaman. Mereka diberi ekstensi berdasarkan lama
Sertifikasi Buruh yang tertunda mengajukan atas nama mereka oleh majikan mereka
sebelumnya. Mereka, dan 350.000 lainnya, adalah korban Penghapusan Centeritis
Backlog , bentuk parah dari kecemasan.
Kecemasan
semacam itu jelas beralasan: di atas backlog tahun-panjang Sertifikasi Tenaga
Kerja EB-3, tanggal prioritas backlog memperpanjang antrian kartu hijau selama
beberapa tahun lagi. Dan bagaimana jika Sertifikasi Tenaga Kerja mereka
ditolak?
Mereka
menunggu tanpa batas waktu untuk persetujuan dari Pusat Penghapusan Backlog
untuk majikan yang mereka tidak lagi bekerja. Meskipun itu akan membuat sebuah
plot besar untuk "Menunggu Godot, Bagian II - Revenge of the FBI",
itu strategi imigrasi yang tidak banyak .
Beberapa
bulan lalu, duo malang memanggil kami bertanya-tanya apakah ada sesuatu yang
dapat kami lakukan untuk meningkatkan peluang mereka untuk mendapatkan kartu
hijau? Solusinya, tidak memerlukan ilmuwan roket untuk mengetahui bahwa
keselamatan mereka terletak imigrasi dalam empat surat-surat berikut : PERM.
Hal bagus
tentang pengajuan di bawah PERM adalah bahwa majikan mereka saat itu bisa
mengirimkan aplikasi baru tanpa mengganggu Sertifikasi Tenaga Kerja panjang
mereka yang tertunda . Hal ini penting karena itu adalah pendency dari aplikasi
ini oldie emas yang memungkinkan mereka untuk tetap memperpanjang status H-1B
mereka tahun demi tahun. Bahkan lebih baik, tingkat senior pekerjaan mereka
saat dibutuhkan pengalaman bertahun-tahun bahwa mereka telah mengakuisisi
bekerja untuk majikan mereka sebelumnya. Di atas derajat Sarjana mereka , dua
Sistem Arsitek sekarang memiliki setidaknya lima tahun pengalaman profesional
yang lebih kompleks. Sama seperti kupu-kupu yang indah muncul dari kepompong
jelek, tua keriput EB-3 dengan disertai jaminan mereka lima tahun telah berubah
menjadi menakjubkan, dan saat ini, EB-2s.
Kami kurang
jujur jika tidak mengungkapkan bahwa hal-hal yang tidak bergerak maju tanpa beberapa
Glitches. Karena kesalahan komputer, aplikasi PERM awal ditolak (Meskipun
perekrutan dilakukan dalam jendela 30-hari diperbolehkan di bawah peraturan,
sistem gagal untuk mengenali dan mengeluarkan penyangkalan salah). Namun,
aplikasi PERM kedua, yang disampaikan hanya beberapa hari kemudian,
mengakibatkan kedua kasus disetujui. Sekarang, kami telah mengirimkan I-140s
dan I-485s untuk kedua Mr V dan Mr E dan, dengan sedikit keberuntungan, mereka
akan mendapatkan kartu hijau mereka sebelum akhir tahun 2006!
Apa itu
backlog ?
Backlog
adalah kurangnya pasokan rumah jauh dibawah kebutuhan riil. Seperti yang kita
ketahui bahwa rumah merupakan kebutuhan utama bagi manusia dan rumah menjadi
sesuatu yang sangat penting karena dengan ketiadaan rumah layak huni dianggap
sebagi penanda paling vulgar dari kemiskinan. Semakin banyak warga yang tidak
memiliki rumah layak huni dan apalagi jika tidak memilikinya semakin dalam dan
parah kemiskinan yang mendera mereka. Backlog bukanlah gejala atau realitas
baru, sudah sejak lama pemerintah tidak mempu menyediakan rumah yang layak huni
bagi kelas menengah kebawah dan tidak pernah bertemu disatu titik. Keterbatasan
dan ketidak mampuan pemerintah dalam menyediakan rumah sesuai tingkat kebutuhan
adalah merupakan masalah besar.
Akan tetapi
yang perlu diperhatikan adalah mengapa hal ini bisa terjadi ? mengapa
pemerintah tidak bisa menyediakan rumah yang layak huni bagi kalangan
masyarakat menengah kebawah ???
