Pengelolaan Utang Negara
Pembayaran
bunga utang merupakan kewajiban pemerintah kepada investor atau pemberi
pinjaman sebagai konsekuensi penggunaan utang untuk menutup kebutuhan defisit
APBN dan kebutuhan pembiayaan lain misalnya penanaman modal negara. Pembayaran
bunga utang mencakup pembayaran bunga utang dalam negeri dan luar negeri, yang
perhitungannya berdasarkan utang pemerintah yang belum jatuh tempo dan
perkiraan tambahan utang baru. Pembayaran bunga utang mencakup kupon dan diskon
surat berharga negara, bunga pinjaman, dan biaya-biaya lain yang timbul dalam
pengadaan dan pengelolaan utang. Proyeksi pembayaran bunga utang sangat
dipengaruhi oleh volatilitas di pasar keuangan, khususnya nilai tukar dan
tingkat bunga (yield SBN dan bunga pinjaman).
Pada
tahun 2018, volatilitas perekonomian global meningkat sebagai dampak adanya
penyesuaian tingkat suku bunga The Fed menuju keseimbangan baru, dan dinamika
kebijakan Amerika Serikat terkait perdagangan, perpajakan, ekspektasi defisit
maupun hubungan politik dengan negara-negara lain. Faktorfaktor tersebut secara
dominan melatarbelakangi adanya capital outflow dari berbagai negara ke Amerika
Serikat dan berdampak pada pasar keuangan, baik pasar saham maupun pasar utang.
Selama
kuartal I tahun 2018, rata-rata biaya utang baru masih relatif lebih murah dibandingkan
periode yang sama tahun 2017. Misalnya, rata-rata yield SBN rupiah baru sebesar
5,62 persen, lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun 2017 yang
sebesar 6,14 persen. Demikian pula, rata-rata biaya efektif utang baru (SBN
valas dan pinjaman luar negeri) dalam mata uang USD sekitar 3,89 persen, lebih
rendah dari periode yang sama tahun 2017 sebesar 4,19 persen.
Namun, secara
keseluruhan pada semester I 2018, tingkat bunga ON (SBN domestik jangka
panjang) tenor 10 tahun telah mengalami kenaikan sebesar 120 bps dan bunga
pinjaman luar negeri berbasis LIBOR 6 bulan mengalami kenaikan sebesar 66 bps.
Sementara itu nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika juga mengalami
depresiasi. Realisasi
pembayaran bunga utang dalam Semester I Tahun 2018 secara prosentase sedikit
lebih tinggi apabila dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2017.
Pinjaman Luar Negeri terealisasi hingga akhir bulan Juni 2018 sebesar negatif Rp16,08 triliun. Pada bulan Juni ini telah ditarik Pinjaman Luar Negeri (Bruto) sebesar Rp19,54 triliun dari target APBN 2018 sebesar Rp51,35 triliun.
Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia tumbuh melambat pada akhir Mei 2018. ULN Indonesia pada akhir Mei 2018 tercatat sebesar USD358,6 miliar setara Rp5.020,40 triliun (kurs rupiah Rp14.000 per USD). Utang tersebut terdiri dari utang pemerintah dan bank sentral sebesar USD182,5 miliar dan utang swasta termasuk BUMN sebesar USD176,1 miliar pada akhir Mei 2018.
Melansir data Bank Indonesia, (Senin, 16/8/2018), ULN Indonesia tumbuh 6,8% (yoy) pada akhir Mei 2018, melambat dibandingkan dengan 7,8% (yoy) pada bulan sebelumnya. Perlambatan ini terjadi baik pada ULN sektor pemerintah maupun ULN sektor swasta. ULN pemerintah tumbuh melambat dipengaruhi oleh pelepasan SBN domestik oleh investor asing sejalan dengan perkembangan likuiditas global. Posisi ULN Pemerintah pada Mei 2018 turun dibandingkan dengan posisi akhir April 2018, karena adanya net pelunasan pinjaman dan berlanjutnya aksi pelepasan SBN domestik oleh investor asing. Kepemilikan SBN domestik oleh investor asing turun hingga USD1,1 miliar selama Mei 2018, sebagai antisipasi atas rencana Federal Reserve yang menaikkan tingkat suku bunga pada Juni 2018.
