Ekspor Impor
Indonesia Sepanjang Tahun 2017
Kepala BPS
Suhariyanto saat menggelar konferensi pers di kantor pusat BPS, (Senin, 15/1/2018)
mengatakan Badan Pusat Statistik ( BPS) mencatat ada kenaikan nilai ekspor dan
impor Indonesia sepanjang tahun 2017 dibandingkan dengan 2016. Secara
kumulatif, nilai ekspor tahunan Indonesia pada 2017 mencapai 168,73 miliar
dollar AS atau sekitar Rp 2.260,98
triliun dengan kurs Rp 13.400 per dollar AS, meningkat 16,22 persen dibanding
tahun 2016. Sementara nilai impor tahun
2017 mencapai 156,893 miliar dollar AS atau sekitara Rp 2.102,37 triliun,
meningkat 15,66 persen dibanding tahun 2016. Peningkatan itu berdampak positif
pada tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Ekspor Indonesia
Desember 2017
Nilai ekspor
Indonesia Desember 2017 mencapai US$14,79 miliar dan Nilai impor Indonesia
Desember 2017 mencapai US$15,06 miliar. Dari total nilai ekspor 2017 yang
meningkat, didominasi oleh ekspor nonmigas. Nilainya mencapai 152,99 miliar
dollar AS atau meningkat 15,83 persen dibanding 2016 lalu. Berdasarkan
sektornya, ekspor nonmigas untuk hasil industri pengolahan sepanjang 2017
(Januari-Desember) naik 13,14 persen dibanding tahun 2016. Juga dengan sektor
hasil pertanian tumbuh 7,79 persen serta hasil tambang dan lainnya naik 33,71
persen. Untuk provinsi asal barang, ekspor Indonesia terbesar sepanjang 2017
berasal dari Jawa Barat dengan nilai 29,18 miliar dollar AS (17,29 persen),
Jawa Timur senilai 18,43 miliar dollar AS (10,92 persen), dan Kalimantan Timur
senilai 17,63 miliar dlolar AS (10,45 persen).
Sementara
untuk impor, peningkatannya terjadi pada impor migas senilai 5.567,8 juta
dollar AS (29,71 persen) dan impor nonmigas senilai 15.672,4 juta dollar AS
(13,41 persen). Jika dirinci lagi, peningkatan impor migas didorong oleh
naiknya impor minyak mentah senilai 329,2 juta dollar AS (4,89 persen), hasil
minyak senilai 4.183,5 juta dolar AS (40,46 persen), dan gas 1.055,1 juta
dollar AS (63,22 persen). Volume impor tahun 2017 juga mengalami peningkatan
5,68 persen atau setara dengan 8,635 juta ton dibanding periode yang sama
sepanjang tahun 2016. Hal ini dipicu oleh impor migas sebesar 4,21 persen
(2,033 juta ton) dan nonmigas 6,37 persen (6,603 juta ton).
Hingga Desember
2017, Nilai ekspor mencapai US$14,79 miliar, dibanding November 2017 menurun
3,45 persen dibanding ekspor 2017, dibanding Desember 2016 meningkat 6,93
persen. Ekspor nonmigas US$13,28 miliar, turun 5,41 persen dibanding November
2017, dibanding ekspor nonmigas Desember 2016 naik 5,56 persen. Secara
kumulatif nilai ekspor Indonesia Januari–Desember 2017 mencapai US$168,73
miliar atau meningkat 16,22 persen dibanding periode yang sama tahun 2016,
sedangkan ekspor nonmigas mencapai US$152,99 miliar atau meningkat 15,83
persen. Penurunan terbesar ekspor nonmigas Desember 2017 terhadap November 2017
terjadi pada perhiasan/permata sebesar US$205,2 juta (38,83 persen), sedangkan
peningkatan terbesar terjadi pada bijih, kerak, dan abu logam sebesar US$421,0
juta (126,05 persen).
Menurut
sektor, ekspor nonmigas hasil industri pengolahan Januari–Desember 2017 naik
13,14 persen dibanding periode yang sama tahun 2016, demikian juga ekspor hasil
pertanian naik 7,79 persen dan ekspor hasil tambang dan lainnya naik 33,71
persen. Ekspor nonmigas Desember 2017 terbesar adalah ke Tiongkok yaitu US$2,19
miliar, disusul Jepang US$1,47 miliar dan Amerika Serikat US$1,42 miliar,
dengan kontribusi ketiganya mencapai 38,31 persen. Sementara ekspor ke Uni
Eropa (28 negara) sebesar US$1,33 miliar.
