Kurs Rupiah Tembus 14.200 per Dolar AS
Pada Senin 21/5/2018, 16.12 WIB Perbankan jual dolar AS di kisaran Rp 14.200-14.300 per dolar AS atau melemah 0,33% dari level penutupan perdagangan akhir pekan sebelumnya. Bahkan, bank sudah ada yang menetapkan kurs jual di atas 14.300 per dolar AS.
Tim Ekonom BCA, dalam analisis yang dilansir akhir pekan lalu, menyebut ada tiga hal yang menyebabkan tekanan kuat terhadap nilai tukar rupiah, yaitu kenaikan bunga acuan AS, kenaikan harga minyak, serta melemahnya pertumbuhan ekspor dalam beberapa bulan terakhiri. Sepanjang tahun ini (year to date), nilai tukar rupiah telah melemah 4,77% terhadap dolar AS. Meski begitu, BI tetap menjaga volatilitas nilai tukar rupiah. Ke depan, BI kemungkinan harus menaikkan kembali bunga acuan BI 7 Days Repo Rate untuk meredam pelemahan. Nilai tukar rupiah sempat melemah 0,33% ke level 14.203 per dolar AS, sebelum kembali ke 14.200 per dolar AS.
Selain rupiah, mata uang Asia lainnya juga mengalami pelemahan, seiring dengan berlanjutnya perpindahan dana asing dari instrumen investasi, terutama di pasar keuangan negara-negara ekonomi berkembang ke surat berharga AS (US Treasury). Pemicunya, kenaikan imbal hasil US Treasury seiring ekspektasi kenaikan bunga acuan AS. Imbal hasil US Treasury tenor 10 tahun kembali bergerak di atas 3% sejak pekan lalu. Adapun indeks dolar AS tercatat berada di level tertingginya sejak November 2017. Tekanan arus keluar berisiko berlanjut seiring dengan potensi kenaikan bunga acuan AS pada Juni mendatang. Won Korea Selatan tercatat melemah paling dalam pada perdagangan di pasar spot (Senin, 21/5/2018) yaitu sebesar 0,72%, diikuti yen Jepang 0,45%.
Bank Indonesia (BI) sudah menaikan suku bunga acuan 7 Days Reverse Repo Rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 4,5 persen. Namun, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih juga mengalami pelemahan 0,73 persen menjadi Rp 14.147 per dolar AS. Defisit neraca perdagangan, terorisme, dan membaiknya ekonomi Amerika Serikat menjadi beberapa faktor yang melemahkan rupiah.
Gubernur BI Agus Martowardojo di Bank Indonesia, Jakarta, (Jumat, 18/7/2018). menilai ada faktor lain membuat rupiah belum menguat, dari sisi internal dan eksternal. Faktor dalam negeri yang membuat rupiah terdepresiasi adalah defisit neraca perdagangan Indonesia pada April 2018 sebesar US$ 1,63 miliar. Neraca perdagangan memang defisit, tapi (total) hingga bulan lalu masih surplus sekitar US$ 1 miliar. Demi meningkatkan stabilitas nilai tukar rupiah, BI sudah berkoordinasi dengan pemerintah dan telah melakukan berbagai upaya, diantaranya dengan rencana meluncurkan sistem perizinan terintegrasi berbasis online atau oneline single submission, insentif pajak (tax allowance dan tax holiday), dan insentif untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Selain neraca perdagangan, ancaman terorisme menjadi sentimen negatif bagi nilai tukar. Memang kondisi seperti itu sebetulnya tidak berpengaruh kepada stabilitas. Tapi memang, ada sedikit karena (teror terjadi) beruntun.
