BPS mengumumkan
(Rilis : 2018-05-07) mengumumkan bahwa Perekonomian Indonesia berdasarkan besaran
Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga
berlaku triwulan I-2018 mencapai Rp. 3.505,3 triliun dan atas dasar harga konstan
2010 mencapai Rp2.498,4 triliun. Pertumbuhan ekonomi kuartal I 2018 sebesar 5,06 persen, (y-on-y) meningkat
disbanding capaian triwulan I-2017 sebesar 5,01 persen.
Komponen
Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) atau investasi memang mengalami
pertumbuhan signifikan, di mana kuartal I 2017 (year on year) pertumbuhan PMTB
hanya 4,77 persen. PMTB tumbuh 7,95 persen di mana struktur dalam pertumbuhan
ekonomi sebesar 32,12 persen atau faktor kedua terbesar setelah konsumsi rumah
tangga sebesar 56,80 persen.
Dari sisi produksi,
pertumbuhan tertinggi dicapai oleh Lapangan Usaha Informasi dan Komunikasi sebesar
8,69 persen. Dari sisi Pengeluaran dicapai
oleh Komponen Pengeluaran Konsumsi Lembaga Non Profit yang Melayani Rumah Tangga
yang tumbuh 8,09 persen.
Ekonomi Indonesia
triwulan I-2018 terhadap triwulan sebelumnya turun sebesar 0,42 persen (q-to-q).
Dari sisi produksi, penurunan disebabkan oleh kontraksi yang terjadi pada beberapa
lapangan usaha. Sementara dari sisi pengeluaran penurunan disebabkan antara lain
oleh kontraksi pada Komponen Pengeluaran Konsumsi Pemerintah; Pembentukan Modal
Tetap Bruto; dan Ekspor.
Struktur ekonomi
Indonesia secara spasial pada triwulan I-2018 didominasi oleh kelompok provinsi
di Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Kelompok provinsi di Pulau Jawa memberikan kontribusi
terbesar terhadap PDB Indonesia, yakni sebesar 58,67 persen, diikuti oleh Pulau
Sumatera sebesar 21,54 persen, dan Pulau Kalimantan sebesar 8,24 persen, serta Bali
dan Nusa Tenggara sebesar 3,03 persen. Sementara kontribusi terendah ditorehkan
oleh kelompok provinsi di Pulau Maluku dan Papua.
Berdasarkan
pada pertumbuhan ekonomi kuartal I serta dorongan dari investasi yang semakin
meningkat, sebagaimana laporan Bank Dunia edisi Juni 2018, World Bank Group
atau Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2018 mencapai
5,2 persen.
Direktur
Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor Leste, Rodrigo A Chaves, (Kompas.com,
Rabu, 6/6/2018) mengatakan bahwa prospek ekonomi Indonesia terus positif selama
sisa tahun 2018 ini dengan pertumbuhan PDB diproyeksikan mencapai 5,2 persen
pada 2018 karena permintaan domestik yang lebih kuat. Harga komoditas global
yang tinggi menyebabkan tingkat investasi di Indonesia ikut meningkat. Dorongan
investasi utamanya pada mesin, peralatan dan kendaraan yang dinilai
menghasilkan pertumbuhan modal tercepat dalam periode lebih dari lima tahun
terakhir. Meski prospek ekonomi Indonesia ke depan masih positif, namun tetap
ada risiko yang mengintai. Risiko terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia
utamanya dari gejolak di pasar keuangan global serta gangguan dari
ketidakpastian perdagangan internasional. Untuk menghadapi risiko tersebut,
Indonesia perlu tetap memperkuat fundamental ekonomi makro sebagai penyangga
terhadap dampak dinamika global. Fundamental ekonomi Indonesia yang kuat nampak
dalam upaya dalam menjaga tingkat inflasi yang tetap terkendali serta tingkat
utang yang hanya setengah dari ambang batas hukum yang berlaku. Ke depan,
kemajuan Indonesia akan bergantung pada kebijakan struktural yang penting
seperti upaya untuk menyediakan keterampilan yang tepat untuk masa depan bagi
masyarakat.