Menurut
provinsi asal barang, ekspor Indonesia terbesar pada Januari–Desember 2017
berasal dari Jawa Barat dengan nilai US$29,18 miliar (17,29 persen), diikuti
Jawa Timur US$18,43 miliar (10,92 persen) dan Kalimantan Timur US$17,63
miliar (10,45 persen).
IMPOR Indonesia
Desember 2017
Nilai impor mencapai
US$15,06 miliar atau turun 0,29 persen dibanding November 2017, dibandingkan Desember
2016 meningkat 17,83 persen. Impor nonmigas
Desember 2017 mencapai
US$12,51 miliar atau turun 3,05 persen dibanding November 2017,
dibanding Desember 2016 meningkat 12,87 persen.
Impor migas
Desember 2017 mencapai
US$2,55 miliar atau naik
15,89 persen dibanding
November 2017 dan juga meningkat 50,10 persen dibanding
Desember 2016. Peningkatan impor nonmigas
terbesar Desember 2017 dibanding November 2017 adalah kapal
laut dan bangunan terapung US$121,8 juta
(194,88 persen), sedangkan penurunan terbesar adalah golongan
mesin dan pesawat mekanik sebesar US$199,2 juta (8,51 persen).
Negara
pemasok barang impor nonmigas terbesar selama Januari–Desember 2017 ditempati
oleh Tiongkok dengan nilai US$35,52 miliar
(26,79 persen), Jepang
US$15,21 miliar (11,47 persen),
dan Thailand US$9,19
miliar (6,93 persen). Impor
nonmigas dari ASEAN
20,37 persen, sementara dari Uni
Eropa 9,27 persen.
Nilai impor
semua golongan penggunaan
barang baik barang konsumsi,
bahan baku/penolong dan barang modal selama
Januari–Desember 2017 mengalami
peningkatan dibanding periode yang sama tahun sebelumnya masingmasing
14,69 persen, 16,56 persen, dan 12,14 persen.
Perdagangan
Indonesia Defisit Tetapi Kinerja Ekspor Membaik
Menteri
Perdagangan Enggartiasto Lukita dalam siaran persnya (Jumat,18/8/2017) mengumumkan
perbaikan kinerja ekspor Indonesia pada pertengahan 2017. Data ekspor Juli 2017
tercatat naik 16,8 persen dibanding bulan sebelumnya menjadi 13,6 miliar dolar
AS. Peningkatan itu didukung kenaikan ekspor non-migas sebesar 19,9 persen di
tengah penurunan ekspor migas 7,8 persen. Kinerja ekspor Indonesia yang terus
tumbuh pada pertengahan 2017 menunjukkan indikasi perekonomian global telah
membaik. Kinerja ekspor pada Juli 2017 turut memberikan kontribusi terhadap
suplus nilai perdagangan kumulatif Januari-Juli 2017, yaitu sebesar 7,4 miliar
dolar AS. Surplus ini datang dari perdagangan non-migas senilai 12 miliar dolar
AS dengan dikurangi defisit perdagangan migas sebesar 4,6 miliar dolar AS. Surplus
ini jauh lebih tinggi dari periode yang sama tahun sebelumnya, yakni hanya 4,8
miliar dolar AS.
Data
Kemendag, ekspor selama Januari-Juli 2017 naik 17,3 persen dibanding periode
yang sama tahun 2016, atau menjadi 93,6 miliar dolar AS. Peningkatan itu
didorong penguatan ekspor non-migas 17,4 persen, atau menjadi 84,8 miliar dolar
AS, dan kenaikan ekspor migas 16,9 persen yaitu menjadi senilai 8,8 miliar
dolar AS. Kenaikan signifikan ekspor non-migas ke beberapa negara mitra dagang
Indonesia selama Januari-Juli 2017 ialah ke India, Cina dan Spanyol, yakni
masing-masing tumbuh 55,7 persen, 53,1 persen dan 42,6 persen dibanding periode
sama tahun sebelumnya.
