KULIAH PUBLIK: Pemerintah

SOSIAL MEDIA

PIKIRKAN YANG BAIK ~ o ~ LAKUKAN YANG TERBAIK ~ o ~ Ini Kuliah MetodeCHAT ~ o ~ Cepat_Hemat_Akrab_Terpadu ~ o ~ Silahkan Membaca dan Berkomentar

Ketahui Bagaimana Kondisi Ekonomi dan Bisnis Anda Terkini

  Baru-baru ini, pemerintah telah mulai melonggarkan mobilitas seiring menurunnya kasus covid-19. Sementara pada Juli hingga awal Agustus ek...

Showing posts with label Pemerintah. Show all posts
Showing posts with label Pemerintah. Show all posts

Monday, July 30, 2018

Inilah Kriteria Penilaian Sistem Akreditasi Nasional Pendidikan Tinggi Terbaru


Akreditasi sebagai Sistem Penjaminan Mutu Eksternal memiliki peranan penting dalam peningkatan mutu berkelanjutan. Akreditasi mendorong perguruan tinggi dan Pemerintah untuk melakukan perbaikan mutu berdasarkan hasil akreditasi. Hasil akreditasi secara eksplisit memberikan rekomendasi bagi perbaikan internal perguruan tinggi dan perbaikan secara sistem oleh Pemerintah.

Akreditasi harus dilaksanakan berlandaskan pada asas yaitu asas kejujuran, keamanahan, keharmonisan, dan kecerdasan sehingga pelaksanaan akreditasi mencerminkan keterpercayaan dan tanggung jawab dalam melakukan penjaminan mutu kepada para pemangku kepentingan (stakeholders).

Berdasarkan hal tersebut akreditasi pendidikan tinggi dilaksanakan dengan prinsip:
1. Independen. Akreditasi dilaksanakan oleh lembaga yang memiliki otoritas yang bersifat mandiri dalam pengambilan keputusan akreditasi dan terbebas dari konflik kepentingan maupun intervensi pihak ketiga.
2. Akurat. Akreditasi dilaksanakan berdasarkan pada data dan informasi yang sahih (valid), dan andal (reliable).
3. Objektif. Akreditasi dilaksanakan berdasarkan atas bukti data dan informasi.
4. Transparan. Akreditasi dilakukan secara terbuka baik persyaratan, proses, maupun hasilnya.
5. Akuntabel. Akreditasi dilakukan dengan penuh tanggung jawab dalam rangka akuntabilitas publik.
6. Ketidakberpihakan. Akreditasi dilakukan dengan menjunjung tinggi prinsip kesejawatan (peer review), kesetaraan, keadilan, dan tidak memihak.
7. Kredibel. Akreditasi dilaksanakan dengan menjunjung tinggi prinsip-prinsip profesionalisme, keterpercayaan (trustworthiness), dan kejujuran untuk membangun kredibilitas BAN-PT, LAM, asesor, program studi, dan perguruan tinggi.
8. Menyeluruh. Akreditasi dilaksanakan secara komprehensif yang mencakup seluruh aspek tridharma, sistem manajemen dan penjaminan mutu pendidikan tinggi.
9. Efektif. Akreditasi dilaksanakan dengan cerminan hasil guna dalam membangun budaya mutu, menjaga dan meningkatkan mutu pendidikan tinggi.
10. Efisien. Akreditasi dilaksanakan dengan menggunakan sumberdaya yang berdaya guna dan tepat guna.

Penilaian dan instrumen akreditasi harus dapat mengukur dimensi:
1. Mutu Kepemimpinan Dan Kinerja Tata Kelola : meliputi integritas visi dan misi,  kepemimpinan (leadership), sistem manajemen sumberdaya, kemitraan strategis (strategic partnership), dan SPMI;
2. Mutu Dan Produktivitas Luaran (Outputs), Capaian (Outcomes), Dan Dampak (Impacts) : berupa kualitas lulusan, produk ilmiah dan inovasi, serta kemanfaatan bagi masyarakat;
3. Mutu Proses : mencakup proses pembelajaran, penelitian, pengabdian kepada masyarakat, dan suasana akademik;
4. Kinerja Mutu Input : meliputi sumber daya manusia (dosen dan tenaga kependidikan), mahasiwa, kurikulum, sarana prasarana, keuangan (pembiayaan dan pendanaan).


Kriteria Penilaian Akreditasi

1. Visi, misi, tujuan, dan strategi:
Penilaian difokuskan pada kejelasan arah, komitmen dan konsistensi pengembangan program studi dan perguruan tinggi untuk mencapai kinerja dan mutu yang ditargetkan dengan langkah-langkah program yang terencana, efektif, dan terarah dalam rangka pewujudan visi dan penyelenggaraan misi.

2. Tata pamong, tata kelola dan kerjasama:
Penilaian difokuskan pada kinerja dan keefektifan kepemimpinan; tata pamong, sistem manajemen sumberdaya program studi dan perguruan tinggi; sistem penjaminan mutu; sistem komunikasi dan teknologi informasi; program dan kegiatan yang diarahkan pada perwujudan visi dan penuntasan misi perguruan tinggi yang bermutu, serta terbangun dan terselenggaranya kerjasama dan kemitraan strategis dalam penyelenggaraan pendidikan tinggi, baik akademik maupun non akademik, pada program studi dan perguruan tinggi secara berkelanjutan pada tataran nasional, regional, maupun internasional untuk meningkatkan daya saing perguruan tinggi.

3. Mahasiswa:
Penilaian difokuskan pada keefektifan sistem penerimaan mahasiswa baru yang adil dan objektif, keseimbangan rasio mahasiswa dengan dosen dan tenaga kependidikan yang menunjang pelaksanaan pembelajaran yang efektif dan efisien, serta program dan keterlibatan mahasiswa dalam pembinaan minat, bakat, dan keprofesian.

4. Sumberdaya manusia:
Penilaian difokuskan pada keefektifan sistem perekrutan, ketersedian sumberdaya dari segi jumlah, kualifikasi pendidikan dan kompetensi, program pengembangan, penghargaan, sanksi dan pemutusan hubungan kerja, baik bagi dosen maupun tenaga kependidikan untuk menyelenggarakan kegiatan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat yang bermutu sesuai visi dan misi perguruan tinggi.

5. Keuangan, sarana dan prasarana:
Penilaian keuangan termasuk pembiayaan difokuskan pada kecukupan, keefektifan, efisiensi, dan akuntabilitas, serta keberlanjutan pembiayaan untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Penilaian sarana dan prasarana difokuskan pada pemenuhan ketersediaan (availability) sarana prasarana, akses civitas akademika terhadap sarana prasarana (accessibility), kegunaan atau pemanfaatan (utility) sarana prasarana oleh civitas akademika, serta keamanan, keselamatan, kesehatan dan lingkungan dalam menunjang tridharma perguruan tinggi.