Sisi eksternal, faktor di luar Indonesia juga membuat rupiah semakin terkenan. Agus mewaspadai perbaikan ekonomi Amerika Serikat bisa semakin melemahkan nilai tukar rupiah, meski BI sudah menaikan suku bunga acuan. Perbaikan ekonomi AS, juga diiringi dengan rencana Bank Sentral mereka, The Federal Reserve, yang masih mau menaikkan suku bunga acuannya hingga tiga kali pada tahun ini. Selain itu, yield 10th teasury AS juga terus meningkat tajam hingga di atas 3 persen. Meski begitu, BI akan tetap memantau perkembangan dalam menjaga stabilitas rupiah. Jika diperlukan, BI tidak segan mengintervensi dan mengambil langkah lain, seperti kembali menaikan suku bunga acuan.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Kurs
Kurs (nilai tukar) memang tidak tetap. Kurs selalu berubah, bahkan dalam sehari kurs bisa berubah berkali-kali. Mengapa kurs selalu berubah? Serupa dengan harga pasar lainnya, harga kurs ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran. Harga suatu kurs mencerminkan banyak faktor ekonomi dan non-ekonomi. Faktor yang paling penting adalah inflasi, suku bunga, pertumbuhan dan risiko ekonomi makro.
Berikut adalah semua faktor utama yang mempengaruhi fluktuasi mata uang global.
Berikut adalah semua faktor utama yang mempengaruhi fluktuasi mata uang global.
1. Perbedaan Tingkat Suku Bunga Antara Dua Negara
Suku bunga ekonomi ditentukan secara eksklusif oleh Bank Sentral. Ketika suku bunga mata uang Forex meningkat, itu berarti bahwa lebih banyak dana investasi tertarik dan membeli mata uang itu untuk mencapai pengembalian bunga yang lebih tinggi. Di sisi lain, ketika suku bunga menurun mata uang Forex kurang menarik bagi dana investasi dan dengan demikian diperkirakan akan jatuh terhadap mata uang lainnya.
Korelasi Tingkat Bunga
1) Ketika Suku Bunga ↑ maka Mata Uang Forex ↑
2) Ketika Suku Bunga ↓ maka Mata Uang Forex ↓
2. Pertumbuhan Ekonomi (PDB)
Pertumbuhan ekonomi yang diukur dengan perubahan PDB (%) adalah faktor kunci yang menentukan permintaan mata uang Forex. Pertumbuhan yang tinggi berarti ekonomi berjalan dengan baik, terutama jika pertumbuhan disertai dengan inflasi yang relatif rendah. Biasanya, pertumbuhan lebih dari 2,5% diikuti oleh inflasi tinggi. Selain itu, pertumbuhan yang tinggi berarti pengangguran rendah dan pendapatan nasional yang lebih tinggi, dengan kata lain, pertumbuhan yang tinggi berarti belanja konsumen yang lebih tinggi.
Korelasi Pertumbuhan Ekonomi
1) Ketika GDP ↑ kemudian Mata Uang Forex ↓
2) Ketika GDP ↓ maka Mata Uang Forex ↑
3. Neraca Perdagangan
Neraca perdagangan adalah perbedaan antara nilai ekspor dan nilai impor. Jika perbedaan ini positif, ekonomi menghasilkan surplus perdagangan dan menguntungkan bagi mata uang domestik. Itu terjadi karena pembeli asing berkewajiban menukarkan lebih banyak mata uang asal mereka daripada penjual domestik. Jika ini berbeda negatif, negara memiliki defisit perdagangan, dan itu adalah berita buruk untuk permintaan mata uangnya.
Selain itu, mata uang domestik mencerminkan kebijakan ekonomi pemerintah mengenai neraca pembayaran domestik. Sebagai contoh, ketika kebijakan pemerintah bertujuan untuk memperpendek defisit perdagangan membebankan pembatasan dan tarif untuk impor atau ekspor subsidi. Tetapi biasanya, intervensi pemerintah semacam ini menghasilkan tindakan pembalasan dari negara lain dan dengan demikian efek jangka panjang untuk mata uang dapat menyimpulkan nol atau bahkan negatif.
Apabila neraca pembayaran mengalami surplus (lebih), itu berarti telah terjadi kelebihan permintaan terhadap rupiah. Permintaan yang lebih terhadap rupiah akan menyebabkan nilai tukar rupiah mengalami kenaikan sehingga terjadilah perubahan kurs.