Produk-produk
ekspor yang naik signifikan pada Januari-Juli 2017 ialah besi dan baja (76,9
persen), timah (62,4 persen), karet dan barang dari karet (54,0 persen), bahan
bakar mineral/batu bara (52,3 persen), bahan kimia organik (42,2 persen), kopi,
teh dan rempah (39,6 persen), berbagai produk kimia (25,8 persen) serta
kendaraan bermotor dan bagiannya (22,1 persen).
Negara
ekonomi besar dunia mitra dagang utama Indonesia sedang mengalami pertumbuhan
ekonomi positif pada 2017 sehingga memacu pertumbuhan ekspor. Sebagai contoh,
AS pada Triwulan II-2017 tumbuh 2,1 persen, Cina 6,9 persen, Eropa 2,1 persen
dan Jepang 2 persen.
Meskipun
kinerja ekspor membaik perdagangan Indonesia pada Juli 2017 masih mengalami
defisit senilai 0,3 miliar dolar AS. Pada Juli 2017, terdapat peningkatan impor
sebesar 39 persen dibanding data Juni 2017, atau menjadi 13,9 miliar dolar AS. Kenaikan
ini dipicu tumbuhnya impor non-migas sebesar 44,3 persen dibanding bulan
sebelumnya, yaitu menjadi 12,1 miliar dolar AS. Sementara impor migas naik 11,1
persen dibanding bulan sebelumnya, menjadi 1,8 miliar dolar AS.
Pertumbuhan
impor non-migas sebagai imbas dari kenaikan rata-rata harga agregat barang
impor non-migas bulan Juli sebesar 16,9 persen MoM. Secara kumulatif, impor
Januari-Juli 2017 mencapai 86,2 miliar dolar AS atau naik 14,9 persen dibanding
pada 2016. Kenaikan itu didorong seluruh jenis barang, terutama impor bahan
baku naik 16,3 persen, barang modal 9,3 persen serta barang konsumsi 13,5
persen. Pembangunan infrastruktur di Indonesia yang masif mendorong peningkatan
impor terkait barang modal maupun bahan baku/ penolong.
Data
Kemendag menyebutkan impor barang modal yang tumbuh tinggi pada Januari-Juli
2017, dibanding periode sama di tahun 2016, adalah alat angkutan untuk industri
(81,6 persen) dan barang modal kecuali alat angkutan (3,2 persen). Sedangkan
kategori bahan baku/penolong yang tumbuh signifikan adalah bahan bakar dan
pelumas (processed), bahan bakar motor, serta suku cadang dan perlengkapan
barang modal yang masing-masing tumbuh 65,7 persen, 39,7 persen, dan 10,3
persen.
Komoditas
Ekspor Hayati Indonesia Di Tahun 2017
Sebagai penghasil
rempah rempah terbaik di Dunia membuat Indonesia menjadikan Komoditas rempah
sebagai unggulan ekspor. Hampir di setiap daerah memiliki komoditas unggulan
dan sebagian diantaranya sudah berhasil menguasai pasar ekspor mancanegara,
sebut saja seperti Kopi, sawit dan karet yang sudah memiliki pasar ekspor yang
luas. Selain itu Indonesia juga sudah dikenal sebagai negara pengekspor bahan
komoditas mentah, ada yang hayati dan non hayati. Bukan hanya itu, komoditas
non hayati indonesia juga sangat unggul dalam ekspor, seperti, hasil tambang,
minyak bumi, batu bara Dll. Keanekaragaman komoditas Indonesia juga menjadi
aset yang sangat vital untuk perekonomian seperti komoditas karet, kopi, pala,
tembakau, cengkeh, Cokelat dan kelapa sawit. Komoditas unggulan Indonesia
tersebut hampir menyebar di berbagai daerah di tanah air.
Melihat dari
data Badan Pusat Statistik (BPS), ditahun 1990 nilai ekspor komoditi Indonesia
mencapai US$65,4 miliar. Lalu pada tahun 2010 bertambah menjadi US$157,7
miliar. Di tahun 2013 nilai ekspor juga ditopang oleh bahan bakar mineral
sebesar US$12,97 milliar. Hal tersebut membuat komoditas membantu perekonomian
dalam negeri dari segi ekspor.