6. Pendidikan:
Penilaian difokuskan pada kebijakan dan pengembangan kurikulum, kesesuaian kurikulum dengan bidang ilmu program studi beserta kekuatan dan keunggulan kurikulum, budaya akademik, proses pembelajaran, sistem penilaian, dan system penjaminan mutu untuk menunjang tercapainya capaian pembelajaran lulusan dalam rangka pewujudan visi dan misi penyelenggaraan perguruan tinggi.

7. Penelitian:
Penilaian difokuskan pada komitmen untuk mengembangkan penelitian yang bermutu, keunggulan dan kesesuaian program penelitian dengan visi keilmuan program studi dan perguruan tinggi, serta capaian jumlah dan lingkup penelitian.

8. Pengabdian kepada masyarakat:
Penilaian difokuskan pada komitmen untuk mengembangkan dan melaksanakan pengabdian kepada masyarakat, jumlah dan jenis kegiatan, keunggulan dan kesesuaian program pengabdian kepada masyarakat, serta cakupan daerah pengabdian.

9. Kinerja output, outcome, dan dampak pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat:
Penilaian difokuskan pada pencapaian kualifikasi dan kompetensi lulusan berupa gambaran yang jelas tentang profil dan capaian pembelajaran lulusan dari program studi, penelusuran lulusan, umpan balik dari pengguna lulusan, dan persepsi public terhadap lulusan sesuai dengan capaian pembelajaran lulusan/ kompetensi yang ditetapkan oleh program studi dan perguruan tinggi dengan mengacu pada KKNI; jumlah dan keungggulan publikasi ilmiah, jumlah sitasi, jumlah hak kekayaan intelektual, dan kemanfaatan/dampak hasil penelitian terhadap pewujudan visi dan penyelenggaraan misi, serta kontribusi pengabdian kepada masyarakat pada pengembangan dan pemberdayaan sosial, ekonomi, dan kesejahteraan masyarakat.

Di samping mengacu kepada prinsip-prinsip di atas, akreditasi dilakukan sebagai upaya pencegahan (preventif) terhadap terjadinya penyelenggaraan, pengelolaan dan layanan pendidikan yang tidak bermutu dan tidak bertanggung jawab. Pelaksanaan akreditasi dilakukan secara berkala, sehingga program studi dan perguruan tinggi dapat memperbaiki diri, dan masyarakat lebih terjamin kepentingannya.

Undang-undang Nomor 12 tahun 2012 mengharuskan dilaksanakannya Akreditasi Perguruan Tinggi (APT) dan Akreditasi Program Studi (APS). Akreditasi yang satu tidak dapat menggantikan akreditasi yang lain karena terdapat perbedaan karakteristik antara keduanya.

APS bertitik berat pada kompetensi lulusan. Dengan demikian, isi pembelajaran, dosen, sarana dan prasarana, pendanaan, dan sebagainya ditujukan untuk tercapainya kompetensi lulusan yang diharapkan.

Di pihak lain, APT lebih mengedepankan tata pamong yang memungkinkan tercapainya visi dan misi perguruan tinggi. Sekalipun ada perbedaan pada kriteria akreditasi tersebut, keduanya harus mengacu pada Standar Nasional Pendidikan Tinggi. Oleh karena itu, 9 (sembilan) kriteria yang mengacu pada Standar Nasional Pendidikan Tinggi dan peraturan perundangan lain yang relevan, sebagaimana diuraikan di atas, digunakan di dalam menyusun instrumen akreditasi untuk APT dan APS dengan tetap memperhatikan perbedaan karakteristik yang ada pada keduanya.

SPMI yang ditetapkan dan dilaksanakan oleh perguruan tinggi, kepuasan pemangku kepentingan, dan rekognisi masyarakat akan menjiwai setiap kriteria penilaian di atas. Dalam hal ini akan dinilai implementasi dan efektifitas SPMI dalam meningkatkan mutu secara berkelanjutan pada setiap kriteria penilaian, yang kemudian menghasilkan kepuasan pemangku kepentingan dan pengakuan masyarakat.

Kriteria penilaian akreditasi di atas berlaku bagi APS dan APT yang diharapkan menjadi daya dorong bagi unit pengelola program studi atau perguruan tinggi untuk mengembangkan dan meningkatkan mutu secara berkelanjutan.

Dengan demikian Pimpinan Perguruan Tinggi harus mapan dalam aspek kepemimpinan, tata pamong dan tata kelola, sumberdaya manusia, keuangan dan sarana prasarana, serta kebijakan pengembangan pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat sesuai dengan visi-misi yang ditetapkan.

Demikian juga Pejabat Program Studi harus mumpuni dalam aspek kebijakan teknis, pelaksanaan, dan pengendalian mutu akademik.

Selain itu, kerjasama akademik yang meliputi pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat sesuai dengan visi misi yang ditetapkan harus bersinerji.

Sedangkan pendirian perguruan tinggi baru atau pembukaan program studi baru harus mampu memenuhi aspek legal formal administrasi; rencana strategis yang meliputi visi, misi, tujuan, dan strategi; sumberdaya manusia; sarana prasarana; keuangan; dan kurikulum.

Semoga dengan hadirnya akreditasi pendidikan tinggi ini mampu menentukan kelayakan dan mutu program studi atau perguruan tinggi di Indonesia. Dengan demikian, jaminan kepentingan masyarakat dan mahasiswa untuk memperoleh layanan pendidikan tinggi yang bermutu tercapai, serta masyarakat dilindungi dari pelayanan pendidikan tinggi yang tidak memenuhi Standar Nasional Pendidikan Tinggi.

Sumber:

Begini Penilaian 15 Standar Akreditasi Institusi Perguruan Tinggi Yang Diperbaharui


Akreditasi sebagai Sistem Penjaminan Mutu Eksternal memiliki peranan penting dalam peningkatan mutu berkelanjutan. Akreditasi mendorong perguruan tinggi dan Pemerintah untuk melakukan perbaikan mutu berdasarkan hasil akreditasi. Hasil akreditasi secara eksplisit memberikan rekomendasi bagi perbaikan internal perguruan tinggi dan perbaikan secara sistem oleh Pemerintah.

Akreditasi harus dilaksanakan berlandaskan pada asas yaitu asas kejujuran, keamanahan, keharmonisan, dan kecerdasan sehingga pelaksanaan akreditasi mencerminkan keterpercayaan dan tanggung jawab dalam melakukan penjaminan mutu kepada para pemangku kepentingan (stakeholders).