Investor asing melepas sementara kepemilikan SBN domestik sambil memperhatikan perkembangan likuiditas global yang menuju pada keseimbangan baru. Hal itu menunjukkan investor asing di pasar Surat Berharga Negara (SBN) domestik cenderung wait and see dalam menyikapi agenda kebijakan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve. Dengan perkembangan tersebut, ULN Pemerintah pada Mei 2018 tumbuh melambat menjadi sebesar USD179,3 miliar. ULN Pemerintah itu terbagi dalam SBN (SUN dan SBSN/Sukuk Negara) milik nonresiden sebesar USD124,6 miliar dan pinjaman dari kreditur asing sebesar USD54,7 miliar.
ULN swasta tumbuh melambat terutama dipengaruhi oleh ULN sektor pertambangan, sektor industri pengolahan, dan sektor pengadaan listrik, gas, dan uap/air panas (LGA). Secara tahunan, pertumbuhan ULN ketiga sektor tersebut pada Mei 2018 masing-masing sebesar 0,2%, 3,3%, dan 11,7%, lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan pada bulan sebelumnya. Sementara itu, pertumbuhan ULN sektor jasa keuangan mengalami peningkatan dibandingkan dengan pertumbuhan bulan sebelumnya. Pangsa ULN keempat sektor tersebut terhadap total ULN swasta mencapai 72,4%, relatif sama dengan pangsa pada periode sebelumnya.
Perkembangan ULN Indonesia pada Mei 2018 tetap terkendali dengan struktur yang sehat. Hal ini tercermin antara lain dari rasio ULN Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada akhir Mei 2018 yang tercatat stabil di kisaran 34%. Rasio tersebut masih lebih baik dibandingkan dengan rata-rata negara peers. Berdasarkan jangka waktu, struktur ULN Indonesia pada akhir Mei 2018 tetap didominasi ULN berjangka panjang yang memiliki pangsa 86,3% dari total ULN. Bank Indonesia berkoordinasi dengan Pemerintah terus memantau perkembangan ULN dari waktu ke waktu untuk mengoptimalkan peran ULN dalam mendukung pembiayaan pembangunan, tanpa menimbulkan risiko yang dapat memengaruhi stabilitas perekonomian.
Menteri Keuangan Sri Mulyani di Kementerian Keuangan, (Selasa, 17/7/2018) menjelaskan, menurunnya pembiayaan utang karena posisi defisit APBN hingga semester I 2018 semakin mengecil bila dibandingkan periode yang sama tahun 2017. Di mana pada semester I tercatat defisit sebesar 0,75% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sedangkan posisi tahun lalu 1,29% terhadap PDB.
Pembiayaan sebagian besar dilakukan melalui penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) yang pada akhir Juni 2018 telah mencapai mencapai Rp192,60 triliun atau 46,46 persen dari APBN. Porsi pembiayaan utang melalui SBN tersebut terus mengalami penurunan yakni sebesar 16,88% jika dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, bahkan jadi yang terendah dalam empat tahun terakhir.
Pembiayaan utang terendah dalam empat tahun terakhir. Di mana penerbitan SBN neto realisasi semester I-2018 mencapai Rp 192 triliun. Pembiayaan utang terus membaik. Untuk pembiayaan utang Pinjaman Dalam Negeri (Neto) yang terealisasi sebesar negatif Rp 513,00 miliar yang seluruhnya merupakan pembayaran Cicilan Pokok Pinjaman Dalam Negeri. Pembiayaan utang dan SBN itu mengalami penurunan. Sementara itu penarikan Pinjaman Dalam Negeri belum dilakukan hingga akhir Semester I tahun 2018.
Kalaupun pengelolaan utang hati-hati tidak berarti banting setir secara sangat ekstrem, karena juga menjaga ekonomi untuk tetap stabil dalam situasi yang menghadapi gejolak ekonomi dunia. Pemerintah memiliki tujuan untuk melibatkan peran serta masyarakat dalam pembangunan Indonesia lewat penerbitan SBN serta mengurangi ketergantungan pinjaman luar negeri.
Perkembangan Hutang Negara Sepanjang Tahun
Dari
catatan economist, posisi utang dunia hingga saat ini ditaksir mencapai US$
48.872.955.713.191. Utang itu hanya berasal dari utang publik dan belum
memperhitungkan utang swasta. Indonesia, tercatat memiliki utang pemerintah
hingga US$ 218,75 miliar. Dibandingkan dua negara terdekat, posisi utang
Indonesia, secara nominal, lebih besar dibandingkan Malaysia dan lebih rendah
dari Singapura. Namun jika dibandingkan rasio utang per kapita, Indonesia
justru merupakan negara terendah. Berdasarkan
nominal nilai utang tertinggi seperti dikutip dari laman Economist:
3.