Jenis
Komoditas Hayati :
Kopi; cengkeh;
gula; cokelat; karet; kelapa sawit; pala; tembakau; kayu manis
Jenis
Komoditas Non Hayati :
Hasil
Tambang; Minyak bumi; Gas alam; Batu bara; Emas; Perak; Logam Industri
Negara
Tujuan Ekspor Indonesia Dan Alternatif Target Ekspor
Nilai Ekspor
Komoditi Nasional setiap tahunnya terus mengalami peningkatan. Peningkatan
tersebut terjadi hampir diberbagai sektor. Pada tahun 2015, ekspor kopi
Indonesia ke Jepang sebanyak 41 240,1 Ton, lalu ke Amerika sebanyak 65 481,3 Ton,
dan ekpsor kopi juga menyebar ke berbagai negara di Eropa. Hal ini tentu
menjadikan komoditas sebagai andalan ekspor Indonesia. Tabel ekspor Nasional
selama tahun 2016 berdasarkan Bulan yang diolah oleh Badan Pusat Statistik
(BPS) dapat dilihat diatas.
Negara di
Asia dan Eropa menjadi target sasaran ekspor berbagai komoditi di Indonesia.
Sebelumnya beberapa negara seperti, Jepang, Tiongkok, dan Amerika sudah menjadi
langganan ekspor komoditas Indonesia. Kini pemerintah terus fokus mengembangkan
nilai ekspor ke negara lainnya yang memiliki potensi besar.
Presiden
Amerikat Serik Donald Trump, telah menandatangani aturan penerapan tarif pada
impor baja dan aluminium, dengan pengecualian bagi Kanada, Meksiko dan
Australia yang mendapatkan pembebasan tarif. Aturan tersebut akan berlaku
efektif beberapa hari ke depan. Indonesia sendiri jelas akan terdampak dari
kebijakan Amerika Serikat (AS) itu.
Pertama,
Indonesia hanya mengekspor baja ke AS dalam persentase 1%-2% dari total ekspor
baja. Memang jumlah itu tidak signifikan, tetapi pelaku industri baja
mengkhawatirkan dampak tidak langsung yang terjadi, yakni banjirnya baja impor
dari China.
Kedua, untuk
aluminium kasusnya agak berbeda, karena Indonesia mengekspor aluminium dalam
jumlah yang banyak ke AS. Bahkan, nilai ekspor aluminium Indonesia ke AS
mencapai US$ 123,65 juta pada 2016, nilai terbesar dibandingkan dengan ekspor
ke negara lainnya. Jumlah itu juga mencapai 31,22% dari total ekspor aluminium
Indonesia sebesar US$ 395,96 juta.
Negara-Negara
Alternatif Tujuan Ekspor Indonesia antara lain :
- Pertama, tentu saja Indonesia perlu menengok negara-negara tujuan ekspor utama aluminium selain AS. Pada posisi 5 besar negara tujuan ekspor aluminium Indonesia di tahun 2016, masih ada nama Malaysia, Jepang, Filipina, dan Vietnam, selain AS di posisi 1. Jika memang produksi ke AS dibatasi, Indonesia perlu memikirkan opsi untuk memaksimalkan ekspor ke negara-negara tersebut. Pada tahun 2016, Indonesia mengekspor aluminium ke Malaysia senilai US$ 54,89 juta dan ke Jepang sebesar US$ 31,60 juta.
- Kedua, Indonesia juga perlu memperhitungkan negara-negara dengan konsumsi aluminium yang besar. Berdasarkan proyeksi Engelhart Commodities Trading Partner (ECTP), konsumsi aluminium masih akan tumbuh beberapa tahun ke depan seiring dengan pemulihan ekonomi global. Jerman dan Cina menjadi negara dengan konsumsi aluminium per kapita paling banyak, masing-masing diproyeksikan tumbuh hingga 30,8 kg/orang dan 28,3 kg/orang pada 2020.
Mengingat
China memasok lebih dari 50% aluminium global, Jermanlah yang dapat menjadi
tujuan utama Indonesia untuk memaksimalkan ekspor aluminium. Tecatat pada tahun
2016, Indonesia hanya mengekspor aluminium senilai US$ 892,82 ribu ke Jerman.
Jumlah itu hanya sejumlah 0,72% dari ekspor Indonesia ke AS.
