KULIAH PUBLIK: Statistik

SOSIAL MEDIA

PIKIRKAN YANG BAIK ~ o ~ LAKUKAN YANG TERBAIK ~ o ~ Ini Kuliah MetodeCHAT ~ o ~ Cepat_Hemat_Akrab_Terpadu ~ o ~ Silahkan Membaca dan Berkomentar

Ketahui Bagaimana Kondisi Ekonomi dan Bisnis Anda Terkini

  Baru-baru ini, pemerintah telah mulai melonggarkan mobilitas seiring menurunnya kasus covid-19. Sementara pada Juli hingga awal Agustus ek...

Showing posts with label Statistik. Show all posts
Showing posts with label Statistik. Show all posts

Thursday, June 28, 2018

Menelusuri Peningkatan Ekspor Indonesia


Ekspor Impor Indonesia Sepanjang Tahun 2017

Kepala BPS Suhariyanto saat menggelar konferensi pers di kantor pusat BPS, (Senin, 15/1/2018) mengatakan Badan Pusat Statistik ( BPS) mencatat ada kenaikan nilai ekspor dan impor Indonesia sepanjang tahun 2017 dibandingkan dengan 2016. Secara kumulatif, nilai ekspor tahunan Indonesia pada 2017 mencapai 168,73 miliar dollar AS  atau sekitar Rp 2.260,98 triliun dengan kurs Rp 13.400 per dollar AS, meningkat 16,22 persen dibanding tahun 2016.  Sementara nilai impor tahun 2017 mencapai 156,893 miliar dollar AS atau sekitara Rp 2.102,37 triliun, meningkat 15,66 persen dibanding tahun 2016. Peningkatan itu berdampak positif pada tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Ekspor Indonesia Desember 2017

Nilai ekspor Indonesia Desember 2017 mencapai US$14,79 miliar dan Nilai impor Indonesia Desember 2017 mencapai US$15,06 miliar. Dari total nilai ekspor 2017 yang meningkat, didominasi oleh ekspor nonmigas. Nilainya mencapai 152,99 miliar dollar AS atau meningkat 15,83 persen dibanding 2016 lalu. Berdasarkan sektornya, ekspor nonmigas untuk hasil industri pengolahan sepanjang 2017 (Januari-Desember) naik 13,14 persen dibanding tahun 2016. Juga dengan sektor hasil pertanian tumbuh 7,79 persen serta hasil tambang dan lainnya naik 33,71 persen. Untuk provinsi asal barang, ekspor Indonesia terbesar sepanjang 2017 berasal dari Jawa Barat dengan nilai 29,18 miliar dollar AS (17,29 persen), Jawa Timur senilai 18,43 miliar dollar AS (10,92 persen), dan Kalimantan Timur senilai 17,63 miliar dlolar AS (10,45 persen).

Sementara untuk impor, peningkatannya terjadi pada impor migas senilai 5.567,8 juta dollar AS (29,71 persen) dan impor nonmigas senilai 15.672,4 juta dollar AS (13,41 persen). Jika dirinci lagi, peningkatan impor migas didorong oleh naiknya impor minyak mentah senilai 329,2 juta dollar AS (4,89 persen), hasil minyak senilai 4.183,5 juta dolar AS (40,46 persen), dan gas 1.055,1 juta dollar AS (63,22 persen). Volume impor tahun 2017 juga mengalami peningkatan 5,68 persen atau setara dengan 8,635 juta ton dibanding periode yang sama sepanjang tahun 2016. Hal ini dipicu oleh impor migas sebesar 4,21 persen (2,033 juta ton) dan nonmigas 6,37 persen (6,603 juta ton).

Hingga Desember 2017, Nilai ekspor mencapai US$14,79 miliar, dibanding November 2017 menurun 3,45 persen dibanding ekspor 2017, dibanding Desember 2016 meningkat 6,93 persen. Ekspor nonmigas US$13,28 miliar, turun 5,41 persen dibanding November 2017, dibanding ekspor nonmigas Desember 2016 naik 5,56 persen. Secara kumulatif nilai ekspor Indonesia Januari–Desember 2017 mencapai US$168,73 miliar atau meningkat 16,22 persen dibanding periode yang sama tahun 2016, sedangkan ekspor nonmigas mencapai US$152,99 miliar atau meningkat 15,83 persen. Penurunan terbesar ekspor nonmigas Desember 2017 terhadap November 2017 terjadi pada perhiasan/permata sebesar US$205,2 juta (38,83 persen), sedangkan peningkatan terbesar terjadi pada bijih, kerak, dan abu logam sebesar US$421,0 juta (126,05 persen).