Korelasi Neraca Perdagangan
1) Ketika Neraca Perdagangan positif maka Mata Uang Forex ↑
2) Ketika Neraca Perdagangan negatif maka Mata Uang Forex ↓
4.. Perbedaan Tingkat Inflasi Antara Dua Negara
Tingkat inflasi ekonomi memiliki dampak yang sangat kuat pada nilai mata uang Forex. Ketika tingkat harga meningkat dalam suatu ekonomi, setiap unit mata uang dapat membeli lebih sedikit barang dan jasa, dan dengan demikian daya beli uang menurun dan akibatnya nilai riil mata uang domestik juga menurun. Di sisi lain, inflasi yang lebih rendah meningkatkan daya beli uang dan nilai riil mata uang domestik meningkat terhadap mata uang asing.
Korelasi Inflasi
1) Ketika Inflasi ↑ kemudian Mata Uang Forex ↓
2) Ketika Inflasi ↓ maka Mata Uang Forex ↑
5. Tingkat Pengangguran
Pada saat-saat ketika pengangguran meningkat, para pekerja yang menganggur memiliki lebih sedikit penghasilan untuk dibelanjakan untuk barang dan jasa dan akibatnya pengeluaran konsumen secara keseluruhan menurun. Selain itu, hasil pengangguran yang lebih tinggi untuk menurunkan kepercayaan konsumen dan harapan yang lebih rendah tentang pertumbuhan ekonomi dan belanja konsumen di masa depan.
Korelasi Pengangguran
1) Pengangguran ↑ kemudian Mata Uang Forex ↓
2) Ketika Pengangguran ↓ maka Mata Uang Forex ↑
Mengukur Pengangguran
The Non-Farm Payroll (NFP) adalah indikator yang dikeluarkan pada hari Jumat pertama setiap bulan dan digunakan untuk mengukur pekerjaan AS. »Departemen Tenaga Kerja Amerika Serikat
6. Stabilitas Politik Dan Ekonomi
Stabilitas politik adalah faktor yang sangat penting mengenai nilai masa depan mata uang Forex. Ketidakpastian politik meningkatkan risiko ekonomi dan lebih jauh lagi mengurangi kepercayaan konsumen dan investor. Ketika tidak ada stabilitas politik, potensi pertumbuhan ekonomi masa depan terancam. Selanjutnya investor dalam periode ketidakpastian politik global setelah "Safe-Surga". Itu berarti bahwa mereka akan menukarkan mata uang yang lemah untuk mata uang kuat seperti dolar AS atau Euro. Para investor tentu akan mencari negara dengan kinerja ekonomi yang bagus dan kondisi politik yang stabil. Negara yang kondisi politiknya tidak stabil akan cenderung beresiko tinggi sebagai tempat berinvestasi. Keadaan politik akan berdampak pada kinerja ekonomi dan kepercayaan investor, yang pada akhirnya akan mempengaruhi nilai tukar mata uang negara tersebut.
Korelasi Stabilitas Politik
1) Stabilitas Politik ↑ lalu Mata Uang Forex ↑
2) Stabilitas Politik ↓ Kemudian Mata Uang Forex ↓
7. Tindakan Bank Sentral / Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter dan strategi Bank Sentral suatu negara dapat menentukan dengan sangat tinggi nilai saat ini dan masa depan dari Mata Uang Valas. Seperti sudah disebutkan, Bank Sentral dapat campur tangan dengan manuver suku bunga, tetapi juga dengan banyak cara lain. Misalnya intervensi mungkin melibatkan pembelian obligasi domestik (yaitu Bank Sentral Eropa selama 2011 -2012).