Berdasarkan hal tersebut akreditasi pendidikan tinggi dilaksanakan dengan prinsip:
1. Independen. Akreditasi dilaksanakan oleh lembaga yang memiliki otoritas yang bersifat mandiri dalam pengambilan keputusan akreditasi dan terbebas dari konflik kepentingan maupun intervensi pihak ketiga.
2. Akurat. Akreditasi dilaksanakan berdasarkan pada data dan informasi yang sahih (valid), dan andal (reliable).
3. Objektif. Akreditasi dilaksanakan berdasarkan atas bukti data dan informasi.
4. Transparan. Akreditasi dilakukan secara terbuka baik persyaratan, proses, maupun hasilnya.
5. Akuntabel. Akreditasi dilakukan dengan penuh tanggung jawab dalam rangka akuntabilitas publik.
6. Ketidakberpihakan. Akreditasi dilakukan dengan menjunjung tinggi prinsip kesejawatan (peer review), kesetaraan, keadilan, dan tidak memihak.
7. Kredibel. Akreditasi dilaksanakan dengan menjunjung tinggi prinsip-prinsip profesionalisme, keterpercayaan (trustworthiness), dan kejujuran untuk membangun kredibilitas BAN-PT, LAM, asesor, program studi, dan perguruan tinggi.
8. Menyeluruh. Akreditasi dilaksanakan secara komprehensif yang mencakup seluruh aspek tridharma, sistem manajemen dan penjaminan mutu pendidikan tinggi.
9. Efektif. Akreditasi dilaksanakan dengan cerminan hasil guna dalam membangun budaya mutu, menjaga dan meningkatkan mutu pendidikan tinggi.
10. Efisien. Akreditasi dilaksanakan dengan menggunakan sumberdaya yang berdaya guna dan tepat guna.

Penilaian dan instrumen akreditasi harus dapat mengukur dimensi:
1. Mutu Kepemimpinan Dan Kinerja Tata Kelola : meliputi integritas visi dan misi,  kepemimpinan (leadership), sistem manajemen sumberdaya, kemitraan strategis (strategic partnership), dan SPMI;
2. Mutu Dan Produktivitas Luaran (Outputs), Capaian (Outcomes), Dan Dampak (Impacts) : berupa kualitas lulusan, produk ilmiah dan inovasi, serta kemanfaatan bagi masyarakat;
3. Mutu Proses : mencakup proses pembelajaran, penelitian, pengabdian kepada masyarakat, dan suasana akademik;
4. Kinerja Mutu Input : meliputi sumber daya manusia (dosen dan tenaga kependidikan), mahasiwa, kurikulum, sarana prasarana, keuangan (pembiayaan dan pendanaan).


Kriteria Penilaian Akreditasi

1. Visi, misi, tujuan, dan strategi:
Penilaian difokuskan pada kejelasan arah, komitmen dan konsistensi pengembangan program studi dan perguruan tinggi untuk mencapai kinerja dan mutu yang ditargetkan dengan langkah-langkah program yang terencana, efektif, dan terarah dalam rangka pewujudan visi dan penyelenggaraan misi.

2. Tata pamong, tata kelola dan kerjasama:
Penilaian difokuskan pada kinerja dan keefektifan kepemimpinan; tata pamong, sistem manajemen sumberdaya program studi dan perguruan tinggi; sistem penjaminan mutu; sistem komunikasi dan teknologi informasi; program dan kegiatan yang diarahkan pada perwujudan visi dan penuntasan misi perguruan tinggi yang bermutu, serta terbangun dan terselenggaranya kerjasama dan kemitraan strategis dalam penyelenggaraan pendidikan tinggi, baik akademik maupun non akademik, pada program studi dan perguruan tinggi secara berkelanjutan pada tataran nasional, regional, maupun internasional untuk meningkatkan daya saing perguruan tinggi.

3. Mahasiswa:
Penilaian difokuskan pada keefektifan sistem penerimaan mahasiswa baru yang adil dan objektif, keseimbangan rasio mahasiswa dengan dosen dan tenaga kependidikan yang menunjang pelaksanaan pembelajaran yang efektif dan efisien, serta program dan keterlibatan mahasiswa dalam pembinaan minat, bakat, dan keprofesian.

4. Sumberdaya manusia:
Penilaian difokuskan pada keefektifan sistem perekrutan, ketersedian sumberdaya dari segi jumlah, kualifikasi pendidikan dan kompetensi, program pengembangan, penghargaan, sanksi dan pemutusan hubungan kerja, baik bagi dosen maupun tenaga kependidikan untuk menyelenggarakan kegiatan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat yang bermutu sesuai visi dan misi perguruan tinggi.

5. Keuangan, sarana dan prasarana:
Penilaian keuangan termasuk pembiayaan difokuskan pada kecukupan, keefektifan, efisiensi, dan akuntabilitas, serta keberlanjutan pembiayaan untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Penilaian sarana dan prasarana difokuskan pada pemenuhan ketersediaan (availability) sarana prasarana, akses civitas akademika terhadap sarana prasarana (accessibility), kegunaan atau pemanfaatan (utility) sarana prasarana oleh civitas akademika, serta keamanan, keselamatan, kesehatan dan lingkungan dalam menunjang tridharma perguruan tinggi.

6. Pendidikan:
Penilaian difokuskan pada kebijakan dan pengembangan kurikulum, kesesuaian kurikulum dengan bidang ilmu program studi beserta kekuatan dan keunggulan kurikulum, budaya akademik, proses pembelajaran, sistem penilaian, dan system penjaminan mutu untuk menunjang tercapainya capaian pembelajaran lulusan dalam rangka pewujudan visi dan misi penyelenggaraan perguruan tinggi.

7. Penelitian:
Penilaian difokuskan pada komitmen untuk mengembangkan penelitian yang bermutu, keunggulan dan kesesuaian program penelitian dengan visi keilmuan program studi dan perguruan tinggi, serta capaian jumlah dan lingkup penelitian.

8. Pengabdian kepada masyarakat:
Penilaian difokuskan pada komitmen untuk mengembangkan dan melaksanakan pengabdian kepada masyarakat, jumlah dan jenis kegiatan, keunggulan dan kesesuaian program pengabdian kepada masyarakat, serta cakupan daerah pengabdian.

9. Kinerja output, outcome, dan dampak pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat:
Penilaian difokuskan pada pencapaian kualifikasi dan kompetensi lulusan berupa gambaran yang jelas tentang profil dan capaian pembelajaran lulusan dari program studi, penelusuran lulusan, umpan balik dari pengguna lulusan, dan persepsi public terhadap lulusan sesuai dengan capaian pembelajaran lulusan/ kompetensi yang ditetapkan oleh program studi dan perguruan tinggi dengan mengacu pada KKNI; jumlah dan keungggulan publikasi ilmiah, jumlah sitasi, jumlah hak kekayaan intelektual, dan kemanfaatan/dampak hasil penelitian terhadap pewujudan visi dan penyelenggaraan misi, serta kontribusi pengabdian kepada masyarakat pada pengembangan dan pemberdayaan sosial, ekonomi, dan kesejahteraan masyarakat.