Menurut sektor, ekspor nonmigas hasil industri pengolahan Januari–Desember 2017 naik 13,14 persen dibanding periode yang sama tahun 2016, demikian juga ekspor hasil pertanian naik 7,79 persen dan ekspor hasil tambang dan lainnya naik 33,71 persen. Ekspor nonmigas Desember 2017 terbesar adalah ke Tiongkok yaitu US$2,19 miliar, disusul Jepang US$1,47 miliar dan Amerika Serikat US$1,42 miliar, dengan kontribusi ketiganya mencapai 38,31 persen. Sementara ekspor ke Uni Eropa (28 negara) sebesar US$1,33 miliar.

Menurut provinsi asal barang, ekspor Indonesia terbesar pada Januari–Desember 2017 berasal dari Jawa Barat dengan nilai US$29,18 miliar (17,29 persen), diikuti Jawa Timur US$18,43 miliar (10,92 persen) dan Kalimantan Timur  US$17,63  miliar (10,45 persen).

IMPOR Indonesia Desember 2017

Nilai impor mencapai US$15,06 miliar atau turun 0,29 persen dibanding November 2017, dibandingkan  Desember  2016  meningkat 17,83 persen. Impor  nonmigas  Desember  2017  mencapai  US$12,51 miliar atau turun 3,05 persen dibanding November 2017, dibanding Desember 2016 meningkat 12,87 persen. 

Impor  migas  Desember  2017  mencapai  US$2,55  miliar atau  naik  15,89  persen  dibanding  November  2017  dan juga meningkat 50,10 persen dibanding Desember 2016. Peningkatan  impor  nonmigas  terbesar  Desember  2017 dibanding November 2017 adalah kapal laut dan bangunan terapung  US$121,8  juta  (194,88  persen),  sedangkan penurunan terbesar adalah golongan mesin dan pesawat mekanik sebesar US$199,2 juta (8,51 persen).

Negara pemasok barang impor nonmigas terbesar selama Januari–Desember 2017 ditempati oleh Tiongkok dengan nilai  US$35,52  miliar  (26,79  persen),  Jepang  US$15,21 miliar  (11,47  persen),  dan  Thailand  US$9,19  miliar  (6,93 persen).  Impor  nonmigas  dari  ASEAN  20,37  persen, sementara dari Uni Eropa 9,27 persen.

Nilai  impor  semua  golongan  penggunaan  barang  baik barang konsumsi, bahan baku/penolong dan barang modal selama  Januari–Desember  2017  mengalami  peningkatan dibanding periode yang sama tahun sebelumnya masingmasing 14,69 persen, 16,56 persen, dan 12,14 persen.

Perdagangan Indonesia Defisit Tetapi Kinerja Ekspor Membaik

Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita dalam siaran persnya (Jumat,18/8/2017) mengumumkan perbaikan kinerja ekspor Indonesia pada pertengahan 2017. Data ekspor Juli 2017 tercatat naik 16,8 persen dibanding bulan sebelumnya menjadi 13,6 miliar dolar AS. Peningkatan itu didukung kenaikan ekspor non-migas sebesar 19,9 persen di tengah penurunan ekspor migas 7,8 persen. Kinerja ekspor Indonesia yang terus tumbuh pada pertengahan 2017 menunjukkan indikasi perekonomian global telah membaik. Kinerja ekspor pada Juli 2017 turut memberikan kontribusi terhadap suplus nilai perdagangan kumulatif Januari-Juli 2017, yaitu sebesar 7,4 miliar dolar AS. Surplus ini datang dari perdagangan non-migas senilai 12 miliar dolar AS dengan dikurangi defisit perdagangan migas sebesar 4,6 miliar dolar AS. Surplus ini jauh lebih tinggi dari periode yang sama tahun sebelumnya, yakni hanya 4,8 miliar dolar AS.