Banyak
faktor yang memicu hal ini, salah satu diantaranya adalah karena :
1. Kurangnya
Pemerintah Daerah (PEMDA) yang memiliki PERDA (peraturan daerah) mengenai tata
ruang. Mengapa tata ruang sangat berhubungan dengan masalah perumahan karena
dengan adanya Perda Tata Ruang yang dimiliki oleh setiap daerah masing-masing dapat
memberikan kepastian untuk Pemerintah Pusat mengetahui lahan-lahan mana yang
dapat digunakan sebagai lokasi pembangunan perumahan bagi masyarakat.
2. Kurangnya
Bank Tanah yang di sediakan oleh PEMDA setempat. Bank tanah menjadi sangat
penting karena walaupun Pemerintah Pusat telah menganggarkan biaya untuk
perumahan tersebut tetapi jika PEMDA setempat tidak menyediakan lahan bagaimana
mungkin dapat di bangun perumahan.
Sinergi
antara Pusat dan Daerah adalah merupakan hal yang kruasial dan dibutuhkan
kerjasama antara pusat dan daerah. Tidak dapat kita bayangkan jika kerja sama
antara pusat dan daerah tidak ada atau tidak berlangsung sama sekali hal ini
tidak dapat merealisasikan kebutuhan rumah yang merupakan kebutuhan utama bagi
kehidupan. Intinya adalah sebaik apapun program dari pemerintah pusat tidak
akan berjalan sesuai harapan jika kerjasama atau sinergi dengan pemerintah
daerah belum tercipta dan terbina dengan baik. Dalam hal ini pemda menjadi
sorotan langsung karena pemdalah yang bersentuhan atau berhubungan langsing
dengan masyarakat dan sinergi sangatlah penting untuk memastikan adanya
kepedulian yang sama atas persoalan yang dihadapi oleh rakyat.
Rumah Murah
yang dijanjikan Backlog Indonesia
Menteri
Perumahan Rakyat (MENPERA) yang baru, Djan Faridz, menjanjikan akan memberikan
rumah murah senilai Rp 25 juta kepada masyarakat penghasilan rendah (MBR) dan
pegawai negeri sipil (PNS) di 23 kabupaten ataupun kota seluruh Indonesia.
Katanya rumah murah seharga Rp 25 juta per unit bagi MBR termasuk PNS merupakan
salah satu program pemerintah yang bertujuan untuk mempercepat pemenuhan
kebutuhan rumah dalam rangka mengatasi backlog sekaligus memberikan kesempatan
kepada MBR untuk memiliki aset dalam bentuk tanah dan rumah yang memenuhi persyaratan.
Begitu Janji Menpera Djan Faridz dalam rilisnya kepada Liputan6.com, Jakarta.
Untuk
merealisasikannya, Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) telah meneken
kesepakatan bersama (MoU) antara Deputi Bidang Perumahan Formal dan 23 pemerintah
kabupaten ataupun kota tentang penyediaan rumah murah bagi MBR dan PNS. Untuk
mengatasi pembayaran, Kemenpera juga akan mengalokasikan subsidi atau bantuan
Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) baik dalam bentuk pinjaman
konstruksi maupun dalam bentuk KPR tanpa uang muka serta akan mengalokasikan
stimulan PSU melalui APBN. Untuk itu, Menpera berharap ada dukungan dari
pemerintah daerah (pemda) setempat untuk menyediakan tanah dan menetapkan
lokasi pembangunan rumah murah dengan mengacu kepada Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) dan perkembangan kabupaten ataupun kota pada 15-20 tahun ke depan. Untuk luas
kavlingnya minimal 60 meter persegi di Pulau Jawa, luas lantai 36 meter persegi
sesuai dengan pasal 22 ayat (3) berdasarkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011,
sehat, cicilan terjangkau, memenuhi persyaratan keamanan dan keandalan
bangunan. Ia menambahkan jika memungkinkan, pemerintah juga menyediakan
jaringan listrik, jaringan pipa air PAM di setiap rumah murah tersebut.
Lantaran itulah, Djan Faridz meminta pada pemda setempat agar memberlakukan
proses sertifikasi tanah dengan cepat, dan dapat langsung diberikan kepada
pembeli rumah yang bersangkutan serta pemberian izin mendirikan bangunan (IMB)
tanpa dipungut retribusi.
Apakah
Janji-janji seperti ini akan terwujud? Janji yang sama sudah berulang kali
dilansir para calon pejabat ataupun pejabat kawakan. Masyarakat berharap bukti
nyata, bukan konsep yang akan-akan-dan akan dilaksanakan. Semoga saja tidak
lagi sekedar service life jabatan, atau jangan menjadikan salah sasaran sebagai
kambing hitam.
Monggo
pak-monggo tulus-monggo ooooo ……….
No comments:
Post a Comment
Saran-Kritik-Komentar Anda sangat bermanfaat.
Terima Kasih Telah Bergabung.