Menurut
ECTP, konsumsi aluminium per kapita Uni Emirat Arab diproyeksikan mencapai 24,9
kg/orang pada 2020. Pada tahun 2016, Indonesia baru mengekspor aluminium
sebesar US$ 3,99 juta ke negara kaya minyak tersebut. Uni Emirat Arab merupakan
negara potensial yang bisa diprospek oleh Indonesia.
Kepala Badan
Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto di Jakarta mencatat pertumbuhan kinerja
ekspor Indonesia sepanjang Januari-Mei 2018 sebesar 74,93 miliar dolar AS. Pangsa
ekspor tidak berubah, 15,05% tertuju ke China nilainya 10,25 miliar dolar AS. Selain
itu, pangsa pasar ekspor RI setelah China disusul Amerika Serikat dengan share
10,91% dengan nilai 7,43 miliar dolar AS dan Jepang 10,09% dengan nilai 6,87
miliar dolar AS, dan negara-negara ASEAN 26%.
Pasar tujuan ekspor RI terbesar
masih diduduki oleh Tiongkok dengan nilai ekspor pada Januari-Mei 2018 tercatat
10,25 miliar dolar AS, naik 15,05% dibanding tahun lalu sebesar 7,80 miliar
dolar AS. Ini menunjukkan bahwa ada perang dagang ekspor, namun tetap tumbuh menggembirakan,
terutama ke Tiongkok. Tapi 36% ekspor Indonesia masih terpaku ke 3 negara
Tiongkok, AS dan Jepang. Diversifikasi mutlak dilakukan ke depan, dan itu sudah
mulai dilakukan Mendag, sehingga pasar ekspor kita bisa merambah ke Amerika
Latin. Perang dagang kedua negara tersebut tidak menghambat laju kinerja ekspor
Indonesia. Meski demikian, pemerintah harus terus memperluas negara-negara
tujuan ekspor. Pasalnya, sampai saat ini sekitar 36,05% ekspor nasional hanya
kepada tiga negara saja, yakni China, AS, dan Jepang. Tentunya perang dagang ini
ada sisi positif ada sisi negatif. Positifnya kita punya kesempatan untuk
mengirimkan berbagai produk ke sana, tapi sisi negatif harus dijaga kemungkinan
Tiongkoknya terganjal ekspor besi dan baja, jangan sampai merembes ke kita.
Ekspor Indonesia
Meningkat Per Maret 2018
Nilai ekspor
Indonesia Maret 2018 mencapai US$15,58 miliar atau meningkat 10,24 persen
dibanding ekspor Februari 2018. Demikian juga dibanding Maret 2017 meningkat
6,14 persen. Ekspor nonmigas Maret 2018 mencapai US$14,24 miliar, naik 11,77
persen dibanding Februari 2018. Demikian juga dibanding ekspor nonmigas Maret
2017 naik 8,16 persen.
Secara
kumulatf, nilai ekspor Indonesia Januari–Maret 2018 mencapai US$44,27 miliar
atau meningkat 8,78 persen dibanding periode yang sama tahun 2017, sedangkan
ekspor nonmigas mencapai US$40,21 miliar atau meningkat 9,53 persen. Peningkatan
terbesar ekspor nonmigas Maret 2018 terhadap Februari 2018 terjadi pada bahan
bakar mineral sebesar US$358,9 juta (18,58 persen), sedangkan penurunan
terbesar terjadi pada timah sebesar US$92,5 juta (45,25 persen).
Menurut
sektor, ekspor nonmigas hasil industri pengolahan Januari–Maret 2018 naik 4,60
persen dibanding periode yang sama tahun 2017, demikian juga ekspor hasil
tambang dan lainnya naik 41,48 persen, sementara ekspor hasil pertanian turun
9,32 persen.
Kepala Badan
Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto di Gedung BPS, (Senin, 16/4/2018) merilis
data ekspor dan impor Maret 2018 serta neraca perdagangan. Ekspor pada Maret
2018 tercatat naik 6,14% (year on year) dengan nilai US$ 15,58 miliar. Nilai
ekspor secara bulanan tumbuh 10,24%. Ekspor non migas tumbuh 11,77% sementara
ekspor migas turun 3,81%. Secara bulanan, ekspor produk pertanian meningkat
hingga 20,01%. Didorong oleh ekspor sarang burung dan aromatik. Untuk industri
manufaktur secara bulanan naik 9,17%. Didorong oleh ekspor besi-baja, tembaga,
tekstil, dan pulp. Untuk pertambangan, secara bulanan naik 22,66%. Didorong
oleh batu bara 24%, dan biji tembaga yang naik 36%. Sementara ekspor untuk
timah secara bulanan mengalami penurunan hingga 45%.