Data Kemendag, ekspor selama Januari-Juli 2017 naik 17,3 persen dibanding periode yang sama tahun 2016, atau menjadi 93,6 miliar dolar AS. Peningkatan itu didorong penguatan ekspor non-migas 17,4 persen, atau menjadi 84,8 miliar dolar AS, dan kenaikan ekspor migas 16,9 persen yaitu menjadi senilai 8,8 miliar dolar AS. Kenaikan signifikan ekspor non-migas ke beberapa negara mitra dagang Indonesia selama Januari-Juli 2017 ialah ke India, Cina dan Spanyol, yakni masing-masing tumbuh 55,7 persen, 53,1 persen dan 42,6 persen dibanding periode sama tahun sebelumnya.

Produk-produk ekspor yang naik signifikan pada Januari-Juli 2017 ialah besi dan baja (76,9 persen), timah (62,4 persen), karet dan barang dari karet (54,0 persen), bahan bakar mineral/batu bara (52,3 persen), bahan kimia organik (42,2 persen), kopi, teh dan rempah (39,6 persen), berbagai produk kimia (25,8 persen) serta kendaraan bermotor dan bagiannya (22,1 persen).

Negara ekonomi besar dunia mitra dagang utama Indonesia sedang mengalami pertumbuhan ekonomi positif pada 2017 sehingga memacu pertumbuhan ekspor. Sebagai contoh, AS pada Triwulan II-2017 tumbuh 2,1 persen, Cina 6,9 persen, Eropa 2,1 persen dan Jepang 2 persen.

Meskipun kinerja ekspor membaik perdagangan Indonesia pada Juli 2017 masih mengalami defisit senilai 0,3 miliar dolar AS. Pada Juli 2017, terdapat peningkatan impor sebesar 39 persen dibanding data Juni 2017, atau menjadi 13,9 miliar dolar AS. Kenaikan ini dipicu tumbuhnya impor non-migas sebesar 44,3 persen dibanding bulan sebelumnya, yaitu menjadi 12,1 miliar dolar AS. Sementara impor migas naik 11,1 persen dibanding bulan sebelumnya, menjadi 1,8 miliar dolar AS.

Pertumbuhan impor non-migas sebagai imbas dari kenaikan rata-rata harga agregat barang impor non-migas bulan Juli sebesar 16,9 persen MoM. Secara kumulatif, impor Januari-Juli 2017 mencapai 86,2 miliar dolar AS atau naik 14,9 persen dibanding pada 2016. Kenaikan itu didorong seluruh jenis barang, terutama impor bahan baku naik 16,3 persen, barang modal 9,3 persen serta barang konsumsi 13,5 persen. Pembangunan infrastruktur di Indonesia yang masif mendorong peningkatan impor terkait barang modal maupun bahan baku/ penolong.

Data Kemendag menyebutkan impor barang modal yang tumbuh tinggi pada Januari-Juli 2017, dibanding periode sama di tahun 2016, adalah alat angkutan untuk industri (81,6 persen) dan barang modal kecuali alat angkutan (3,2 persen). Sedangkan kategori bahan baku/penolong yang tumbuh signifikan adalah bahan bakar dan pelumas (processed), bahan bakar motor, serta suku cadang dan perlengkapan barang modal yang masing-masing tumbuh 65,7 persen, 39,7 persen, dan 10,3 persen.

Komoditas Ekspor Hayati Indonesia Di Tahun 2017

Sebagai penghasil rempah rempah terbaik di Dunia membuat Indonesia menjadikan Komoditas rempah sebagai unggulan ekspor. Hampir di setiap daerah memiliki komoditas unggulan dan sebagian diantaranya sudah berhasil menguasai pasar ekspor mancanegara, sebut saja seperti Kopi, sawit dan karet yang sudah memiliki pasar ekspor yang luas. Selain itu Indonesia juga sudah dikenal sebagai negara pengekspor bahan komoditas mentah, ada yang hayati dan non hayati. Bukan hanya itu, komoditas non hayati indonesia juga sangat unggul dalam ekspor, seperti, hasil tambang, minyak bumi, batu bara Dll. Keanekaragaman komoditas Indonesia juga menjadi aset yang sangat vital untuk perekonomian seperti komoditas karet, kopi, pala, tembakau, cengkeh, Cokelat dan kelapa sawit. Komoditas unggulan Indonesia tersebut hampir menyebar di berbagai daerah di tanah air.

