Bayar atau 'diterjunkan' dari Pesawat!
Lebih dari 180 orang penumpang terdampar dalam pesawat Boeing 757 ketika awak kabin mengumumkan dalam perhentian untuk pengisian bahan bakar bahwa maskapai penerbangan milik Austria itu, Comtel Air, 'kehabisan uang'. Para penumpang diberitahu, penerbangan bisa diteruskan hanya jika mereka dapat mengumpulkan dan menyerahkan uang 23.400 euro. Kalau tidak, mereka dan koper mereka akan diturunkan dari pesawat. Pasalnya, Maskapai itu rupanya tak punya uang lagi untuk beli bahan bakar.
Daily Mail, (Kamis, 17/11/2011) melaporkan, polisi lalu dipanggil saat mereka
menolak untuk turun. Persingghan selama enam jam itu berakhir saat para
penumpang digiring ke mesin ATM. Namun banyak dari mereka tidak memiliki dana
pula. Sejumlah orang akhirnya mau mengeluarkan uang setelah melalui serangkaian
janji. Pesawat yang terbang dari Amritsar, India, itu sedang singgah di Wina dalam perjalanan ke
Birmingham.
Pihak Comtel Air mengatakan akan menyelidiki
klaim itu. Bhunpinder Kandra, direktur layanan penumpang Comtel udara,
sebagaimana dikutip BBC,
mengatakan, "Saya telah mendengar apa yang terjadi, itu tidak seharusnya
terjadi, dan saya akan menyelidiki mengapa hal itu terjadi. Orang-orang yang
harus membayar uang itu akan menerima pengembalian dana." Para penumpang
itu mengatakan, mereka juga mengkhawatirkan 600 wisatawan lain dalam empat
penerbangan berbeda masih terdampar di India.
Comtel Air khusus menangani penerbangan eksekutif
dan punya sebuah jet bisnis Dassault Falcon 2000. Perusahaan ini memulai
rute komersial dari Inggris ke Amritsar bulan lalu, dengan menggunakan pesawat
Boeing 757 sewaan. Amritsar merupakan lokasi Kuil Emas, pusat spiritual dan
budaya agama Sikh, yang menarik lebih dari 100.000 pengunjung sehari, lebih
banyak ketimbang yang ke Taj Mahal.
Salah seorang penumpang pesawat itu, Tarlochan
Singh, 57 tahun, dari Wolverhampton, yang telah berada di India selama tiga
minggu, mengatakan, mereka (awak kabin) menginginkan uang tunai. Semua orang
marah, itu sebabnya kami duduk di dalam. Kami menghabiskan lebih dari enam jam
di Wina.
Satbarg Nijjar (60) yang menjemput istrinya Gurdab
Kaur Nijjar setelah liburan empat minggu di India mengatakan, mereka (para
penumpang) diberitahu bahwa perusahaan itu tidak membayar biaya pendaratan atau
pajak dan perusahaan dalam kesulitan keuangan.
Kamal Paul, 35 tahun, penumpang lain, seorang
direktur perusahaan dari Kettering, mengatakan, ia merupakah salah satu
dari rombongan berjumlah 10 orang yang bepergian ke Punjab untuk pernikahan.
Mereka dijadwalkan kembali dengan empat penerbangan berbeda tetapi ia
satu-satunya yang sampai ke rumah. Teman-teman kami masih terjebak di Amritsar.
Mereka sekarang mulai beralih ke operator lain agar bisa pulang ke rumah.
Seorang juru bicara Birmingham Airport mengatakan,
Comtel Air telah dikontrak oleh sejumlah perusahaan perjalanan Inggris untuk
memfasilitasi penerbangan ke Amritsar, melalui Wina. Comtel Air memiliki
pengaturan kontrak dengan sebuah maskapai penerbangan yang telah disetujui
untuk mengoperasikan rute itu. Jelas, kami sangat prihatin dan memahami
penderitaan yang disebabkan oleh kasus ini. Kami mendesak menyelidiki segera
untuk endapatkan penjelasan. Maskapai tersebut terdaftar di Austria dan tidak
dalam yurisdiksi Otoritas Penerbangan Sipil Inggris.