Di samping mengacu kepada prinsip-prinsip di atas, akreditasi dilakukan sebagai upaya pencegahan (preventif) terhadap terjadinya penyelenggaraan, pengelolaan dan layanan pendidikan yang tidak bermutu dan tidak bertanggung jawab. Pelaksanaan akreditasi dilakukan secara berkala, sehingga program studi dan perguruan tinggi dapat memperbaiki diri, dan masyarakat lebih terjamin kepentingannya.

Undang-undang Nomor 12 tahun 2012 mengharuskan dilaksanakannya Akreditasi Perguruan Tinggi (APT) dan Akreditasi Program Studi (APS). Akreditasi yang satu tidak dapat menggantikan akreditasi yang lain karena terdapat perbedaan karakteristik antara keduanya.

APS bertitik berat pada kompetensi lulusan. Dengan demikian, isi pembelajaran, dosen, sarana dan prasarana, pendanaan, dan sebagainya ditujukan untuk tercapainya kompetensi lulusan yang diharapkan.

Di pihak lain, APT lebih mengedepankan tata pamong yang memungkinkan tercapainya visi dan misi perguruan tinggi. Sekalipun ada perbedaan pada kriteria akreditasi tersebut, keduanya harus mengacu pada Standar Nasional Pendidikan Tinggi. Oleh karena itu, 9 (sembilan) kriteria yang mengacu pada Standar Nasional Pendidikan Tinggi dan peraturan perundangan lain yang relevan, sebagaimana diuraikan di atas, digunakan di dalam menyusun instrumen akreditasi untuk APT dan APS dengan tetap memperhatikan perbedaan karakteristik yang ada pada keduanya.

SPMI yang ditetapkan dan dilaksanakan oleh perguruan tinggi, kepuasan pemangku kepentingan, dan rekognisi masyarakat akan menjiwai setiap kriteria penilaian di atas. Dalam hal ini akan dinilai implementasi dan efektifitas SPMI dalam meningkatkan mutu secara berkelanjutan pada setiap kriteria penilaian, yang kemudian menghasilkan kepuasan pemangku kepentingan dan pengakuan masyarakat.

Kriteria penilaian akreditasi di atas berlaku bagi APS dan APT yang diharapkan menjadi daya dorong bagi unit pengelola program studi atau perguruan tinggi untuk mengembangkan dan meningkatkan mutu secara berkelanjutan.

Dengan demikian Pimpinan Perguruan Tinggi harus mapan dalam aspek kepemimpinan, tata pamong dan tata kelola, sumberdaya manusia, keuangan dan sarana prasarana, serta kebijakan pengembangan pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat sesuai dengan visi-misi yang ditetapkan.

Demikian juga Pejabat Program Studi harus mumpuni dalam aspek kebijakan teknis, pelaksanaan, dan pengendalian mutu akademik.

Selain itu, kerjasama akademik yang meliputi pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat sesuai dengan visi misi yang ditetapkan harus bersinerji.

Sedangkan pendirian perguruan tinggi baru atau pembukaan program studi baru harus mampu memenuhi aspek legal formal administrasi; rencana strategis yang meliputi visi, misi, tujuan, dan strategi; sumberdaya manusia; sarana prasarana; keuangan; dan kurikulum.

Semoga dengan hadirnya akreditasi pendidikan tinggi ini mampu menentukan kelayakan dan mutu program studi atau perguruan tinggi di Indonesia. Dengan demikian, jaminan kepentingan masyarakat dan mahasiswa untuk memperoleh layanan pendidikan tinggi yang bermutu tercapai, serta masyarakat dilindungi dari pelayanan pendidikan tinggi yang tidak memenuhi Standar Nasional Pendidikan Tinggi.

Sumber:

Saturday, July 28, 2018

Daftar Perguruan Tinggi Terbaik di Indonesia ala KEMRISTEK Dipertanyakan


Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi [KEMENRISTEKDIKTI] merampungkan pengelompokan perguruan tinggi se-Indonesia. Dari klasterisasi ini didapati ada 100 perguruan tinggi non-politeknik dan sebanyak 25 perguruan tinggi politeknik yang dianggap memenuhi empat komponen utama klasterisasi, yakni kualitas sumber daya manusia, kelembagaan, kualitas kegiatan kemahasiswaan, dan kualitas penelitian serta publikasi ilmiah.

MENRISTEKDIKTI Mohamad Nasir dikutip dari laman resmi ristekdikti.go.id, (Selasa, 22 Agustus 2017) mengatakan daftar klasterisasi perguruan tinggi ini merupakan data resmi dari KEMENRISTEKDIKTI yang dapat digunakan sebagai informasi valid bagi masyarakat, jangan percaya data hoax yang tidak sesuai dengan daftar yang dikeluarkan Kementerian. Pengelompokan itu ditujukan untuk meningkatkan mutu perguruan tinggi. Sekaligus juga sebagai motivasi bagi penyelenggara perguruan tinggi di Indonesia untuk memberikan pelayanan yang terbaik. (Klasterisasi) sebagai refleksi dan motivasi bagi peningkatan kualitas perguruan tingginya, baik dari segi kualitas sumber daya manusia, kurikulum, manajemen organisasi, riset, publikasi, pengabdian kepada masyarakat dan aspek lainnya.

Dalam rilis yang diterbitkan KEMENRISTEKDIKTI pada 21 Agustus 2017, diumumkan 100 Besar Perguruan Tinggi non-Politeknik dan 25 Besar Perguruan Tinggi Politeknik di Indonesia. Pada 100 perguruan tinggi yang terdaftar itu, 14 di antaranya adalah klaster 1 perguruan tinggi dan 78 perguruan tinggi klaster 2. Tetapi dalam daftar 100 besar perguruan tinggi itu, nama UMY yang juga perguruan tinggi klaster 2, tidak tercantum di dalamnya. Civitas academica UMY pun bertanya-tanya mengapa kampus itu sebagai salah satu universitas swasta terbaik di Indonesia tidak terdaftar dalam pemeringkatan. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) memprotes hasil pemeringkatan perguruan tinggi se-Indonesia yang diselenggarakan KEMENRISTEK DIKTI itu. Soalnya kampus UMY tak masuk dalam 100 terbaik.