Melihat dari data Badan Pusat Statistik (BPS), ditahun 1990 nilai ekspor komoditi Indonesia mencapai US$65,4 miliar. Lalu pada tahun 2010 bertambah menjadi US$157,7 miliar. Di tahun 2013 nilai ekspor juga ditopang oleh bahan bakar mineral sebesar US$12,97 milliar. Hal tersebut membuat komoditas membantu perekonomian dalam negeri dari segi ekspor.

Jenis Komoditas Hayati :
Kopi; cengkeh; gula; cokelat; karet; kelapa sawit; pala; tembakau; kayu manis
Jenis Komoditas Non Hayati :
Hasil Tambang; Minyak bumi; Gas alam; Batu bara; Emas; Perak; Logam Industri

Negara Tujuan Ekspor Indonesia Dan Alternatif Target Ekspor

Nilai Ekspor Komoditi Nasional setiap tahunnya terus mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut terjadi hampir diberbagai sektor. Pada tahun 2015, ekspor kopi Indonesia ke Jepang sebanyak 41 240,1 Ton, lalu ke Amerika sebanyak 65 481,3 Ton, dan ekpsor kopi juga menyebar ke berbagai negara di Eropa. Hal ini tentu menjadikan komoditas sebagai andalan ekspor Indonesia. Tabel ekspor Nasional selama tahun 2016 berdasarkan Bulan yang diolah oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dapat dilihat diatas.

Negara di Asia dan Eropa menjadi target sasaran ekspor berbagai komoditi di Indonesia. Sebelumnya beberapa negara seperti, Jepang, Tiongkok, dan Amerika sudah menjadi langganan ekspor komoditas Indonesia. Kini pemerintah terus fokus mengembangkan nilai ekspor ke negara lainnya yang memiliki potensi besar.

Presiden Amerikat Serik Donald Trump, telah menandatangani aturan penerapan tarif pada impor baja dan aluminium, dengan pengecualian bagi Kanada, Meksiko dan Australia yang mendapatkan pembebasan tarif. Aturan tersebut akan berlaku efektif beberapa hari ke depan. Indonesia sendiri jelas akan terdampak dari kebijakan Amerika Serikat (AS) itu.

Pertama, Indonesia hanya mengekspor baja ke AS dalam persentase 1%-2% dari total ekspor baja. Memang jumlah itu tidak signifikan, tetapi pelaku industri baja mengkhawatirkan dampak tidak langsung yang terjadi, yakni banjirnya baja impor dari China.

Kedua, untuk aluminium kasusnya agak berbeda, karena Indonesia mengekspor aluminium dalam jumlah yang banyak ke AS. Bahkan, nilai ekspor aluminium Indonesia ke AS mencapai US$ 123,65 juta pada 2016, nilai terbesar dibandingkan dengan ekspor ke negara lainnya. Jumlah itu juga mencapai 31,22% dari total ekspor aluminium Indonesia sebesar US$ 395,96 juta.

Negara-Negara Alternatif Tujuan Ekspor Indonesia antara lain :
  • Pertama, tentu saja Indonesia perlu menengok negara-negara tujuan ekspor utama aluminium selain AS. Pada posisi 5 besar negara tujuan ekspor aluminium Indonesia di tahun 2016, masih ada nama Malaysia, Jepang, Filipina, dan Vietnam, selain AS di posisi 1. Jika memang produksi ke AS dibatasi, Indonesia perlu memikirkan opsi untuk memaksimalkan ekspor ke negara-negara tersebut. Pada tahun 2016, Indonesia mengekspor aluminium ke Malaysia senilai US$ 54,89 juta dan ke Jepang sebesar US$ 31,60 juta.
  • Kedua, Indonesia juga perlu memperhitungkan negara-negara dengan konsumsi aluminium yang besar. Berdasarkan proyeksi Engelhart Commodities Trading Partner (ECTP), konsumsi aluminium masih akan tumbuh beberapa tahun ke depan seiring dengan pemulihan ekonomi global. Jerman dan Cina menjadi negara dengan konsumsi aluminium per kapita paling banyak, masing-masing diproyeksikan tumbuh hingga 30,8 kg/orang dan 28,3 kg/orang pada 2020.