Kebobrokan Manajemen
Jatuhnya pesawat MA 60 milik PT Merpati Nusantara
Airlines buatan Xian Aircraft Company Ltd Tiongkok mengindikasikan
korupsi di tubuh maskapai penerbangan tersebut. Pemerintah perlu meminta
auditor independen untuk melakukan audit
forensik terhadap manajemen dan keuangan PT MerpatiNusantara Airlines.
Mengapa Merpati memaksakan diri membeli dan mengoperasikan pesawat yang tidak
jelas kualitasnya ini patut dipertanyakan. Terlebih pesawat ini belum
mendapat sertifikasi dari Federal Aviation Administration (FAA), badan di bawah
Departemen Transportasi AS yang bertugas mengatur dan mengawasi penerbangan
sipil di negara itu, namun lisensinya menjadi acuan dunia penerbangan
internasional. Apalagi di saat rencana pembelian pesawat jenis
ini mengemuka pada tahun 2009 lalu, mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla sempat
menolak dengan alasan kelayakan, termasuk soal belum adanya sertifikat dari FAA
tersebut. Namun penolakan itu tidak diindahkan dan proses pembelian jalan
terus.
Sedikitnya ada 13 pesawat buatan Tiongkok ini yang
kini dioperasikan Merpati, yakni di Medan 2 unit, Bali (2), Kupang
(2), Makassar (2), Ambon (1), Papua (2), dan Surabaya 2
unit. Pemaksaan operasional dengan kondisi pesawat seperti itu telah
mengakibatkan terjadinya beberapa kecelakaan dalam kurun waktu berdekatan.
Sebelum kecelakaan maut di Kaimana, Papua
Barat, yang menewaskan seluruh 25 awak dan penumpangnya, pesawat MA 60
juga pernah tergelincir keluar landasan di Bandara Eltari Kupang, pada Februari
2011. Sebelumnya, pada 2009 lalu Merpati juga pernah menghentikan
sementara pengoperasian pesawat MA-60 karena ditemukan keretakan di bagian
sayap belakang. Pengalaman sejumlah orang yang pernah menumpang MA 60 juga
mengkonfirmasi rendahnya kualitas pesawat yang kabarnya merupakan hasil
“barter” dengan suplai produk listrik dari Tiongkok ini.
Anggota Majelis Rakyat Papua Wolas Krenak
mengatakan Bunyi pesawat sangat kasar dan mudah oleng. Kalau mau jujur
CN-235 buatan IPTN jauh lebih bagus dari MA 60. Dengan kondisi seperti
itu, audit forensik menjadi sebuah kebutuhan yang mendesak. Lewat audit
forensik berbagai kebobrokan di Merpati akan terungkap. Orang-orang yang selama
ini tega bermain api mengambil keuntungan dengan mengorbankan keselamatan
penumpang berpeluang diseret ke balik jeruji besi. Melalui
audit ini pula, kerugian tak berkesudahan maskapai penerbangan pelat
merah ini bisa diungkap tuntas sebab musababnya.
Dalih yang kerap dikemukakan manajemen Merpati
selama ini bahwa salah satu alasan utama kerugian tersebut karena mereka
berkewajiban melayani jalur-jalur perintis yang kurang komersial, bisa
ditelisik kebenarannya. Pemberlakuan otonomi daerah yang membawa konsekuensi
mengalirnya uang ke daerah membuat semua orang bisa naik pesawat. Bepergian
dengan pesawat terbang bukan hal mewah lagi. Hampir semua jalur penerbangan di
daerah-daerah terpencil pun selalu dipenuhi penumpang. Tak heran muncul
maskapai-maskapai penerbangan kecil yang mengeruk untung di pasar transportasi
udara antarpulau seperti di Papua dan wilayah Indonesia timur
lainnya.
Sekadar contoh, Susi Air dan Trigana Air merupakan
sebagian dari maskapai kecil yang sanggup meraih laba dengan menyediakan jenis
layanan penerbangan tersebut. Padahal kebanyakan pesawat mereka merupakan hasil
sewaan. Karena itu, sulit diterima akal bila Merpati senantiasa berdalih rugi
karena harus melayani rute-rute terpencil. Apalagi, kita pun kerap melihat
bahwa hampir tak ada penerbangan Merpati yang kosong penumpang di daerah
kepulauan seperti di NTT. Pasti ada yang salah dalam manajemen pengelolaan aset
dan sumber daya di tubuh Merpati.