8. Pasar Internasional, Ratio Harga Ekspor Dan Harga Impor
Jika harga ekspor meningkat lebih cepat dari harga impor maka nilai tukar mata uang negara tersebut cenderung menguat. Permintaan akan barang dan jasa dari negara tersebut naik yang berarti permintaan mata uangnya juga meningkat. Keadaan sebaliknya untuk harga impor yang naik lebih cepat dari harga ekspor. Faktor pasar dapat mempengaruhi juga nilai dari Nilai Valas. Misalnya ketika harga minyak naik, mata uang pengekspor minyak bergerak lebih tinggi terhadap mata uang pengimpor minyak. Negara-negara seperti Norwegia, Rusia dan Kanada sangat terpengaruh oleh harga pasar komoditas energi dan dengan demikian mata uang mereka mencerminkan dan memasukkan perubahan harga tersebut dengan sangat cepat.
9. Bencana alam
Bencana alam yang serius dapat mengganggu potensi pertumbuhan suatu negara atau bahkan meningkatkan jumlah utang pemerintah. Selain itu, jika bencana alam memiliki dampak yang kuat terhadap potensi pertumbuhan ekonomi, kemungkinan Bank Sentral akan menurunkan tingkat suku bunga untuk mencapai pemulihan yang lebih cepat. Bencana alam memiliki dampak yang kurang baik terhadap penilaian mata uang domestik.
10. Spekulasi Mata Uang
Spekulasi mata uang dapat sangat memengaruhi nilai riil mata uang Valas. Spekulan besar institusi (yaitu hedge fund) memiliki kekuatan untuk bertaruh terhadap mata uang tertentu yang bertujuan untung. Misalnya pada tahun 1992 George Soros membuat lebih dari 1 milyar USD dengan short selling British Sterling. Peran Pengeluaran Konsumen Nilai mata uang sangat dipengaruhi oleh tingkat keseluruhan belanja konsumen. Ketika ekonomi memasuki resesi, belanja konsumen cenderung menurun dan akibatnya sentimen perdagangan untuk mata uang domestik juga menurun. Sebagai hasil keseluruhan, nilai tukar domestik bertentangan dengan mata uang ekonomi yang lebih kuat.
11. Ekspektasi
Ekspektasi nilai tukar mata uang suatu negara di masa depan juga menjadi faktor yang mempengaruhi nilai tukar valuta asing. Seperti halnya pasar keuangan lainnya, pasar valas akan bereaksi cepat terhadap berbagai berita yang dianggap berdampak pada masa depan. Sebagai contoh, berita tentang prediksi peningkatan inflasi di Amerika kemungkinan besar akan mendorong para pedagang valas melakukan aksi jual terhadap dollar. Hal ini karena diperkirakan harga dollar akan turun di masa depan. Dan reaksi ini akan langsung menekan nilai tukar dollar di pasar.
12. Hutang Publik (Public Debt)
Neraca anggaran domestik suatu negara digunakan juga untuk membiayai proyek-proyek untuk kepentingan publik dan pemerintahan. Jika anggaran defisit maka public debt membengkak. Public debt yang tinggi akan menyebabkan naiknya inflasi. Defisit anggaran bisa ditutup dengan menjual bond pemerintah atau mencetak uang. Keadaan bisa memburuk bila hutang yang besar menyebabkan negara tersebut default (gagal bayar) sehingga peringkat hutangnya turun. Public debt yang tinggi jelas akan cenderung memperlemah nilai tukar mata uang negara tersebut.
13. Sistem Kurs yang Dianut
Ada tiga macam sistem kurs, yaitu sistem kurs bebas, sistem kurs tetap dan sistem kurs mengambang terkendali. Sistem kurs yang dianut suatu negara sangat mempengaruhi cepat lambatnya perubahan kurs. Pada sistem kurs bebas, kurs sangat mudah berubah. Pada sistem kurs tetap, kurs tidak pernah berubah (kecuali diinginkan oleh pemerintah). Pada sistem kurs mengambang terkendali, perubahan kurs bisa dikendalikan pemerintah.