Mengingat China memasok lebih dari 50% aluminium global, Jermanlah yang dapat menjadi tujuan utama Indonesia untuk memaksimalkan ekspor aluminium. Tecatat pada tahun 2016, Indonesia hanya mengekspor aluminium senilai US$ 892,82 ribu ke Jerman. Jumlah itu hanya sejumlah 0,72% dari ekspor Indonesia ke AS.

Menurut ECTP, konsumsi aluminium per kapita Uni Emirat Arab diproyeksikan mencapai 24,9 kg/orang pada 2020. Pada tahun 2016, Indonesia baru mengekspor aluminium sebesar US$ 3,99 juta ke negara kaya minyak tersebut. Uni Emirat Arab merupakan negara potensial yang bisa diprospek oleh Indonesia.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto di Jakarta mencatat pertumbuhan kinerja ekspor Indonesia sepanjang Januari-Mei 2018 sebesar 74,93 miliar dolar AS. Pangsa ekspor tidak berubah, 15,05% tertuju ke China nilainya 10,25 miliar dolar AS. Selain itu, pangsa pasar ekspor RI setelah China disusul Amerika Serikat dengan share 10,91% dengan nilai 7,43 miliar dolar AS dan Jepang 10,09% dengan nilai 6,87 miliar dolar AS, dan negara-negara ASEAN 26%. 

Pasar tujuan ekspor RI terbesar masih diduduki oleh Tiongkok dengan nilai ekspor pada Januari-Mei 2018 tercatat 10,25 miliar dolar AS, naik 15,05% dibanding tahun lalu sebesar 7,80 miliar dolar AS. Ini menunjukkan bahwa ada perang dagang ekspor, namun tetap tumbuh menggembirakan, terutama ke Tiongkok. Tapi 36% ekspor Indonesia masih terpaku ke 3 negara Tiongkok, AS dan Jepang. Diversifikasi mutlak dilakukan ke depan, dan itu sudah mulai dilakukan Mendag, sehingga pasar ekspor kita bisa merambah ke Amerika Latin. Perang dagang kedua negara tersebut tidak menghambat laju kinerja ekspor Indonesia. Meski demikian, pemerintah harus terus memperluas negara-negara tujuan ekspor. Pasalnya, sampai saat ini sekitar 36,05% ekspor nasional hanya kepada tiga negara saja, yakni China, AS, dan Jepang. Tentunya perang dagang ini ada sisi positif ada sisi negatif. Positifnya kita punya kesempatan untuk mengirimkan berbagai produk ke sana, tapi sisi negatif harus dijaga kemungkinan Tiongkoknya terganjal ekspor besi dan baja, jangan sampai merembes ke kita.

Ekspor Indonesia Meningkat Per Maret 2018

Nilai ekspor Indonesia Maret 2018 mencapai US$15,58 miliar atau meningkat 10,24 persen dibanding ekspor Februari 2018. Demikian juga dibanding Maret 2017 meningkat 6,14 persen. Ekspor nonmigas Maret 2018 mencapai US$14,24 miliar, naik 11,77 persen dibanding Februari 2018. Demikian juga dibanding ekspor nonmigas Maret 2017 naik 8,16 persen.

Secara kumulatf, nilai ekspor Indonesia Januari–Maret 2018 mencapai US$44,27 miliar atau meningkat 8,78 persen dibanding periode yang sama tahun 2017, sedangkan ekspor nonmigas mencapai US$40,21 miliar atau meningkat 9,53 persen. Peningkatan terbesar ekspor nonmigas Maret 2018 terhadap Februari 2018 terjadi pada bahan bakar mineral sebesar US$358,9 juta (18,58 persen), sedangkan penurunan terbesar terjadi pada timah sebesar US$92,5 juta (45,25 persen).