Sebelumnya, dalam
laporan Asian Development Outlook (ADO), di ADB Indonesia Office, The Plaza, (Jakarta,
Rabu, 11/4/2018), Asian Development Bank (ADB) memproyeksikan perekonomian
Indonesia tumbuh 5,3 persen pada tahun 2018 ini dan 2019. Manajemen
makroekonomi Indonesia yang kuat dan reformasi struktural telah mendorong
momentum investasi. Jika Indonesia dapat terus menjaga keberlanjutan upaya
reformasi, Indonesia dapat mencapai pertumbuhan yang lebih tinggi dan inklusif.
Maka dari itu, dibutuhkan peningkatan investasi infrastruktur, pengembangan
pendidikan dan keterampilan, serta reformasi iklim investasi.
ADB pun
menggarisbawahi bahwa penguatan investasi telah meningkatkan mutu pertumbuhan,
dengan belanja modal yang lebih tinggi membantu mengatasi kesenjangan
infrastruktur. Laju investasi diperkirakan akan terus meningkat, didorong oleh
sentimen bisnis yang positif dari reformasi struktural, bersama dengan
pemerataan dan percepatan sejumlah proyek strategis nasional. Inflasi tahun ini
diperkirakan akan stabil. Sebelum sedikit naik ke 4 persen pada 2019. Hal ini
akan mendukung kepercayaan konsumen dan membantu mempertahankan pengeluaran
rumah tangga dan pendapatan riil pada tahun 2018 dan tahun 2019.
Pada tahun 2018,
pertumbuhan ekspor diperkirakan akan melambat, sedangkan impor masih tetap
kuat, ditopang oleh permintaan barang modal. Oleh karenanya, defisit transaksi
berjalan diperkirakan akan sedikit meningkat pada 2018 dan 2019.
Secara
eksternal, risiko terhadap proyeksi perekonomian Indonesia antara lain mencakup
laju perkembangan kebijakan moneter di negara maju dan ketegangan perdagangan
internasional. Dari sisi domestik, perekonomian Indonesia berpotensi menghadapi
kekurangan pendapatan dan terlambatnya pengeluaran.
Menteri
Keuangan Sri Mulyani Indrawati di Universitas Diponegoro Semarang, (Senin, 9/4/2018)
mengatakan ada 4 hal yang harus disiapkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi
Indonesia. Mengingat, Indonesia akan menghadapi tantangan perekonomian tahun
2045.
Pertama
adalah faktor manusia, yang meliputi integritas, pendidikan, agama, sosial, dan
budaya adalah faktor manusia. Menurtnya, hal ini harus disiapkan mulai sekarang,
terlebih lagi Indonesia akan menghadapi bonus demografi. Posisi pekerja menjadi
rawan karena adanya otomisasi pekerjaan. Semua serba robot. Tapi ingat, ada
yang tidak bisa dilakukan robot, critical thinking. Ini keunggulan manusia yang
harus dimanfaatkan.
Faktor
kedua, pembangunan infrastruktur seperti jalan tol, irigasi, bandara, dan
pelabuhan memang harus dilakukan. Yang harus diperdebatkan dengan hebat bukan
pembangunannya. Tapi, keamanan bangunan dan kualitasnya, ini yang harus
diperhatikan.
Faktor
ketiga adalah sistemkelembagaan harus mampu melayani masyarakat dan tidak
melakukan tindak korupsi. Harus dibudayakan melayani dan efisien. Itu ciri
lembaga yang profesional.
Faktor keempat,
kebijakan, terutama di bidang ekonomi. Jika sebuah negara salah dalam
pengambilan kebijakan, bisa jadi negara tersebut akan rusak. Seperti Argentina
era tahun 1800-an. Saat itu mereka setara dengan negara Eropa barat, Belgia
atau Netherland. Mereka sempat miskin dan sekarang mulai bangkit. Atau Korsel
yang juga diperhitungkan. Apakah mereka bebas korupsi?. Tidak. Tapi Korsel
terus memperbaiki kebijakannya.
Sri Mulyani
menegaskan jika keempat hal tersebut berjalan baik dan mendapat dukungan, maka
perekonomian Indonesia akan diperhitungkan di dunia.
Semoga
bangsa ini arif dan bijak dalam memahami dan melakoni pilihan hidup dalam
bertindak.
Jayalah
Indonesia.
SUMBER :
No comments:
Post a Comment
Saran-Kritik-Komentar Anda sangat bermanfaat.
Terima Kasih Telah Bergabung.