Wakil Rektor UMY di Yogyakarta, Achmad Nurmandi, (Senin, 28 Agustus 2017) mengatakan tidak adanya nama UMY dalam daftar seratus besar perguruan tinggi tersebut, menjadi pertanyaan, apakah ada penilaian tertentu yang dijadikan acuan KEMENRISTEK DIKTI dalam pemeringkatan tersebut. Padahal UMY juga termasuk perguruan tinggi klaster dua. Hasil pemeringkatan perguruan tinggi saat ini seringkali dijadikan referensi masyarakat. Umumnya, pemeringkatan tersebut dilakukan untuk melihat kualitas sebuah perguruan tinggi. Begitu pula dengan pemeringkatan yang dilakukan oleh KEMENRISTEKDIKTi. Dari website pemeringkatan KEMENRISTEKDIKTI tersebut, UMY berada di Peringkat Umum di nomor 71. Dengan rincian untuk kategori sumber daya manusia UMY di peringkat 653, kategori kemahasiswaan di peringkat 50, kategori akreditasi UMY berada di peringkat 17, dan kategori penelitian dan publikasi di peringkat 48. Kemungkinan kesalahan KEMENRISTEKDIKTI dalam penyusunan pemeringkatan itu, sehingga berdampak negatif pandangan publik terhadap UMY. Karena itu, UMY mengharapkan klarifikasi KEMENRISTEKDIKTI.

Jika merujuk pada laman Pemeringkatan.ristekdikti.go.id, seperti yang disarankan KEMENRISTEKDIKTI untuk mengetahui informasi lebih detil tentang hasil 100 besar perguruan tinggi, UMY sesungguhnya juga termasuk dalam daftar 100 besar itu.

Sebagaimana diketahui, pada tahun 2017 upaya memetakan mutu dan potensi perguruan tinggi di Indonesia, KEMENRISTEKDIKTI melakukan pengelompokkan/klasterisasi perguruan tinggi.  Performa perguruan tinggi Indonesia dinilai dari 4 (empat) komponen utama, yaitu:
a) Kualitas SDM;
b) Kualitas Kelembagaan;
c) Kualitas Kegiatan Kemahasiswaan; serta
d) Kualitas Penelitian dan Publikasi Ilmiah.

Setelah diumumkan klaster 1 perguruan tinggi di Indonesia pada tanggal 17 Agustus 2017 di Puspitek Serpong, hari ini (Senin, 21 Agustus 2017) Kemenristekdikti mengumumkan 100 Besar Perguruan Tinggi non Politeknik dan 25 Besar Perguruan Tinggi Politeknik di Indonesia.


Direktur Jenderal Kelembagaan Iptek Dikti Patdono Suwignjo mengatakan telah dilakukan penyempurnaan dari tahun sebelumnya. Penyempurnaan tersebut meliputi beberapa perubahan/penambahan indikator sehingga diharapkan komponen utama tersebut dapat lebih mencerminkan kondisi perguruan tinggi Indonesia sesuai dengan cakupan pada masing-masing komponen utama tersebut.

Pada pengelompokan/klasterisasi tahun 2017, indikator pada Kualitas SDM relatif tetap seperti yang digunakan pada tahun sebelumnya, yaitu meliputi
i) presentase dosen berpendidikan S3;
ii) presentase dosen dalam jabatan lektor kepala dan guru besar;
iii) rasio jumlah dosen terhadap jumlah mahasiswa.

Indikator kualitas kelembagaan mengalami perubahan. Pada tahun sebelumnya hanya dicermin oleh indikator i) Akreditasi Institusi dan ii) Akreditasi Program Studi, maka pada tahun 2017 ini indikator kualitas kelembagaan ditambah dengan indikator i) jumlah program studi yang telah memiliki Akreditasi/Sertifikasi International, dan ii) jumlah mahasiswa asing.

Indikator yang mencerminkan Kualitas Kemahasiswaan tidak mengalami perubahan yaitu prestasi mahasiswa. Akan tetapi variabel yang mencerminkan prestasi mahasiswa tersebut lebih dipertajam dan diperluas, yaitu prestasi mahasiswa secara nasional dan internasional baik dalam kegiatan-kegiatan yang dikelola oleh Kemenristekdikti maupun non-kemenristekdikti, juga tingkat kepedulian perguruan tinggi/institusi terhadap kegiatan kemahasiswaan pun menjadi pertimbangan.

Sedangkan indikator yang mencerminkan Kualitas Penelitian mengalami penambahan yaitu tidak hanya i) kinerja penelitian, dan ii) rasio jumlah publikasi terindeks terhadap jumlah dosen, tetapi juga ditambah indikator terkait kinerja pengabdian pada masyarakat.
Sejalan dengan upaya pemerintah melalui Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi untuk lebih mendorong peningkatan kualitas pendidikan vokasi melalui revitalisasi politeknik, maka klasterisasi perguruan tinggi Indonesia pada tahun 2017 ini digolongkan dalam 2 (dua) kelompok yaitu i) kelompok Politeknik; dan ii) kelompok non-politeknik (universitas, institut, dan lainnya).

Diharapkan hasil pengelompokan/klasterisasi ini dapat mendorong perguruan tinggi di Indonesia untuk terus melakukan perbaikan mutu secara berkelanjutan dan memutakhirkan datanya di Pangkalan Data Perguruan Tinggi (PD DIKTI) secara teratur sesuai amanat Pasal 56 UU No.12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Selain itu, hasil pengelompokan/klasterisasi ini akan digunakan sebagai pertimbangan untuk merancang program-program pembinaan dan penguatan perguruan tinggi Indonesia.

Untuk mengetahui informasi lebih detail mengenai hasil pengelompokan/klasterisasi perguruan tinggi Indonesia tahun 2017, dapat mengunjungi laman :
http://pemeringkatan.ristekdikti.go.id dengan memasukkan 6 (enam) digit kode perguruan tinggi masing-masing yang tercatat pada PD DIKTI Kemenristekdikti.

SUMBER :

Thursday, July 26, 2018

Simak, Beginilah Hutang Negara Indonesia Dikelola Tahun 2018


Pengelolaan Utang Negara

Pembayaran bunga utang merupakan kewajiban pemerintah kepada investor atau pemberi pinjaman sebagai konsekuensi penggunaan utang untuk menutup kebutuhan defisit APBN dan kebutuhan pembiayaan lain misalnya penanaman modal negara. Pembayaran bunga utang mencakup pembayaran bunga utang dalam negeri dan luar negeri, yang perhitungannya berdasarkan utang pemerintah yang belum jatuh tempo dan perkiraan tambahan utang baru. Pembayaran bunga utang mencakup kupon dan diskon surat berharga negara, bunga pinjaman, dan biaya-biaya lain yang timbul dalam pengadaan dan pengelolaan utang. Proyeksi pembayaran bunga utang sangat dipengaruhi oleh volatilitas di pasar keuangan, khususnya nilai tukar dan tingkat bunga (yield SBN dan bunga pinjaman).