Ekspor Maret
2018
Ekspor
nonmigas mencapai US$14,24 miliar, naik 11,77% dibanding Februari 2018.
Demikian juga dibanding ekspor nonmigas Maret 2017 naik 8,16%. Secara kumulatif,
nilai ekspor Indonesia Januari-Maret 2018 mencapai US$44,27 miliar atau
meningkat 8,78% dibanding periode yang sama tahun 2017, sedangkan ekspor
nonmigas mencapai US$40,21 miliar atau meningkat 9,53%. Peningkatan terbesar
ekspor nonmigas Maret 2018 terhadap Februari 2018 terjadi pada bahan bakar
mineral sebesar US$358,9 juta (18,58%), sedangkan penurunan terbesar terjadi
pada timah sebesar US$92,5 juta (45,25%).
Menurut
sektor, ekspor nonmigas hasil industri pengolahan Januari-Maret 2018 naik 4,60%
dibanding periode yang sama tahun 2017, demikian juga ekspor hasil tambang dan
lainnya naik 41,48%, sementara ekspor hasil pertanian turun 9,32%.
Ekspor
nonmigas Maret 2018 terbesar adalah ke Tiongkok yaitu US$2,36 miliar, disusul
Amerika Serikat US$1,59 miliar dan Jepang US$1,43 miliar, dengan kontribusi
ketganya mencapai 37,78%. Sementara ekspor ke Uni Eropa (28 negara) sebesar
US$1,53 miliar.
Menurut
provinsi asal barang, ekspor Indonesia terbesar pada Januari-Maret 2018 berasal
dari Jawa Barat dengan nilai US$7,53 miliar (17,02 persen), diikut Jawa Timur
US$4,77 miliar (10,77 persen) dan Kalimantan Timur US$4,59 miliar (10,37%).
Impor per Maret
2018
BPS mencatat
nilai impor pada mengalami pertumbuhan hingga 9,07% dengan nilai US$ 14,49
miliar. Sehingga neraca perdagangan mencatatkan surplus hingga US$ 1,09 miliar.
Impor barang konsumsi secara tahunan turun 9,54%. Bahan baku penolong naik
9,01% yang didorong oleh kenaikan impor raw sugar dan barang modal naik 21,6%.
Sementara, impor
beras tercatat turun tajam. Hal itu karena dibatasi hanya 500.000 ton.
Impor
nonmigas mencapai US$12,23 miliar atau naik 2,30% dibanding Februari 2018,
sementara jika dibanding Maret 2017 meningkat 11,08%. Impor migas Maret 2018
mencapai US$2,26 miliar atau naik 1,24% dibanding Februari 2018, namun turun
0,64% dibanding Maret 2017. Peningkatan impor nonmigas terbesar Maret 2018
dibanding Februari 2018 adalah golongan mesin dan pesawat mekanik US$286,9 juta
(14,84%), sedangkan penurunan terbesar adalah golongan mesin dan peralatan
listrik sebesar US$153,1 juta (9,19%).
Negara
pemasok barang impor nonmigas terbesar selama Januari-Maret 2018 ditempati oleh
Tiongkok dengan nilai US$10,16 miliar (27,30 persen), Jepang US$4,33 miliar
(11,64 persen), dan Thailand US$2,57 miliar (6,89%). Impor nonmigas dari ASEAN
20,84 persen, sementara dari Uni Eropa 9,41%.
Nilai impor
semua golongan penggunaan barang baik barang konsumsi, bahan baku/penolong dan
barang modal selama Januari-Maret 2018 mengalami peningkatan dibanding periode
yang sama tahun sebelumnya masing-masing 22,08%, 18,35%, dan 27,72%.
Rilis BPS per
16 April 2018 menyebutkan Ekspor nonmigas Maret 2018 terbesar adalah ke Tiongkok
yaitu US$2,36 miliar, disusul Amerika Serikat US$1,59 miliar dan Jepang US$1,43
miliar, dengan kontribusi ketganya mencapai 37,78 persen. Sementara ekspor ke
Uni Eropa (28 negara) sebesar US$1,53 miliar.