14. Selera (Cita Rasa) Masyarakat
Selera masyarakat yang meningkat pada produk suatu negara, membuat permintaan terhadap produk negara tersebut juga meningkat. Peningkatan permintaan terhadap produk negara tersebut, tentu akan diikuti oleh peningkatan permintaan terhadap mata uang negara tersebut (untuk membayar impor). Sehingga, nilai tukar mata uang negara tersebut juga akan meningkat. Itu berarti, bila masyarakat Indonesia sangat menyukai produk-produk Amerika maka pada akhirnya akan menaikkan nilai tukar dolar Amerika.
15. Adanya Kebijakan Devaluasi dan Revaluasi
Adanya kebijakan devaluasi dan revaluasi yang dilakukan pemerintah bisa menyebabkan terjadinya perubahan kurs. Karena, yang dimaksud dengan devaluasi adalah kebijakan pemerintah melalui bank sentral untuk menurunkan nilai mata uang dalam negeri (rupiah) terhadap mata uang asing dengan tujuan meningkatkan ekspor. Sedangkan revaluasi adalah kebijakan pemerintah melalui bank sentral untuk menaikkan nilai mata uang dalam negeri (rupiah) terhadap mata uang asing karena keadaan ekonomi sudah memungkinkan.
16. Keadaan Kurs Antarnegara Maju
Jika kurs di negara-negara maju mengalami perubahan, maka perubahan tersebut akan berpengaruh terhadap kurs negara-negara berkembang seperti Indonesia. Mengapa demikian? Karena, negara-negara maju memiliki pengaruh kuat terhadap perekonomian negara berkembang. Negara-negara maju umumnya bertindak sebagai pemberi pinjaman kepada negara-negara berkembang, sehingga bila kurs antar negara maju berubah maka perubahan tersebut akan berpengaruh terhadap kurs negara berkembang sebagai penerima pinjaman.
Sebagai gambaran. Tahun 1995/1996 tercatat kenaikan nilai tukar dolar Amerika terhadap yen. Kekhawatiran yang berlebihan terhadap tingkat inflasi dan defisit transaksi berjalan Amerika Serikat sempat menekan nilai tukar dolar Amerika terhadap yen menjadi di bawah 80 yen per dolar pada awal periode laporan. Namun, sejalan dengan kesepakatan negara-negara Kelompok G-7 dan membaiknya perekonomian Amerika Serikat, nilai tukar dolar Amerika terhadap yen mulai menguat kembali sejak Juli 1995 dan pada akhir periode laporan mencapai sekitar 107 yen per dolar. Bagi Indonesia, melemahnya yen terhadap dolar Amerika memberikan dampak mengurangi beban pembayaran pokok dan bunga utang luar negeri Indonesia karena sebagian utang Indonesia terdiri atas valuta asing yang mengalami depresiasi terhadap dolar Amerika seperti yen Jepang dan mark Jerman.
Akibat dari naiknya nilai tukar dolar Amerika terhadap yen, maka nilai tukar rupiah terhadap yen juga mengalami kenaikan (apresiasi) sebesar 13,27%.“Perubahan Kurs (Nilai Tukar) di Negara-negara Maju bisa Mempengaruhi Nilai Tukar Rupiah"
17. Kekuatan Permintaan dan Penawaran
Pada umumnya, perubahan kurs disebabkan oleh perubahan kekuatan permintaan dan penawaran terhadap suatu mata uang. Bila permintaan terhadap suatu mata uang bertambah, sedang penawarannya tetap, maka nilai tukar (kurs) mata uang tersebut akan meningkat. Sebaliknya bila permintaan terhadap suatu mata uang berkurang, sedangkan penawarannya tetap maka nilai tukar (kurs) mata uang tersebut akan menurun.