Thailand : Populasi: 68.627.868, Utang
publik: US$172,02 miliar, Utang per kapita: $ 2.505,81, Rasio utang terhadap
PDB: 47,0 persen, Perubahan posisi utang per tahun: 15,8 persen
2.
Indonesia : Populasi: 247.454.098, Utang publik: US$218,75 miliar, utang per
kapita: US$884,02, Rasio utang terhadap PDB: 24,7 persen, Perubahan posisi
utang tahunan: 12,2 persen
1.
Singapura ; Populasi: 5.343.110, Utang publik: US$262,37 miliar, utang per
kapita: US$49.217,02, Rasio utang terhadap PDB: 96,7 persen, Perubahan posisi
utang tahunan: 6,5 persen
Pada
tahun 2016, Trading Economics, mencatat rasio utang Indonesia dibandingkan
Produk Domestik Bruto (PDB) berada di peringkat kedua terendah se-Asean. Indonesia
mencatat utang pemerintah setara dengan 27,90 persen PDB pada 2016. Utang
Pemerintah terhadap PDB di Indonesia rata-rata 39,58 persen dari 2000 sampai
2016, mencapai titik tertinggi sepanjang masa di 87,43 persen pada 2000 dan
rekor terendah 22,96 persen pada 2012. Hal itu berhasil diraih karena utang
selalu digunakan untuk kegiatan produktif. Di samping juga kinerja tim ekonomi
pemerintahan Jokowi yang piawai mengelola tambahan pinjaman tersebut.
Namun,
pada tahun 2017, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di Kantor KEMENKEU,
Jakarta (17/7/2018) merilis data total utang pemerintah pusat tercatat mencapai
Rp 4.227,78 triliun. Angka itu tumbuh 14,06% dibandingkan periode yang sama
tahun sebelumnya.
Dari
laporan APBN 2018 hingga bulan Juni pinjaman mencapai Rp 785,13 triliun, tumbuh
7,99% yoy. Terdiri dari pinjaman luar negeri sebesar Rp 779,81 triliun atau
tumbuh 8,03% yoy. Sedangkan pinjaman dalam negeri tercatat Rp 5,33 triliun,
tumbuh 2,82% yoy. Untuk utang dari Surat Berharga Negara (SBN) tercatat
Rp3.442,64 triliun atau tumbuh 15,54% yoy. Terdiri dari denominasi rupiah
mencapai Rp2.419,67 triliun, meningkat 10,62% yoy. Kemudian untuk utang
denominasi valas mencapai Rp1.022,91 triliun atau tumbuh 29,15%.
Rasio
utang pemerintah di semester I 2018 mencapai 29,79% terhadap Produk Domestik
Bruto (PDB). Angka ini masih berada jauh di bawah batas aman yang dalam
Undang-Undang Keuangan Negara Nomor 17 tahun 2003 yakni 60% terhadap PDB.
Realisasi
pembiayaan utang pada Semester I 2018 telah mencapai Rp176 triliun atau sebesar
44,09% dari target APBN tahun 2018. Angka ini lebih rendah 15,3% dibanding
pembiayaan utang periode yang sama tahun lalu yang mencapai Rp207,8 triliun.
Sebagaimana
dikutip Metrotvnews.com, Minggu 29 Oktober 2017, negara dengan rasio utang terendah di ASEAN adalah Brunei dan tertinggi adalah
Singapura. Sementara Indonesia menempati urutan dua terendah dari 10 negara.
Berikut
daftarnya:
1.
Brunei mencatat utang pemerintah setara dengan 3,10 persen dari PDB pada 2016.
Utang Pemerintah terhadap PDB di Brunei rata-rata 0,63 persen dari 1985 sampai
2016, mencapai level tertinggi sepanjang masa 3,20 persen pada 2014 dan rekor
terendah nol persen pada 1986.
2.
Indonesia mencatat utang pemerintah setara dengan 27,90 persen PDB pada 2016.
Utang Pemerintah terhadap PDB di Indonesia rata-rata 39,58 persen dari 2000
sampai 2016, mencapai titik tertinggi sepanjang masa di 87,43 persen pada 2000
dan rekor terendah 22,96 persen pada 2012.