Pada tahun 2018, volatilitas perekonomian global meningkat sebagai dampak adanya penyesuaian tingkat suku bunga The Fed menuju keseimbangan baru, dan dinamika kebijakan Amerika Serikat terkait perdagangan, perpajakan, ekspektasi defisit maupun hubungan politik dengan negara-negara lain. Faktorfaktor tersebut secara dominan melatarbelakangi adanya capital outflow dari berbagai negara ke Amerika Serikat dan berdampak pada pasar keuangan, baik pasar saham maupun pasar utang.

Selama kuartal I tahun 2018, rata-rata biaya utang baru masih relatif lebih murah dibandingkan periode yang sama tahun 2017. Misalnya, rata-rata yield SBN rupiah baru sebesar 5,62 persen, lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun 2017 yang sebesar 6,14 persen. Demikian pula, rata-rata biaya efektif utang baru (SBN valas dan pinjaman luar negeri) dalam mata uang USD sekitar 3,89 persen, lebih rendah dari periode yang sama tahun 2017 sebesar 4,19 persen. 

Namun, secara keseluruhan pada semester I 2018, tingkat bunga ON (SBN domestik jangka panjang) tenor 10 tahun telah mengalami kenaikan sebesar 120 bps dan bunga pinjaman luar negeri berbasis LIBOR 6 bulan mengalami kenaikan sebesar 66 bps. Sementara itu nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika juga mengalami depresiasi. Realisasi pembayaran bunga utang dalam Semester I Tahun 2018 secara prosentase sedikit lebih tinggi apabila dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2017.


Pinjaman Luar Negeri terealisasi hingga akhir bulan Juni 2018 sebesar negatif Rp16,08 triliun. Pada bulan Juni ini telah ditarik Pinjaman Luar Negeri (Bruto) sebesar Rp19,54 triliun dari target APBN 2018 sebesar Rp51,35 triliun.


Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia tumbuh melambat pada akhir Mei 2018. ULN Indonesia pada akhir Mei 2018 tercatat sebesar USD358,6 miliar setara Rp5.020,40 triliun (kurs rupiah Rp14.000 per USD). Utang tersebut terdiri dari utang pemerintah dan bank sentral sebesar USD182,5 miliar dan utang swasta termasuk BUMN sebesar USD176,1 miliar pada akhir Mei 2018.

Melansir data Bank Indonesia, (Senin, 16/8/2018), ULN Indonesia tumbuh 6,8% (yoy) pada akhir Mei 2018, melambat dibandingkan dengan 7,8% (yoy) pada bulan sebelumnya. Perlambatan ini terjadi baik pada ULN sektor pemerintah maupun ULN sektor swasta. ULN pemerintah tumbuh melambat dipengaruhi oleh pelepasan SBN domestik oleh investor asing sejalan dengan perkembangan likuiditas global. Posisi ULN Pemerintah pada Mei 2018 turun dibandingkan dengan posisi akhir April 2018, karena adanya net pelunasan pinjaman dan berlanjutnya aksi pelepasan SBN domestik oleh investor asing. Kepemilikan SBN domestik oleh investor asing turun hingga USD1,1 miliar selama Mei 2018, sebagai antisipasi atas rencana Federal Reserve yang menaikkan tingkat suku bunga pada Juni 2018.


Investor asing melepas sementara kepemilikan SBN domestik sambil memperhatikan perkembangan likuiditas global yang menuju pada keseimbangan baru. Hal itu menunjukkan investor asing di pasar Surat Berharga Negara (SBN) domestik cenderung wait and see dalam menyikapi agenda kebijakan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve. Dengan perkembangan tersebut, ULN Pemerintah pada Mei 2018 tumbuh melambat menjadi sebesar USD179,3 miliar. ULN Pemerintah itu terbagi dalam SBN (SUN dan SBSN/Sukuk Negara) milik nonresiden sebesar USD124,6 miliar dan pinjaman dari kreditur asing sebesar USD54,7 miliar.

ULN swasta tumbuh melambat terutama dipengaruhi oleh ULN sektor pertambangan, sektor industri pengolahan, dan sektor pengadaan listrik, gas, dan uap/air panas (LGA). Secara tahunan, pertumbuhan ULN ketiga sektor tersebut pada Mei 2018 masing-masing sebesar 0,2%, 3,3%, dan 11,7%, lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan pada bulan sebelumnya. Sementara itu, pertumbuhan ULN sektor jasa keuangan mengalami peningkatan dibandingkan dengan pertumbuhan bulan sebelumnya. Pangsa ULN keempat sektor tersebut terhadap total ULN swasta mencapai 72,4%, relatif sama dengan pangsa pada periode sebelumnya.


Perkembangan ULN Indonesia pada Mei 2018 tetap terkendali dengan struktur yang sehat. Hal ini tercermin antara lain dari rasio ULN Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada akhir Mei 2018 yang tercatat stabil di kisaran 34%. Rasio tersebut masih lebih baik dibandingkan dengan rata-rata negara peers. Berdasarkan jangka waktu, struktur ULN Indonesia pada akhir Mei 2018 tetap didominasi ULN berjangka panjang yang memiliki pangsa 86,3% dari total ULN. Bank Indonesia berkoordinasi dengan Pemerintah terus memantau perkembangan ULN dari waktu ke waktu untuk mengoptimalkan peran ULN dalam mendukung pembiayaan pembangunan, tanpa menimbulkan risiko yang dapat memengaruhi stabilitas perekonomian.


Menteri Keuangan Sri Mulyani di Kementerian Keuangan, (Selasa, 17/7/2018) menjelaskan, menurunnya pembiayaan utang karena posisi defisit APBN hingga semester I 2018 semakin mengecil bila dibandingkan periode yang sama tahun 2017. Di mana pada semester I tercatat defisit sebesar 0,75% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sedangkan posisi tahun lalu 1,29% terhadap PDB.


Pembiayaan sebagian besar dilakukan melalui penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) yang pada akhir Juni 2018 telah mencapai mencapai Rp192,60 triliun atau 46,46 persen dari APBN. Porsi pembiayaan utang melalui SBN tersebut terus mengalami penurunan yakni sebesar 16,88% jika dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, bahkan jadi yang terendah dalam empat tahun terakhir.

Pembiayaan utang terendah dalam empat tahun terakhir. Di mana penerbitan SBN neto realisasi semester I-2018 mencapai Rp 192 triliun. Pembiayaan utang terus membaik. Untuk pembiayaan utang Pinjaman Dalam Negeri (Neto) yang terealisasi sebesar negatif Rp 513,00 miliar yang seluruhnya merupakan pembayaran Cicilan Pokok Pinjaman Dalam Negeri. Pembiayaan utang dan SBN itu mengalami penurunan. Sementara itu penarikan Pinjaman Dalam Negeri belum dilakukan hingga akhir Semester I tahun 2018.