Menurut
provinsi asal barang, ekspor Indonesia terbesar pada Januari–Maret 2018 berasal
dari Jawa Barat dengan nilai US$7,53 miliar (17,02 persen), diikut Jawa Timur
US$4,77 miliar (10,77 persen) dan Kalimantan Timur US$4,59 miliar (10,37
persen).
Nilai impor
Indonesia Maret 2018 mencapai US$14,49 miliar atau naik 2,13 persen dibanding
Februari 2018, demikian pula jika dibandingkan Maret 2017 meningkat 9,07
persen. Impor nonmigas Maret 2018 mencapai US$12,23 miliar atau naik 2,30
persen dibanding Februari 2018, sementara jika dibanding Maret 2017 meningkat
11,08 persen. Impor migas Maret 2018 mencapai US$2,26 miliar atau naik 1,24
persen dibanding Februari 2018, namun turun 0,64 persen dibanding Maret 2017. Peningkatan
impor nonmigas terbesar Maret 2018 dibanding Februari 2018 adalah golongan
mesin dan pesawat mekanik US$286,9 juta (14,84 persen), sedangkan penurunan
terbesar adalah golongan mesin dan peralatan listrik sebesar US$153,1 juta
(9,19 persen).
Negara
pemasok barang impor nonmigas terbesar selama Januari–Maret 2018 ditempat oleh
Tiongkok dengan nilai US$10,16 miliar (27,30 persen), Jepang US$4,33 miliar
(11,64 persen), dan Thailand US$2,57 miliar (6,89 persen). Impor nonmigas dari
ASEAN 20,84 persen, sementara dari Uni Eropa 9,41 persen.
Nilai impor
semua golongan penggunaan barang baik barang konsumsi, bahan baku/penolong dan
barang modal selama Januari–Maret 2018 mengalami peningkatan dibanding periode
yang sama tahun sebelumnya masing-masing 22,08 persen, 18,35 persen, dan 27,72
persen
Kepala Badan
Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto di Gedung BPS, Jakarta, (Selasa, 15/5/2018) melaporkan
hasil ekspor-impor dan neraca perdagangan April 2018. Ekspor tercatat US$ 14,47
miliar, naik 9,01% dari posisi April 2017. Jika dibandingkan bulan Maret 2018
ada penurunan 7,19% nilai ekspor. Tapi kalau dibanding April 2017 ekspor masih
naik 9,01%. 92% ekspor adalah berasal dari ekspor non migas dengan penurunan
nilai impor 7,19% yang terjadi karena ada penurunan ekspor baik migas maupun
ekspor non migas. Ekspor migas April 2018 mencapai US$ 1,19 miliar dan ekspor
non-migas tercatat US$ 13,28 miliar. Untuk ekspor migas di bulan April 2018
nilainya US$ 1,19 miliar kalau dibanding dengan posisi ekspor migas Maret 2018
berarti terjadi penurunan 11,32%. Kalau dilacak di sana ekspor gasnya meningkat
tapi nilai hasil minyak mentahnya mengalami penurunan. Jadi, penurunan ekspor
non migas disebabkan karena hasil penurunan minyak mentah. Ekspor gas sebesar
4,36%. Ekspor non migas turun 6,8% terjadi untuk penurunan industri pengolahan
dan pertambangan, ekspor hasil pertanian alami peningkatan.
Selama
Maret-April ada fluktuatif komoditas, baik migas dan non migas. Misalnya harga
minyak Maret US$ 61,87 rata -rata, kemudian April 2018 naik US$ 67,43 per
barel. Ada beberapa komoditas non migas yang naik, aluminium, nikel dan,
cokelat, tapi ada juga komoditas non migas yang dari Maret ke April seperti
batu bara turun ini rata -rata. Dengan situasi seperti itu, harga komoditas itu
akan memberi pengaruh ke nilai ekspor dan impor selama April 2018.
Tampaknya
perdagangan Internasional Indonesia mulai menggeliat. Semoga perekonomian
melaju terus.
Jayalah
Indonesia.
SUMBER :
No comments:
Post a Comment
Saran-Kritik-Komentar Anda sangat bermanfaat.
Terima Kasih Telah Bergabung.