3.
Kamboja mencatat utang pemerintah setara dengan 32,96 persen PDB pada 2016.
Utang Pemerintah terhadap PDB di Kamboja rata-rata mencapai 33,74 persen dari
1996 sampai 2016, mencapai titik tertinggi sepanjang masa di 43,10 persen pada
2003 dan rekor terendah 27,76 persen di 2008.
4.
Myanmar mencatat utang pemerintah setara dengan 35,79 persen PDB pada 2016.
Utang Pemerintah terhadap PDB di Myanmar rata-rata 89,71 persen dari 1998
sampai 2016, mencapai titik tertinggi sepanjang masa di 216,04 persen pada 2001
dan rekor terendah 29,91 persen pada 2014.
5.
Thailand mencatat utang pemerintah setara dengan 41,20 persen PDB pada 2016.
Utang Pemerintah terhadap PDB di Thailand rata-rata 44,40 persen dari 1996
sampai 2016, mencapai titik tertinggi sepanjang masa di 57,80 persen pada 2000
dan rekor terendah 15,20 persen pada 1996.
6.
Filipina mencatat utang pemerintah setara dengan 42,10 persen PDB pada 2016.
Utang Pemerintah terhadap PDB di Filipina rata-rata mencapai 56,78 persen dari
1990 sampai 2016, mencapai titik tertinggi sepanjang masa di 74,90 persen pada
1993 dan rekor rendahnya 42,10 persen pada 2016.
7.
Laos mencatat utang pemerintah setara dengan 45,56 persen dari PDB pada 2015.
Utang Pemerintah untuk PDB di Laos rata-rata 51,76 persen dari 1991 sampai
2015, mencapai titik tertinggi sepanjang masa di 81,70 persen pada 2004 dan
rekor terendah 33,61 persen pada 1991.
8.
Malaysia mencatat utang pemerintah setara dengan 53,20 persen PDB pada 2016.
Utang Pemerintah terhadap PDB di Malaysia rata-rata 48,43 persen dari 1990
sampai 2016, mencapai titik tertinggi sepanjang masa di 80,74 persen pada 1990
dan rekor terendah 31,80 persen pada 1997.
9.
Vietnam mencatat utang pemerintah setara dengan 62,40 persen PDB pada 2016.
Utang Pemerintah terhadap PDB di Vietnam rata-rata 43,76 persen dari 2000
sampai 2016, mencapai titik tertinggi sepanjang masa di 62,40 persen pada 2016
dan rekor terendah 31,40 persen di 2000.
10.
Singapura mencatat utang pemerintah setara dengan 104,70 persen PDB pada 2015.
Utang Pemerintah terhadap PDB di Singapura rata-rata 89,63 persen dari 1993
sampai 2015, mencapai titik tertinggi sepanjang masa di 106,20 persen pada 2012
dan rekor terendah 66,90 persen pada tahun 1994.
Melalui
data Bank Indonesia, utang negara ini mencapai 343,13 miliar dollar Amerika
atau setara Rp 4.636 triliun per September 2017.
Apakah
data itu semua salah? Sebenarnya utang diperlukan untuk kepentingan negara, seperti modal membangun negara, menutupi kekurangan anggaran, menjalin hubungan bilateral, bentuk pengakuan terhadap negara lain, dan masih banyak lagi lainnya. Indonesia bukanlah negara yang mempunyai utang terbesar
di dunia. Penambahan utang luar negeri oleh pemerintah saat ini sering
ditanggapi negatif oleh masyarakat. Padahal itu penting untuk pembiayaan
infrastruktur dan hal produktif lainnya.
IDN
Times telah merangkum 10 negara yang mempunyai utang tertinggiPada Tahun 2017
seperti dilansir dari Visual Capitalist.
1.
Amerika Serikat
Amerika
punya utang tertinggi di dunia dan merupakan negara ekonomi terbesar di dunia. Per
2017, Amerika telah mencetak rekor mempunyai utang nasional tertinggi melampaui
produk domestik bruto (PDB). Jumlah utang Amerika mencapai 19.947 miliar dollar
Amerika per Januari 2018.
2.
Jepang
Negara
ini memang dikenal sebagai yang paling maju dan berkembang dalam hal teknologi.