Menurut sektor, ekspor nonmigas hasil industri pengolahan Januari–Maret 2018 naik 4,60 persen dibanding periode yang sama tahun 2017, demikian juga ekspor hasil tambang dan lainnya naik 41,48 persen, sementara ekspor hasil pertanian turun 9,32 persen.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto di Gedung BPS, (Senin, 16/4/2018) merilis data ekspor dan impor Maret 2018 serta neraca perdagangan. Ekspor pada Maret 2018 tercatat naik 6,14% (year on year) dengan nilai US$ 15,58 miliar. Nilai ekspor secara bulanan tumbuh 10,24%. Ekspor non migas tumbuh 11,77% sementara ekspor migas turun 3,81%. Secara bulanan, ekspor produk pertanian meningkat hingga 20,01%. Didorong oleh ekspor sarang burung dan aromatik. Untuk industri manufaktur secara bulanan naik 9,17%. Didorong oleh ekspor besi-baja, tembaga, tekstil, dan pulp. Untuk pertambangan, secara bulanan naik 22,66%. Didorong oleh batu bara 24%, dan biji tembaga yang naik 36%. Sementara ekspor untuk timah secara bulanan mengalami penurunan hingga 45%.

Ekspor Maret 2018

Ekspor nonmigas mencapai US$14,24 miliar, naik 11,77% dibanding Februari 2018. Demikian juga dibanding ekspor nonmigas Maret 2017 naik 8,16%. Secara kumulatif, nilai ekspor Indonesia Januari-Maret 2018 mencapai US$44,27 miliar atau meningkat 8,78% dibanding periode yang sama tahun 2017, sedangkan ekspor nonmigas mencapai US$40,21 miliar atau meningkat 9,53%. Peningkatan terbesar ekspor nonmigas Maret 2018 terhadap Februari 2018 terjadi pada bahan bakar mineral sebesar US$358,9 juta (18,58%), sedangkan penurunan terbesar terjadi pada timah sebesar US$92,5 juta (45,25%).

Menurut sektor, ekspor nonmigas hasil industri pengolahan Januari-Maret 2018 naik 4,60% dibanding periode yang sama tahun 2017, demikian juga ekspor hasil tambang dan lainnya naik 41,48%, sementara ekspor hasil pertanian turun 9,32%.

Ekspor nonmigas Maret 2018 terbesar adalah ke Tiongkok yaitu US$2,36 miliar, disusul Amerika Serikat US$1,59 miliar dan Jepang US$1,43 miliar, dengan kontribusi ketganya mencapai 37,78%. Sementara ekspor ke Uni Eropa (28 negara) sebesar US$1,53 miliar.

Menurut provinsi asal barang, ekspor Indonesia terbesar pada Januari-Maret 2018 berasal dari Jawa Barat dengan nilai US$7,53 miliar (17,02 persen), diikut Jawa Timur US$4,77 miliar (10,77 persen) dan Kalimantan Timur US$4,59 miliar (10,37%).

Impor per Maret 2018

BPS mencatat nilai impor pada mengalami pertumbuhan hingga 9,07% dengan nilai US$ 14,49 miliar. Sehingga neraca perdagangan mencatatkan surplus hingga US$ 1,09 miliar. Impor barang konsumsi secara tahunan turun 9,54%. Bahan baku penolong naik 9,01% yang didorong oleh kenaikan impor raw sugar dan barang modal naik 21,6%.
Sementara, impor beras tercatat turun tajam. Hal itu karena dibatasi hanya 500.000 ton.

Impor nonmigas mencapai US$12,23 miliar atau naik 2,30% dibanding Februari 2018, sementara jika dibanding Maret 2017 meningkat 11,08%. Impor migas Maret 2018 mencapai US$2,26 miliar atau naik 1,24% dibanding Februari 2018, namun turun 0,64% dibanding Maret 2017. Peningkatan impor nonmigas terbesar Maret 2018 dibanding Februari 2018 adalah golongan mesin dan pesawat mekanik US$286,9 juta (14,84%), sedangkan penurunan terbesar adalah golongan mesin dan peralatan listrik sebesar US$153,1 juta (9,19%).

Negara pemasok barang impor nonmigas terbesar selama Januari-Maret 2018 ditempati oleh Tiongkok dengan nilai US$10,16 miliar (27,30 persen), Jepang US$4,33 miliar (11,64 persen), dan Thailand US$2,57 miliar (6,89%). Impor nonmigas dari ASEAN 20,84 persen, sementara dari Uni Eropa 9,41%.

Nilai impor semua golongan penggunaan barang baik barang konsumsi, bahan baku/penolong dan barang modal selama Januari-Maret 2018 mengalami peningkatan dibanding periode yang sama tahun sebelumnya masing-masing 22,08%, 18,35%, dan 27,72%.