Kalaupun pengelolaan utang hati-hati tidak berarti banting setir secara sangat ekstrem, karena juga menjaga ekonomi untuk tetap stabil dalam situasi yang menghadapi gejolak ekonomi dunia. Pemerintah memiliki tujuan untuk melibatkan peran serta masyarakat dalam pembangunan Indonesia lewat penerbitan SBN serta mengurangi ketergantungan pinjaman luar negeri.

Perkembangan Hutang Negara Sepanjang Tahun


Dari catatan economist, posisi utang dunia hingga saat ini ditaksir mencapai US$ 48.872.955.713.191. Utang itu hanya berasal dari utang publik dan belum memperhitungkan utang swasta. Indonesia, tercatat memiliki utang pemerintah hingga US$ 218,75 miliar. Dibandingkan dua negara terdekat, posisi utang Indonesia, secara nominal, lebih besar dibandingkan Malaysia dan lebih rendah dari Singapura. Namun jika dibandingkan rasio utang per kapita, Indonesia justru merupakan negara terendah. Berdasarkan nominal nilai utang tertinggi seperti dikutip dari laman Economist:
3. Thailand :  Populasi: 68.627.868, Utang publik: US$172,02 miliar, Utang per kapita: $ 2.505,81, Rasio utang terhadap PDB: 47,0 persen, Perubahan posisi utang per tahun: 15,8 persen
2. Indonesia : Populasi: 247.454.098, Utang publik: US$218,75 miliar, utang per kapita: US$884,02, Rasio utang terhadap PDB: 24,7 persen, Perubahan posisi utang tahunan: 12,2 persen
1. Singapura ; Populasi: 5.343.110, Utang publik: US$262,37 miliar, utang per kapita: US$49.217,02, Rasio utang terhadap PDB: 96,7 persen, Perubahan posisi utang tahunan: 6,5 persen

Pada tahun 2016, Trading Economics, mencatat rasio utang Indonesia dibandingkan Produk Domestik Bruto (PDB) berada di peringkat kedua terendah se-Asean. Indonesia mencatat utang pemerintah setara dengan 27,90 persen PDB pada 2016. Utang Pemerintah terhadap PDB di Indonesia rata-rata 39,58 persen dari 2000 sampai 2016, mencapai titik tertinggi sepanjang masa di 87,43 persen pada 2000 dan rekor terendah 22,96 persen pada 2012. Hal itu berhasil diraih karena utang selalu digunakan untuk kegiatan produktif. Di samping juga kinerja tim ekonomi pemerintahan Jokowi yang piawai mengelola tambahan pinjaman tersebut.

Namun, pada tahun 2017, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di Kantor KEMENKEU, Jakarta (17/7/2018) merilis data total utang pemerintah pusat tercatat mencapai Rp 4.227,78 triliun. Angka itu tumbuh 14,06% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Dari laporan APBN 2018 hingga bulan Juni pinjaman mencapai Rp 785,13 triliun, tumbuh 7,99% yoy. Terdiri dari pinjaman luar negeri sebesar Rp 779,81 triliun atau tumbuh 8,03% yoy. Sedangkan pinjaman dalam negeri tercatat Rp 5,33 triliun, tumbuh 2,82% yoy. Untuk utang dari Surat Berharga Negara (SBN) tercatat Rp3.442,64 triliun atau tumbuh 15,54% yoy. Terdiri dari denominasi rupiah mencapai Rp2.419,67 triliun, meningkat 10,62% yoy. Kemudian untuk utang denominasi valas mencapai Rp1.022,91 triliun atau tumbuh 29,15%.

Rasio utang pemerintah di semester I 2018 mencapai 29,79% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Angka ini masih berada jauh di bawah batas aman yang dalam Undang-Undang Keuangan Negara Nomor 17 tahun 2003 yakni 60% terhadap PDB.

Realisasi pembiayaan utang pada Semester I 2018 telah mencapai Rp176 triliun atau sebesar 44,09% dari target APBN tahun 2018. Angka ini lebih rendah 15,3% dibanding pembiayaan utang periode yang sama tahun lalu yang mencapai Rp207,8 triliun.

Sebagaimana dikutip Metrotvnews.com, Minggu 29 Oktober 2017, negara dengan rasio utang terendah di ASEAN adalah Brunei dan tertinggi adalah Singapura. Sementara Indonesia menempati urutan dua terendah dari 10 negara.
Berikut daftarnya:
1. Brunei mencatat utang pemerintah setara dengan 3,10 persen dari PDB pada 2016. Utang Pemerintah terhadap PDB di Brunei rata-rata 0,63 persen dari 1985 sampai 2016, mencapai level tertinggi sepanjang masa 3,20 persen pada 2014 dan rekor terendah nol persen pada 1986.
2. Indonesia mencatat utang pemerintah setara dengan 27,90 persen PDB pada 2016. Utang Pemerintah terhadap PDB di Indonesia rata-rata 39,58 persen dari 2000 sampai 2016, mencapai titik tertinggi sepanjang masa di 87,43 persen pada 2000 dan rekor terendah 22,96 persen pada 2012.
3. Kamboja mencatat utang pemerintah setara dengan 32,96 persen PDB pada 2016. Utang Pemerintah terhadap PDB di Kamboja rata-rata mencapai 33,74 persen dari 1996 sampai 2016, mencapai titik tertinggi sepanjang masa di 43,10 persen pada 2003 dan rekor terendah 27,76 persen di 2008.
4. Myanmar mencatat utang pemerintah setara dengan 35,79 persen PDB pada 2016. Utang Pemerintah terhadap PDB di Myanmar rata-rata 89,71 persen dari 1998 sampai 2016, mencapai titik tertinggi sepanjang masa di 216,04 persen pada 2001 dan rekor terendah 29,91 persen pada 2014.
5. Thailand mencatat utang pemerintah setara dengan 41,20 persen PDB pada 2016. Utang Pemerintah terhadap PDB di Thailand rata-rata 44,40 persen dari 1996 sampai 2016, mencapai titik tertinggi sepanjang masa di 57,80 persen pada 2000 dan rekor terendah 15,20 persen pada 1996.
6. Filipina mencatat utang pemerintah setara dengan 42,10 persen PDB pada 2016. Utang Pemerintah terhadap PDB di Filipina rata-rata mencapai 56,78 persen dari 1990 sampai 2016, mencapai titik tertinggi sepanjang masa di 74,90 persen pada 1993 dan rekor rendahnya 42,10 persen pada 2016.
7. Laos mencatat utang pemerintah setara dengan 45,56 persen dari PDB pada 2015. Utang Pemerintah untuk PDB di Laos rata-rata 51,76 persen dari 1991 sampai 2015, mencapai titik tertinggi sepanjang masa di 81,70 persen pada 2004 dan rekor terendah 33,61 persen pada 1991.
8. Malaysia mencatat utang pemerintah setara dengan 53,20 persen PDB pada 2016. Utang Pemerintah terhadap PDB di Malaysia rata-rata 48,43 persen dari 1990 sampai 2016, mencapai titik tertinggi sepanjang masa di 80,74 persen pada 1990 dan rekor terendah 31,80 persen pada 1997.
9. Vietnam mencatat utang pemerintah setara dengan 62,40 persen PDB pada 2016. Utang Pemerintah terhadap PDB di Vietnam rata-rata 43,76 persen dari 2000 sampai 2016, mencapai titik tertinggi sepanjang masa di 62,40 persen pada 2016 dan rekor terendah 31,40 persen di 2000.
10. Singapura mencatat utang pemerintah setara dengan 104,70 persen PDB pada 2015. Utang Pemerintah terhadap PDB di Singapura rata-rata 89,63 persen dari 1993 sampai 2015, mencapai titik tertinggi sepanjang masa di 106,20 persen pada 2012 dan rekor terendah 66,90 persen pada tahun 1994.
Melalui data Bank Indonesia, utang negara ini mencapai 343,13 miliar dollar Amerika atau setara Rp 4.636 triliun per September 2017.