Di saat banyak maskapai penerbangan swasta dengan
modal pas-pasan bisa meraup untung, kok Merpati yang dibiayai negara, tak henti-hentinya
merugi. Mengapa Merpati tak kunjung bisa mengikuti jejak “abangnya”
Garuda, yang beberapa tahun belakangan bisa meraup laba bahkan sudah go
public. Sudah lama kita mendengar bisik-bisik, termasuk dari kalangan
internal, bahwa Merpati merupakan sarangnya koruptor. Rumor ini harus
dibuktikan. Caranya tidak lain, yakni audit forensik segera. Hasil
audit ini bisa dijadikan dasar oleh pemerintah untuk membubarkan atau
mempertahankan Merpati. Membubarkan berarti menghindarkan pemerintah dari kerugian
puluhan miliar rupiah setiap tahun. Tapi bila pemerintah tetap merasa perlu
untuk melayani jalur-jalur perintis, maka hasil audit merupakan pintu masuk
untuk melakukan pembenahan besar-besaran.
Para pejabat yang terbukti menyeleweng harus
dipecat dan diseret ke pengadilan, sementara yang tidak becus dicopot dan
diganti dengan yang kapabel dan berintegritas. Merpati tak boleh lagi
dirumorkan sebagai sarangnya koruptor. Kita percaya bila dibenahi serius,
Merpati bisa terbang tinggi mengikuti jejak Garuda. Persoalannya seberapa besar
niat pemerintah untuk membenahi institusi ini. Kita khawatir ada oknum-oknum
pemerintah yang selama ini ikut menikmati keuntungan dari kebobrokan Merpati,
termasuk dalam urusan pembelian MA 60 dari Tiongkok. Masak Merpati yang
mendapat otoritas dari negara untuk meraih laba, bisa kalah dari Susi Air dan
Trigana Air yang bermodalkan pesawat sewaan. Sungguh tak masuk di akal.
Apakah pesawat yang Anda Tumpangi Aman?
Sebelum Anda naik penerbangan berikutnya Anda
mungkin layak untuk memeriksa apakah maskapai penerbangan yang Anda gunakan
belum daftar hitam oleh otoritas penerbangan sipil karena masalah
keamanan.
Halaman
1 : menyediakan daftar hitam maskapai penerbangan oleh masyarakat
Eropa dan Amerika Serikat. Daftar berasal dari sumber-sumber resmi: Komisi
Eropa dan FAA.
Halaman
2 : memberikan rincian tentang bagaimana maskapai penerbangan asing
yang dikendalikan oleh Otoritas Penerbangan, dan kekuasaan Otoritas harus
membuat maskapai ini mematuhi peraturan tersebut.
Halaman
3 : menjelaskan bagaimana standar tingkat keselamatan yang dijamin saat
Anda naik penerbangan Anda.
Pada 7 Desember 1944, 52 negara telah mendukung
konvensi Chicago, dan setuju untuk mengatur dan menerapkan regulasi teknis
berdasarkan (Organisasi Penerbangan Sipil Internasional) arahan
ICAO. Konvensi Chicago diterapkan sejak 4 April 1947. Semua organisasi
tersirat dalam keselamatan penerbangan yang bersangkutan: maskapai penerbangan,
pemeliharaan lokakarya, sekolah pelatihan, awak, dsb.
Piagam dan maskapai penerbangan reguler
dikendalikan oleh Otoritas Penerbangan Sipil negara di mana mereka telah
menetapkan basis utama mereka. Oleh karena itu, Otoritas Nasional maskapai
penerbangan bertanggung jawab untuk memastikan bahwa udara operator pembawa
sesuai dengan standar pengawasan keselamatan minimum yang ditetapkan oleh ICAO. Hanya
Otoritas Nasional maskapai memiliki pengetahuan global dari tingkat keselamatan
penerbangan, dan dapat memutuskan apakah atau tidak maskapai diperbolehkan
untuk membawa penumpang. Kemudian, itu adalah tanggung jawab setiap negara
untuk memastikan bahwa setiap maskapai penerbangan asing telah diizinkan untuk
terbang dengan Otoritas Nasional mereka.