Rilis BPS per 16 April 2018 menyebutkan Ekspor nonmigas Maret 2018 terbesar adalah ke Tiongkok yaitu US$2,36 miliar, disusul Amerika Serikat US$1,59 miliar dan Jepang US$1,43 miliar, dengan kontribusi ketganya mencapai 37,78 persen. Sementara ekspor ke Uni Eropa (28 negara) sebesar US$1,53 miliar.
Menurut provinsi asal barang, ekspor Indonesia terbesar pada Januari–Maret 2018 berasal dari Jawa Barat dengan nilai US$7,53 miliar (17,02 persen), diikut Jawa Timur US$4,77 miliar (10,77 persen) dan Kalimantan Timur US$4,59 miliar (10,37 persen).

Nilai impor Indonesia Maret 2018 mencapai US$14,49 miliar atau naik 2,13 persen dibanding Februari 2018, demikian pula jika dibandingkan Maret 2017 meningkat 9,07 persen. Impor nonmigas Maret 2018 mencapai US$12,23 miliar atau naik 2,30 persen dibanding Februari 2018, sementara jika dibanding Maret 2017 meningkat 11,08 persen. Impor migas Maret 2018 mencapai US$2,26 miliar atau naik 1,24 persen dibanding Februari 2018, namun turun 0,64 persen dibanding Maret 2017. Peningkatan impor nonmigas terbesar Maret 2018 dibanding Februari 2018 adalah golongan mesin dan pesawat mekanik US$286,9 juta (14,84 persen), sedangkan penurunan terbesar adalah golongan mesin dan peralatan listrik sebesar US$153,1 juta (9,19 persen).

Negara pemasok barang impor nonmigas terbesar selama Januari–Maret 2018 ditempat oleh Tiongkok dengan nilai US$10,16 miliar (27,30 persen), Jepang US$4,33 miliar (11,64 persen), dan Thailand US$2,57 miliar (6,89 persen). Impor nonmigas dari ASEAN 20,84 persen, sementara dari Uni Eropa 9,41 persen.

Nilai impor semua golongan penggunaan barang baik barang konsumsi, bahan baku/penolong dan barang modal selama Januari–Maret 2018 mengalami peningkatan dibanding periode yang sama tahun sebelumnya masing-masing 22,08 persen, 18,35 persen, dan 27,72 persen

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto di Gedung BPS, Jakarta, (Selasa, 15/5/2018) melaporkan hasil ekspor-impor dan neraca perdagangan April 2018. Ekspor tercatat US$ 14,47 miliar, naik 9,01% dari posisi April 2017. Jika dibandingkan bulan Maret 2018 ada penurunan 7,19% nilai ekspor. Tapi kalau dibanding April 2017 ekspor masih naik 9,01%. 92% ekspor adalah berasal dari ekspor non migas dengan penurunan nilai impor 7,19% yang terjadi karena ada penurunan ekspor baik migas maupun ekspor non migas. Ekspor migas April 2018 mencapai US$ 1,19 miliar dan ekspor non-migas tercatat US$ 13,28 miliar. Untuk ekspor migas di bulan April 2018 nilainya US$ 1,19 miliar kalau dibanding dengan posisi ekspor migas Maret 2018 berarti terjadi penurunan 11,32%. Kalau dilacak di sana ekspor gasnya meningkat tapi nilai hasil minyak mentahnya mengalami penurunan. Jadi, penurunan ekspor non migas disebabkan karena hasil penurunan minyak mentah. Ekspor gas sebesar 4,36%. Ekspor non migas turun 6,8% terjadi untuk penurunan industri pengolahan dan pertambangan, ekspor hasil pertanian alami peningkatan.

Selama Maret-April ada fluktuatif komoditas, baik migas dan non migas. Misalnya harga minyak Maret US$ 61,87 rata -rata, kemudian April 2018 naik US$ 67,43 per barel. Ada beberapa komoditas non migas yang naik, aluminium, nikel dan, cokelat, tapi ada juga komoditas non migas yang dari Maret ke April seperti batu bara turun ini rata -rata. Dengan situasi seperti itu, harga komoditas itu akan memberi pengaruh ke nilai ekspor dan impor selama April 2018.

Tampaknya perdagangan Internasional Indonesia mulai menggeliat. Semoga perekonomian melaju terus.

Jayalah Indonesia.


SUMBER :