Namun, ahli keuangan dunia beranggapan Jepang berada dalam posisi keuangan yang
sulit. Hal tersebut dikarenakan utang nasional Jepang dan utang pemerintah
terlihat sangat kontras. Meski utangnya lebih kecil dari Amerika yakni sekitar
11.813 miliar dollar Amerika, tapi jumlahnya dua kali lipat dibandingkan PDB.
3.
China
Menurut
Dana Moneter Internasional (IMF), China juga mengalami krisis finansial.
Pasalnya, China termasuk negara yang sangat bergantung dengan utang terhadap
negara lain. Di 2018 ini, tercatat utang China sudah mencapai angka 4.976
miliar dollar Amerika. Menurut IMF, utang
tersebut diperkirakan akan meningkat menjadi hampir 300 persen dari PDB pada
2022.
4.
Italia
Pertumbuhan
ekonomi Italia dikenal lambat dengan tingkat penggangguran yang tinggi. Hingga
saat ini, Italia mempunyai utang sebesar 2.454 miliar dollar Amerika.
5.
Perancis
Perancis,
tercatat berutang kepada negara lain sebesar 2.375 miliar dollar Amerika. Hasilnya
memang sangat terlihat, seperti transportasi dan pembangunan di Perancis yang
sangat maju.
6.
Jerman
Jerman
merupakan eksportir terbesar ketiga di dunia dan merupakan pencetus ekonomi dan
integrasi politik Eropa. Bahkan dalam hal ekonomi, Jerman sangat kuat, apalagi
mereka memiliki produk dan jasa kompetitif untuk diekspor. Dalam membangun
negaranya, Jerman telah mempunyai utang sebesar 2.491 miliar dollar Amerika.
7.
Inggris
Inggris
termasuk negara yang terkena dampak krisis ekonomi pada 2008. Padahal pada
2007, rasio utang inggris terhadap PDB hanya 44 persen saja. Hingga akhirnya,
nilai utang tersebut terus mengalami peningkatan. Pada awal 2018 ini, tercatat
utang Inggris sekitar 2.343 miliar dollar Amerika.
8.
Brazil
Dalam
beberapa tahun terakhir, rasio utang Brazil terus meningkat terhadap PDB-nya.
Apalagi dalam hal ekonomi, Brazil kerap menghadapi skandal korupsi dalam jumlah
yang sangat besar. Dibandingkan sebelumnya, utang negara yang mencapai 1.501
miliar dollar pada 2017 tersebut menjadi angka tertinggi sejauh ini.
9.
India
Nilai
mata uang India sering berubah terhadap suku bunga Amerika Serikat. India harus
bersusah payah menanggung utang hingga 1.103 miliar dollar Amerika.
10.
Kanada
Tercatat
jumlah utang Kanada sebesar 893 miliar dollar Amerika. Meski utang pada 2017
lalu menjadi jumlah tertinggi, banyak ahli keuangan yang memperkirakan utang
Kanada akan turun pada 2018.
Masalah
utang saat ini memang menjadi perhatian hampir seluruh negara di dunia. Krisis
ekonomi yang berawal dari masalah utang di AS telah merembet ke berbagai
belahan bumi dan memuncak di Eropa. Ditandai dengan jatuhnya ekonomi Yunani dan
Spanyol yang masih dalam tahap pengawasan.
Awal
September 2012 lalu, Departemen Keuangan Amerika Serikat mengumumkan data
terbaru utang pemerintah AS yang mencapai US$ 16,4 triliun. Tumpukan utang
tersebut merupakan yang tertinggi sepanjang sejarah Negeri Paman Sam. Hal yang
lebih mengerikan, utang AS tersebut kian mencapai ambang batas maksimal yang
sudah ditetapkan pemerintah sebesar US$ 16,4 triliun.
Menurut
Sri Mulyani, ada dua cara mengurangi utang negara, yakni potong anggaran atau
naikkan pajak. Namun, jika itu dilakukan, apakah masyarakat diam dan tidak menentang
kebijakan itu?
Untuk
itu, masyarakat harusnya dapat bersikap bijak pada informasi utang yang
berkembang di media sosial. Sebaiknya kita terus melakukan verifikasi informasi
agar tidak terjerumus pada infornasi sesat.
SUMBER
:
No comments:
Post a Comment
Saran-Kritik-Komentar Anda sangat bermanfaat.
Terima Kasih Telah Bergabung.