Selain kontrol lengkap dan sistematis di bawah
tanggung jawab Otoritas Nasional maskapai, negara-negara Eropa telah menetapkan
suatu program yang disebut SAFA (Keselamatan Penilaian Pesawat Asing), yang
terdiri dalam melakukan kontrol tepat waktu dan tak terduga. Kontrol ini
tidak menggantikan pengawasan Otoritas Nasional terus dan pengawasan, tetapi
memastikan bahwa maskapai penerbangan sesuai dengan persyaratan keselamatan
internasional. Sebagai contoh, pesawat dokumentasi, lisensi awak, dek
penerbangan dan sistem keselamatan kabin, aspek pesawat umum, pemuatan kargo diverifikasi.Kontrol
ini dibuat sedemikian rupa sehingga pesawat tidak ditunda. Akibatnya,
tergantung pada kerangka waktu yang tersedia selama pesawat berhenti, kontrol
ini dapat cukup luas untuk pasti memastikan bahwa pesawat tersebut aman, atau
terlalu pendek dan memungkinkan sebuah maskapai penerbangan yang tidak aman
akan terdeteksi.
Setelah kontrol, maskapai ini dapat diminta untuk
memperbaiki penyimpangan sebelum take-off berikutnya. Otoritas Nasional dapat
memperingatkan. Dalam kasus terburuk, dalam kasus penyimpangan serius,
maskapai penerbangan bisa dilarang dari negara sampai telah menunjukkan
kepatuhan dengan standar keselamatan internasional. Tujuan dari kontrol
ini adalah untuk menetapkan pengawasan tambahan dari maskapai penerbangan asing,
dan bahwa semua maskapai penerbangan asing tahu bahwa mereka dapat dikontrol
dan sanksi anythime ketika mereka mendarat di Eropa. Semua kontrol ini
dilakukan oleh tim khusus.
Sebuah Otoritas Nasional bertugas melakukan
pengawasan berkelanjutan dan pengawasan dari perusahaan penerbangan
nasional. Sebuah sertifikat transportasi udara
(atau dokumen yang setara) dikeluarkan oleh Otoritas Nasional untuk
maskapai penerbangan ketika telah menunjukkan bahwa maskapai
penerbangan sesuai dengan standar keselamatan yang diminta oleh
peraturan internasional saat ini. Sertifikat ini diberikan kepada maskapai
penerbangan asing oleh Otoritas mereka sendiri. Lainnya Pihak berwenang hanya
memiliki beberapa potong informasi tentang maskapai penerbangan asing.
Data yang berasal dari kontrol tanah dilakukan dalam rangka
program SAFA. Selain itu,
berkat program SAFA, Otoritas Nasional Eropamemiliki
akses ke kontrol tanah yang dilakukan oleh orang lain Otoritas
Nasional Eropa. Tapi ini tidak cukup kontrol untuk evaluasi lengkap dari
tingkat keselamatan penerbangan. Oleh karena itu, negara-negara Eropa
bekerja sama dalam rangka untuk membuat daftar hitam Eropa. Daftar ini
memberitahu para penumpang penerbangan yang keamanan tingkat telah dinilai
memuaskan oleh Otoritas Eropa.
Baca Juga :
Comtel
Air probe after passengers 'told to buy fuel' (rombizco.wordpress.com)
Stricken
airline cancels services (mirror.co.uk)
'Pay
for fuel' airline grounded (bbc.co.uk)
Second
Birmingham-bound plane 'grounded in India' after passengers pay £24,000 fees (telegraph.co.uk)
Hundreds
of passengers 'stranded in India' after seven flights cancelled (telegraph.co.uk)
Comtel
Air passengers 'forced into whip-round to pay for fuel' (independent.co.uk)
Comtel
Air passengers forced to have £20k whip-round to pay for fuel (dailymail.co.uk)
Brits
made to pay £20,000 to get home on Comtel Air flight after 'airline runs out of
cash' in Vienna (mirror.co.uk)
AUDIO:
Comtel air 'will not pay for take-off' (news.bbc.co.uk)
No comments:
Post a Comment
Saran-Kritik-Komentar Anda sangat bermanfaat.
Terima Kasih Telah Bergabung.