Apakah data itu semua salah? Sebenarnya utang diperlukan untuk kepentingan negara, seperti modal membangun negara, menutupi kekurangan anggaran, menjalin hubungan bilateral, bentuk pengakuan terhadap negara lain, dan masih banyak lagi lainnya. Indonesia bukanlah negara yang mempunyai utang terbesar di dunia. Penambahan utang luar negeri oleh pemerintah saat ini sering ditanggapi negatif oleh masyarakat. Padahal itu penting untuk pembiayaan infrastruktur dan hal produktif lainnya.

IDN Times telah merangkum 10 negara yang mempunyai utang tertinggiPada Tahun 2017 seperti dilansir dari Visual Capitalist.

1. Amerika Serikat
Amerika punya utang tertinggi di dunia dan merupakan negara ekonomi terbesar di dunia. Per 2017, Amerika telah mencetak rekor mempunyai utang nasional tertinggi melampaui produk domestik bruto (PDB). Jumlah utang Amerika mencapai 19.947 miliar dollar Amerika per Januari 2018.
2. Jepang
Negara ini memang dikenal sebagai yang paling maju dan berkembang dalam hal teknologi. Namun, ahli keuangan dunia beranggapan Jepang berada dalam posisi keuangan yang sulit. Hal tersebut dikarenakan utang nasional Jepang dan utang pemerintah terlihat sangat kontras. Meski utangnya lebih kecil dari Amerika yakni sekitar 11.813 miliar dollar Amerika, tapi jumlahnya dua kali lipat dibandingkan PDB.
3. China
Menurut Dana Moneter Internasional (IMF), China juga mengalami krisis finansial. Pasalnya, China termasuk negara yang sangat bergantung dengan utang terhadap negara lain. Di 2018 ini, tercatat utang China sudah mencapai angka 4.976 miliar dollar Amerika.  Menurut IMF, utang tersebut diperkirakan akan meningkat menjadi hampir 300 persen dari PDB pada 2022.
4. Italia
Pertumbuhan ekonomi Italia dikenal lambat dengan tingkat penggangguran yang tinggi. Hingga saat ini, Italia mempunyai utang sebesar 2.454 miliar dollar Amerika.
5. Perancis
Perancis, tercatat berutang kepada negara lain sebesar 2.375 miliar dollar Amerika. Hasilnya memang sangat terlihat, seperti transportasi dan pembangunan di Perancis yang sangat maju.
6. Jerman
Jerman merupakan eksportir terbesar ketiga di dunia dan merupakan pencetus ekonomi dan integrasi politik Eropa. Bahkan dalam hal ekonomi, Jerman sangat kuat, apalagi mereka memiliki produk dan jasa kompetitif untuk diekspor. Dalam membangun negaranya, Jerman telah mempunyai utang sebesar 2.491 miliar dollar Amerika.
7. Inggris
Inggris termasuk negara yang terkena dampak krisis ekonomi pada 2008. Padahal pada 2007, rasio utang inggris terhadap PDB hanya 44 persen saja. Hingga akhirnya, nilai utang tersebut terus mengalami peningkatan. Pada awal 2018 ini, tercatat utang Inggris sekitar 2.343 miliar dollar Amerika.
8. Brazil
Dalam beberapa tahun terakhir, rasio utang Brazil terus meningkat terhadap PDB-nya. Apalagi dalam hal ekonomi, Brazil kerap menghadapi skandal korupsi dalam jumlah yang sangat besar. Dibandingkan sebelumnya, utang negara yang mencapai 1.501 miliar dollar pada 2017 tersebut menjadi angka tertinggi sejauh ini.
9. India
Nilai mata uang India sering berubah terhadap suku bunga Amerika Serikat. India harus bersusah payah menanggung utang hingga 1.103 miliar dollar Amerika.
10. Kanada
Tercatat jumlah utang Kanada sebesar 893 miliar dollar Amerika. Meski utang pada 2017 lalu menjadi jumlah tertinggi, banyak ahli keuangan yang memperkirakan utang Kanada akan turun pada 2018.

Masalah utang saat ini memang menjadi perhatian hampir seluruh negara di dunia. Krisis ekonomi yang berawal dari masalah utang di AS telah merembet ke berbagai belahan bumi dan memuncak di Eropa. Ditandai dengan jatuhnya ekonomi Yunani dan Spanyol yang masih dalam tahap pengawasan.

Awal September 2012 lalu, Departemen Keuangan Amerika Serikat mengumumkan data terbaru utang pemerintah AS yang mencapai US$ 16,4 triliun. Tumpukan utang tersebut merupakan yang tertinggi sepanjang sejarah Negeri Paman Sam. Hal yang lebih mengerikan, utang AS tersebut kian mencapai ambang batas maksimal yang sudah ditetapkan pemerintah sebesar US$ 16,4 triliun.

Menurut Sri Mulyani, ada dua cara mengurangi utang negara, yakni potong anggaran atau naikkan pajak. Namun, jika itu dilakukan, apakah masyarakat diam dan tidak menentang kebijakan itu?

Untuk itu, masyarakat harusnya dapat bersikap bijak pada informasi utang yang berkembang di media sosial. Sebaiknya kita terus melakukan verifikasi informasi agar tidak terjerumus pada infornasi sesat.

SUMBER :