Pengaruh Kurs Terhadap Bisnis
Nilai tukar mata uang suatu negara adalah relatif, dan dinyatakan dalam perbandingan dengan mata uang negara lain. Tentu saja perubahan nilai tukar mata uang akan mempengaruhi aktivitas perdagangan kedua negara tersebut. Nilai tukar yang menguat akan menyebabkan nilai ekspor negara tersebut lebih mahal, dan impor dari negara lain lebih murah, dan sebaliknya. Mempelajari perubahan kurs sangat penting. Masih ingat peristiwa krisis moneter yang melanda Indonesia mulai tahun 1997. Kurs rata-rata yang biasanya US $ 1 = Rp 2.600,-, setelah terjadi krisis moneter tiba-tiba mencapai US $ 1 = Rp 9.000,-. Akibatnya, perusahaan-perusahaan yang berbahan baku impor menjadi sangat terpukul, karena harga bahan-bahan baku impor menjadi sangat mahal. Untuk membeli bahan baku impor seharga US $ 1000, dulu hanya diperlukan uang Rp 2.600.000,-. Setelah krisis moneter, untuk bahan baku impor seharga US $ 1000 harus dikeluarkan uang Rp 9.000.000,-s. Akibatnya, banyak perusahaan gulung tikar dan mem-PHK puluhan ribu karyawannya. Inflasi pun menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam perekonomian Indonesia.
Di samping tingkat inflasi dan suku bunga, nilai tukar mata uang sering digunakan untuk mengukur level perekonomian suatu negara. Nilai tukar mata uang memegang peranan penting dalam perdagangan antar negara, dimana hampir sebagian besar negara-negara di dunia saat ini terlibat dalam aktivitas ekonomi pasar bebas. Bagi perusahaan investasi dan investor mancanegara, nilai tukar mata uang akan berdampak pada return dan portofolio investasinya. Seperti yang sudah disinggung dalam pengertian kurs di atas bahwa tujuannya adalah untuk mengukur nilai mata uang satu terhadap mata uang yang lain. Sehingga perubahan nilai pada kurs tentu akan berpengaruh terhadap bisnis yang berkaitan dengan perdagangan internasional (ekspor-impor) yang melibatkan mata uang asing.
Berikut beberapa pengaruh kurs terhadap bisnis:
1. Pengaruh Terhadap Importir
Jika Anda memiliki bisnis dibidang penjualan produk yang mengharuskan mengimpor bahan baku dari luar negeri, tentu nilai kurs sangat menentukan keuntungan yang akan Anda dapatkan. Namun, dalam kondisi rupiah yang melemah terhadap mata uang asing yang umumnya dollar, maka akan membuat perusahaan Anda mengeluarkan uang lebih banyak daripada biasanya. Jika terjadi kondisi seperti ini, maka perusahaan Anda akan mengalami kerugian jika tidak menaikkan harga jual produk.
2. Pengaruh Terhadap Eksportir
Perubahan nilai kurs lebih sering menguntungkan bagi pebisnis yang melakukan kegiatan ekspor. Nilai tukar dollar yang sering menguat menyebabkan harga jual produknya yang di ekspor keluar negeri akan semakin terjual dengan harga tinggi karena konsumen membayar dengan dollar. Tentu hal ini sangat menguntungkan.
3. Pengaruh Terhadap Hutang Piutang
Jika nilai tukar rupiah terus melemah terhadap mata uang asing, ini akan merugikan pengusaha yang memiliki utang luar negeri. Karena nilai utangnya akan semakin tinggi juga. Jadi, sebaiknya bagi pebisnis muda menghindari utang piutang dengan luar negeri.
4. Pengaruh Terhadap Pemilik Dollar
Saat ini sudah banyak masyarakat kita yang mengumpulkan uang dollar. Tujuannya adalah untuk mendapatkan nilai tukar yang lebih tinggi daripada saat ia membeli dollar tersebut. Taktik ini sebenarnya sah-sah saja dan bisa diterapkan sebagai uang deposito perusahaan.
Demikianlah penjelasan ringkas mengenai perubahan kurs, dan pengaruhnya terhadap perkembangan bisnis.
Semoga tulisan ini bermanfaat.
Semoga tulisan ini bermanfaat.
SUMBER :
www.maxmanroe.com